Mohon tunggu...
Acek Rudy
Acek Rudy Mohon Tunggu... Konsultan - Palu Gada

Entrepreneur, Certified Public Speaker, Blogger, Author, Numerologist. Mua-muanya Dah.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Mendobrak Mitos Perselingkuhan adalah Ranah Kaum Lelaki

7 September 2020   19:41 Diperbarui: 7 September 2020   19:46 335
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi (sumber: wallpaperswide.com)

Kasus perceraian marak terjadi akhir-akhir ini. Memang perselingkuhan bukan satu-satunya penyebab. Namun demikian, perselingkuhan kerap menghiasi kehidupan rumah tangga. Alasannya pun bermacam-macam, dari kesepian hingga hanya sekedar ingin coba-coba.

Perselingkuhan yang dulunya didominasi oleh kaum lelaki, sepertinya sudah mulai bertransformasi. Ada fakta menarik dari Justdating, sebuah lembaga survei indenpenden yang bergerak di bidang 'Makcomblang' tentang isu perselingkuhan di Kawasan Asia Tenggara.

Disebutkan bahwa sebanyak 40% pasutri di Indonesia pernah berselingkuh. Angka ini menempati urutan kedua tertinggi setelah Thailand, dengan rasio 50%.

Namun survei ini juga menyoroti, bahwa kasus perselingkuhan oleh kaum Hawa di Indonesia adalah yang tertinggi diantara semua negara di kawasan.

Justdating mengonfirmasi kasus perselingkuhan wanita Indonesia rara-rata lebih banyak 10% dibandingkan kasus yang dilakukan oleh kaum pria. Ini artinya, istri Indonesia lebih banyak berselingkuh dibandingkan negara lainnya.

Benarkah demikian?

Jangan terlalu kaget dulu, karena survei dari Justdating ini tidaklah sama pada semua negara. Persepsi perselingkuhan dari masyarakat suatu negara juga menjadi pertimbangan disini.

Masalahnya, sebagian besar pria Indonesia mengatakan, jika seorang wanita bersuami sudah keluar berduaan dengan lelaki lain, bukan untuk hal penting, dan tidak diketahui oleh suaminya, maka itu adalah selingkuh!

Sementara bagi wanita Indonesia, suaminya dikatakan berselingkuh, bilamana ia sudah memulai hubungan personal dengan wanita lain baik secara langsung, maupun hanya melalui chat di medsos.

Ini tentu berbeda dengan negara lain seperti Thailand dan Filipina, yang memberikan defenisi perselingkuhan yang sama bagi pria dan wanita, yaitu bilamana hubungan adu kelamin sudah terjadi.

Yang lebih menarik lagi, stigma jika perselingkuhan adalah wilayah lelaki, membuat banyak wanita lebih banyak bersikap memaafkan dan memberikan kesempatan kedua bagi pasangannya yang berselingkuh.

Sementara, 60% dari pria yang mengikuti survei, mengatakan mereka tidak akan menerima kenyataan, jika istrinya kedapatan selingkuh. Aksi selanjutnya yang diambil adalah membalas dengan berselingkuh, atau berakhir dengan perceraian.

Meskipun demikian, menarik untuk memahami bagaimana kasus perselingkuhan wanita telah merombak mitos bahwa lelaki adalah satu-satunya mahluk yang menguasai ranah perselingkuhan ini.

Periode Rawan Perselingkuhan.

Sebuah penelitian menemukan fakta adanya perbedaan masa perselingkuhan pada usia pernikahan oleh lelaki dan wanita.

Menurutnya, periode waktu perselingkuhan yang dilakukan oleh lelaki lebih variatif dibandingkan dengan wanita. Lelaki bisa mulai berselingkuh sejak tahun pertama pernikahannya, hingga batas waktu yang lebih fleksibel. Meskipun secara rata-rata usia 11 tahun pernikahan, terdapat paling banyak kasus yang ditemukan.

Sementara pada wanita, masa 6 hingga 10 tahun pernikahan adalah periode rawan perselingkuhan bagi wanita. Hal ini disebabkan karena rata-rata wanita mengatakan bahwa keintiman dari pasangannya sudah berkurang setelah 7 tahun menikah.

Pubertas Kedua.

Dengan waktu perselingkuhan lelaki yang lebih fleksibel, sepertinya pubertas kedua dapat terjadi kapan saja bagi kaum lelaki.

Namun periode rawan perselingkuhan bagi wanita, yang disebabkan karena keintiman pasangan yang berkurang, kemudian memicu adanya teori pubertas kedua pada periode yang hampir sama dari kaum wanita.

Meskipun demikian, ternyata survei juga mengatakan bahwa wanita lebih bisa menjaga diri, dibandingkan dengan lelaki. Dua motif utama bagi wanita untuk menjaga nafsunya adalah moralitas dan takut ditinggalkan oleh suami.

Wanita Lebih Pandai Menutupi Kasus Perselingkuhan.

Sebagai kaum yang sering pusing dengan wajah bening, lelaki kerap kali dihantui oleh tuduhan perselingkuhan oleh istrinya.

Ponsel yang harus disetor setiap pulang kerja, videocall pada saat kerja lembur, hingga sederet wawancara ala penyidik, membuat lelaki akan cepat ketahuan, jika ada yang 'aneh'.

Stigma bahwa suami adalah mahluk selingkuhan, juga membuat perbedaan dalam komunikasi sosial. Seorang lelaki biasanya akan sangat bangga jika ia telah berhasil merengut tubuh seorang wanita yang menjadi pujaan lelaki. Ia akan bercerita dengan para temannya, mengenai keberhasilannya dalam mendapatkan wanita yang "tidak biasa-biasa". 

Sebaliknya, posisi sebagai mahluk lemah yang takut ditinggalkan suami, membuat seorang wanita yang meskipun bawelnya minta ampun, tidak akan pernah meninggalkan jejak perselingkuhan, bahkan kepada temannya yang paling akrab sekalipun. Oleh sebab itu, kasus perselingkuhan wanita lebih jarang kedapatan, dibandingkan dengan kasus dari para lelaki.

Mitos Berselingkuh Dengan Menggunakan Hati.

Seorang kawan pernah berbicara dengan penulis mengenai perselingkuhan istrinya. Meskipun ia merasa bersalah, telah berkali-kali 'main perempuan', namun ia berdalih bahwa itu hanya untuk kesenangan semata, tanpa melibatkan perasaan.

Sementara kasus perceraian yang diajukan oleh istrinya, termotivasi oleh seorang lelaki yang telah berhasil merebut hatinya.

"Wanita kalau selingkuh, berbahaya, Rud. Pake hati, hingga anak-anakpun tidak dipedulikannya lagi". Demikian ujar Sahih yang sedang bersedih.

Namun, sebuah survei yang dibuat oleh Alicia Walker, seorang sosiolog dari Missouri State University, Amerika Serikat, menunjukkan bahwa dari 46 partisipan wanita yang pernah berselingkuh, hanya dua orang saja yang menggunakan hati.

Hampir semua mengakui masih menyayangi suaminya dan ingin mempertahankan pernikahannya. Mereka mengatakan bahwa perselingkuhan yang terjadi hanya untuk mendapatkan sesuatu yang sudah lama tidak didapatkan dari suaminya.   

Namun apakah hasil survei ini juga berlaku di Indonesia, mengingat partisipan adalah wanita Amerika dengan budaya yang berbeda? Penulis kurang memahaminya.  

Wanita Lebih Terbuka terhadap Kebutuhan Perselingkuhannya.

Mitos lain mengatakan bahwa jika wanita sudah menemukan lelaki yang dapat merebut hatinya, maka semua akan terjadi dengan mudah tanpa pertimbangan. Namun, ternyata teori ini salah.

Faktanya, hubungan yang sudah mulai terasa retak, biasanya akan didengungkan oleh sang wanita. Kebutuhan akan psikolog atau konsultan perkawinan, biasanya diinisiasi oleh kaum wanita.

Nah, ternyata ini adalah tanda-tanda bagi sang suami yang merasa 'semuanya akan baik-baik saja'. Sekali, dua kali, tiga kali tanda yang diisyaratkan, akan menjadi sebuah aksi perselingkuhan dari "ketidak-ngeh-an" suaminya.

Akhir Kata.

Sekali lagi, penyebab utama dari perceraian bukanlah perselingkuhan, dan tulisan ini sama sekali tiada bermaksud untuk menyudutkan kaum Hawa.

Bagi penulis sendiri, sebagai seorang suami, apapun yang dilakukan oleh para istri di dunia, adalah sebuah pengorbanan yang besar kepada suaminya.

Masalah perselingkuhan adalah masalah yang sangat kompleks, sehingga ada yang mengatakan, "jika kamu bilang kalau pasangan kamu setia, maka kamu hanya belum diselingkuhin saja".

Sebabnya, defenisi dari selingkuh itu sendiri sangat luas. Bahkan ada yang mengatakan bahwa mengagumi lelaki atau wanita lain, hingga memandang rendah pasangan, sudah termasuk dalam kategori "Selingkuhan Emosional". Efeknya sama-sama tidak menyenangkan.

Adapun kisah perselingkuhan yang terjadi di sekita kita, hanyalah gambaran kecil dari masalah sosial yang besar.

Kesetiaan kadang tidak perlu dilihat dari aksi dan reaksi, namun sudah cukup tercermin dari kepribadian. Sebagai pasangan suami istri, memang ada keterikatan legal terhadap komitmen yang harus disikapi.

Namun sebagai individu, setiap ucapan, pikiran, dan tindakan, adalah tanggung jawab pribadi yang harus dijunjung tinggi, hingga tidak merugikan orang lain.

Semoga Bermanfaat!

Referensi: 1 2 3

SalamAngka

Rudy Gunawan, B.A., CPS

Numerolog Pertama di Indonesia -- versi Rekor MURI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun