Johny (nama samaran), adalah seorang mantan siswa prodigi. Kemampuannya mengikuti pelajaran fisika yang rumit, sangat mengagumkan.
Pak Ikhsan, guru fisika SMA pun mengakui kehebatan si Johny. Sebabnya ia sendiri mengakui kalau tidak banyak siswa yang memahami caranya mengajar.
Bukan hanya fisika, pelajaran sejarah pun dilahap begitu saja oleh si Johny. Di masa dunia tanpa google, memahami sejarah kerajaan-kerajaan Nusantara secara detail jelas luar biasa.
10 tahun berlalu, dan aku kembali bertemu dengan si Johny. Ia tak lagi mengenaliku, meskipun aku duduk bersebelahan meja dengan dirinya di bangku SMA.
Ia hanya duduk termenung, berkomat-kamit, sambil sesekali memukul jidatnya. Gerakan tersebut dilakukan secara konsisten, hingga kakaknya mengajaknya pulang setelah selesai membeli seluruh keperluan di toko listrik sahabatku.
10 tahun yang lalu, aku bertemu dengan Jemmy, kakak si Johny. Ia mengatakan kepadaku, kalau sekarang Johny sudah diisolasi di rumah, sejak ia secara tiba-tiba menyerang seorang pelanggan di toko ayahnya.
Kejadian ini hanya salah satu contoh sederhana bagaimana problema sakit jiwa yang terjadi dalam sebuah keluarga.
Kita sudah cukup sering melihat "orang-orang gila" yang berseliweran di masyarakat. Saking seringnya, sehingga kita hanya perlu mengabaikan, atau mungkin malah menertawai tingkah lakunya?
Tahukah anda, berapa banyak penduduk Indonesia yang sudah tergolong sakit jiwa? Data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas)Â 2013 mencatat prevalansi gangguan jiwa berat di Indonesia mencapai 1,7 juta per mil. Atau dengan kata lain, ada 1-2 orang dari 1.000 penduduk Indonesia yang mengalami gangguan jiwa berat.
**
Kelly, anak saya ngotot mengambil jurusan psikologi, meskipun banyak yang menentang. Kawan-kawannya menertawakannya; "Untuk apa jadi dokter orang gila, mending ambil jurusan yang aman-aman saja lah."