Perlakukan yang mereka dapatkan di tempat-tempat penitipan tersebut, sering mengorbankan kebebasan mereka, bahkan tidak jarang juga mendapatkan perlakuan yang sewenang-wenang, akibat dianggap sudah 'dibuang' oleh pihak keluarga.
**
Bagaimana dengan langkah pemerintah? Dr Eka Viora SpKJ, Direktur Bina Kesehatan Jiwa Kementerian Kesehatan RI, mengatakan bahwa sejumlah upaya telah dilakukan Kementrian Kesehatan.
Salah satunya dengan memberikan pelatihan ke sejumlah dokter di layanan tingkat pertama atau Puskesmas agar bisa mengenali gejala depresi pada pasiennya. Sehingga bisa dilakukan upaya pencegahan dini.
Lebih lanjut, Eka juga mengatakan "Mulai tahun ini, sedang dibahas kurikulum pendidikan kedokteran yang memasukkan kesehatan jiwa menjadi bagian dari 144 penyakit yang bisa ditangani di Puskesmas," katanya.
Sehingga dokter lulusan masa depan, lanjut Eka Viora sudah bisa langsung "tune in" dalam masalah kesehatan jiwa dasar. Pemerintah tak perlu memberi pelatihan lagi, karena butuh biaya besar.
**
Gangguan kesehatan mental yang nampak di Indonesia, hanyalah merupakan puncak gunung es. Masih banyak kasus gangguan kesehatan jiwa yang belum terungkap.
Selain karena adanya stigma, sulitnya mencari layanan kesehatan, hingga mahalnya biaya. Namun masalah terbesar sebenarnya datang dari kurangnya edukasi, sehingga seseorang tidak sadar bahwa ia sebenarnya adalah penderita gangguan mental.
WHO merujuk sebuah fakta bahwa telah terjadi peningkatan tren bunuh diri di seluruh dunia akibat menderita gangguan jiwa. Pada tahun 2015 saja, ada sekitar 800.000 kasus bunuh diri di seluruh dunia.
Penyebab kematian akibat bunuh diri ini juga menjadi penyebab kematian nomer dua di dunia pada penduduk berusia 15 hingga 29 tahun.