Daftar penyakit yang bisa disembuhkan dengan obat berbahan dasar ganja ini, antara lain adalah epilepsi, glaukoma, nyeri kronik, hingga HIV/AIDS. Akan tetapi, peredaran terbatas dan pengawasan dokter atas penyalahgunaan obat ini tetap dijalankan dengan ketat.
Namun demikian sikap tak kompromi penegak hukum di Indonesia bisa dimaklumi. Masalah yang terbesar, sistem proteksi di Indonesia dan kedisiplinan pengawasan masih relatif rendah dibandingkan dengan negara yang telah berani melegalkan ganja.
Untungnya sesaat setelah artikel ini dibuat, penulis menerima pesan pada lini masa. Isinya adalah Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo telah mencabut aturan yang ia buat ini.
Mentan menyatakan bahwa pihaknya akan mengkaji dan berkoordinasi dengan BNN, Kementerian Kesehatan (Kemenkes), dan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI).
"Kepmentan 104/2020 tersebut sementara akan dicabut untuk dikaji kembali dan segera dilakukan revisi berkoordinasi dengan stakeholder (pemangku kepentingan) terkait," ujar Direktur Sayuran dan Tanaman Obat Tommy Nugraha.
Semoga Keputusan Menteri Pertanian atau pernyataan Tommy Nugraha ini, bukanlah "Slip of Tongue" (keseleo), seperti pernyataan Tifatul Sembiring menanggapi pernyataan teman sejawatnya, Rafli Kande, terkait usulan legalisasi ganja awal tahun ini. Â
SalamAngka
Rudy Gunawan, B.A., CPS
Numerolog Pertama di Indonesia -- versi Rekor MURI
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H