Isu Kesehatan pemimpin tertinggi Korea Utara, Kim Jong-Un kembali meruak. Dikabarkan bahwa ia sedang dalam keadaan koma. Ia bahkan telah mengalihkan sebagian kekuasannya kepada orang lain.
Informasi ini dilansir dari pernyataan Chang Song-Min, mantan ajudan presiden Korea Selatan periode 1998-2003, Kim Dae-Jung. Menurut Chang, Korea Utara telah menyembunyikan kebenaran tentang kondisi Kesehatan Kim Jong-Un yang memburuk, bahkan koma.
Ini bukan pertama kali kondisi Kesehatan Kim Jong-Un menjadi isu besar bagi dunia internasional. Sebelumnya di awal tahun, beberapa kali hilang dari publik, membuat banyak orang berspekulasi apakah Kim masih 'baik-baik saja?'
Ini juga bukan kali pertama, Kim Yo-Jong, adik Kim Jo-Ung digadang-gadangkan menjadi pengganti kakaknya.
Badan Intelijen Nasional Seoul, mengatakan bahwa Kim Yo-Jong secara de facto telah menjabat sebagai orang kedua, terkait dengan jabatan gandanya sebagai wakil direktur Komite Pusat Partai Pekerja (OGD), dan secara tidak resmi sebagai kepala staf kakaknya.
Peranannya di dunia internasional dimulai pada tahun 2018, saat ia menjadi utusah khusus Kim Jong-Un, dan sekaligus anggota keluarga pertama dari Dinasti Kim yang mengunjungi Korea Selatan.
Setelah itu, ia juga terlibat dalam beberapa rangkaian penting pertemuan  Internasional. Ia menemani Kim Jong-Un bertemu dengan presiden China, Xi Jin Ping, presiden AS, Donald Trump, dan presiden Korsel Moon Jae-In.
Di bulan Juni, Kim Yo-Jong sempat meningkatkan ketegangan antar dua korea dalam aksinya membongkar kantor penghubung di Kaesong. Ia bahkan menyatakan akan bertindak tegas dengan otoritas penuh dari kakaknya.
Beberapa pengamat bahwa aksi penghancuran kantor ini sengaja dilakukan oleh Korea Utara untuk memberikan Kim Yo-Jong sebuah panggung utama. Setelah itu, pada bulan Juni, Yo-Jong melanjutkannya dengan pernyataan publik pertamanya yang mengecam Selatan.
Pertanyaan yang menggoda, apakah jika Kim Jo-Ung sudah tidak mampu lagi meneruskan kekuasaannya, Kim Yo-Jong akan menjadi penggantinya?
Professor Natasha Lindstaedt mengatakan bahwa demi untuk menjaga tradisi kekuasaan keluarga Kim di Korea Utara, gender tidak menjadi penghalang.
Menurut pakar rezim totalitarian ini, keluarga Kim tidak dipandang sebagai manusia biasa oleh rakyat Korea Utara, mereka dianggap sebagai wakil Tuhan untuk mengurusi segalanya. Dengan demikian, masalah gender bukanlah hal yang terpenting dalam melihat "Tuhan."
Akan tetapi, budaya patriarki yang masih sangat kuat di Korea Utara, sedikit banyak akan mengganggu mulusnya pemerintahan Yo-Jong nanti. Seorang pembelot Korea Utara bernama Ken Eom yang telah menghabiskan waktunya selama 10 tahun di militer, mengatakan bahwa Korea Utara tidak akan menerima kekuasaan wanita.
"Dia memiliki kekuatan besar untuk mengendalikan Korea Utara, tetapi jika Kim Jong-Un keluar atau mati, dia tidak akan bisa mempertahankan kekuasaannya."
Ken Eom tidak berkata sembarangan, pengalamannya di dunia militer telah melihat banyak hal bagaimana para perwira lelaki memperlakukan para tentara wanita yang tidak lebih sebagai alat pemuas nafsu semata.
Pun halnya dengan sikap dari pemerintah dan rakyat Korea Utara yang menganggap wanita tidak lebih dari obyek seksual belaka. Apakah hal ini masih akan berlangsung, jika negara Kim ini akhirnya dipimpin oleh seorang wanita? Menarik untuk melihatnya.
Baca juga: Kippumjo yang Berusia 13, Hingga Tentara Wanita, Kisah Pelecehan Seksual di Korea Utara
Hingga saat ini, sudah tercatat tiga generasi penerus keluarga Kim yang bertahta. Hal ini berarti sudah terjadi tiga suksesi di Korea Utara.
Sepanjang kisah suksesi, tidak ada gerakan militer yang menunjukkan ketidakstabilan politik, ataupun perebutan kekuasaan secara paksa. Â
Akan tetapi, tantangan lain bagi Yo-Jong juga berasal dari Partai Pekerja (OGD) yang didirikan oleh kakeknya, Kim Il-Sung. Menurut Bob Collins, penulis studi di OGD bahwa jabatan strategis yang diemban oleh Yo-Jong, bukanlah jaminan baginya.
Ia harus menjadi kepala OGD jika ingin menjadi pemimpin tertinggi di Korea Utara. Kalau tidak, ia tak akan memiliki basis kekuatan yang cukup untuk merebut dan memegang tampuk kekuasaan.
Hal ini terbukti tidak mudah, karena kakaknya sendiri membutuhkan beberapa tahun untuk berada di belakang layar, memelajari situasi politik, dan waktu setahun untuk mengukuhkan kekuasaan penuh di OGD sebagai legitimasi kekuatan, meskipun telah berstatu sebagai pemimpin tertinggi.
Kim Jong-Un bahkan ditenggarai harus membunuh dan menyingkirkan para mentornya, termasuk pamannya sendiri, Jang Song-Thaek, yang sempat ditunjuk sebagai pejabat sementara oleh ayahnya, Kim Jong-Il.
Hingga tulisan ini dibuat, kondisi Kim Jong-Un masih menjadi misteri. Andaikan ia benar-benar tidak bisa memerintah lagi, maka Kim Yo-Jong bisa saja tampil mengejutkan dalam memimpin negaranya.
Apakah ia akan lebih kejam dari kakaknya, seperti yang banyak orang khwatirkan, atau justru dia akan menjadi seseorang yang dapat membawa perubahan besar bagi Korea Utara menuju kesejahteraan, seperti yang dilakukan oleh Deng Xiao-Ping di China?
Tidak ada yang tahu, hingga waktulah yang akan berbicara. Namun satu hal yang pasti, jalur mana yang akan ia tempuh, entah berapa banyak nyawa yang akan melayang.
SalamAngka
Rudy Gunawan, B.A., CPS
Numerolog Pertama di Indonesia -- versi Rekor MURI
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H