Pihak kerajaan tidak terlalu mengatur cara hidup mereka, termasuk memilih pemimpin dan bagaimana mengelola tambang di sekitar area pemukiman. Setiap kongsi hanya dituntut untuk memberikan upeti berupa 1 kilogram emas sebulan sekali.Â
**
Menjalani kehidupan yang normal, kongsi perdagangan tidak berhenti berpolemik diantara mereka untuk perebutan hak dan kekuasaan.
Bukan hanya itu saja, mereka juga sering bertikai dengan warga setempat, bahkan melakukan aksi pembangkangan atas upeti yang harus mereka berikan kepada kesultanan.
Pertikaian dengan kesultanan ini kemudian menimbulkan perang dengan pasukan kerajaan Sambas, pada tahun 1770, yang dipimpin oleh Sultan Umar Agamaddin II.
Dalam peperangan selama 8 hari yang berhasil memukul mundur seluruh aksi pembangkangan, akhirnya pihak imigran kembali patuh di bawah pemerintahan kesultanan Sambas.
Belajar dari kesalahan, akhirnya pada tahun 1777, dibentuklah sebuah aliansi dalam satu organisasi bernama Hee Soon. Tujuannya adalah untuk memperkuat persatuan, sekaligus meminimalisir konflik internal dan eksternal.
**
Terbentuknya Hee Soon inilah yang menjadi cikal bakal berdirinya Republik Lang Fang, yang digagas oleh seorang pria bernama Lo Fang Pak. Ia adalah seorang guru dengan pengetahuan yang sangat luas. Sebagai pendatang baru yang baru muncul pada tahun 1775, ia juga memiliki hubungan baik dengan Dinasti Qing di China.
Ditambah lagi kesultanan Pontianak adalah kesatuan yang kuat, karena didukung oleh pihak VOC/Belanda. Perubahan peta politik ini membuka peluang bagi para imigran. Lo Fang Pak yang jago berdiplomasi berhasil membuat kesultananan Pontianak sebagai aliansinya. Ia kemudian menjalin persahabatan yang sangat erat dengan Sultan Pontianak, Syarif Abdurrahman Al Qadri.