Jangan terkecoh dulu dengan judulnya, jika anda masih membaca tulisan ini, berarti sudah lulus sensor oleh Mang Mimin Kompasiana yang terkenal angker.
Literasi mengenai 'porno' sama tingkatnya dengan ajaran maksiat yang sesat. Namun di sisi lain, ia bagaikan kitab kuno dari dunia Kang-auw yang selalu dikejar untuk menambah ilmu nan sakti mandraguna.
Pada saat penulis masih remaja dulu, mengejar novel esek-esek termasuk bagian dari ekstra-kurikuler. Pasalnya, masih mengenakan seragam SMA, kios penyewaan buku tidak pernah luput dari perburuan karya erotis Nick Carter hingga stensilan lokalan merek Enny Arrow.
Namun apa yang terjadi sekarang? Semuanya hilang menjadi mendiang. Jelas, dengan semakin kecilnya pangsa, untuk apa sih belajar menulis artikel esek-esek? Belum lagi resiko ketangkap dengan pasal pornografi, pornoaksi, dan pornoliterasi. Gak u-u deh rasanya.
Akan tetapi di luar sana, terutama di negara yang banyak bule-nya, penulis novel esek-esek ternyata memiliki pasar yang besar. Salah satu contoh adalah novel karangan EL. James, "Fifty Shades of Grey" yang sudah diadaptasi oleh film Hollywood terlaris dengan judul yang sama.
Ketenaran J.K Rowling dalam 7 seri Novel Harry Potter-nya, bahkan tidak mampu membendung nilai perolehan penjualan buku yang dijuluki sebagai "buku porno untuk kaum ibu" ini.
Tidak main-main, hanya dalam kurun waktu satu tahun saja (2011 -- 2012), novel ini telah terjual lebih dari 4 juta eksemplar di seluruh dunia.
Namun, jangan dulu shok dan buru-buru 'mematikan'Â artikel ini. Tips yang penulis berikan ini, dapat juga menjadi inspirasi untuk menulis jenis artikel lain lho.
Bagaimana ya rasanya menulis artikel kuliner, olahraga, wisata, bahkan politik dengan gaya penulisan esek-esek? Apa gak seru!
Dikutip dari sumber, ada beberapa tips terbaik untuk menulis artikel porno, yang mungkin bisa diimplementasikan ke dalam berbagai jenis tulisan genre lain.
Pertama, Judul harus seksi.
Bayangkan jika judul tulisan anda adalah "Spiderman XXX", jelas ini adalah tema esek-esek murahan yang menceritakan bagaimana sang superhero sedang kebelet dengan seorang gadis ayu yang naif.
Coba bandingkan dengan judul "Jerat sang laba-laba merah yang membuatku kehilangan harga diri." Sedikit lebih panjang, gak apa-apa sih, toh judul juga sudah merupakan bagian dari karya tulis kan?
Nah, merindukan siomay juga tiada bedanya dengan seks, sama-sama bisa meningkatkan nafsu jika disuguhkan dengan apik. Daripada membuat judul "Siomay Mas Nawir," mengapa tidak mencoba "Siomay Mas Nawir yang bikin lidah tidak hanya untuk menjilat"
Kedua, Foreplay itu penting.
Dalam cerita seks, foreplay yang bagus akan menentukan keseluruhan narasi dan keringat. Jangan pernah meninggalkan pembaca anda menangis tersedu-sedu akibat derita yang tak terlampiaskan, atau komentar "cuman segini doang?"
Dalam menulis karya sastra, foreplay sangat ditentukan dengan 'lead' yang bagus. Tantangannya adalah menulis beberapa kata pembuka yang langsung bisa menaikkan intensitas darah pembaca.
"Spiderman adalah seorang tokoh superhero yang terkenal. Sebagaimana, manusia biasa, ia juga butuh seks. Akhirnya pergilah ia berjalan-jalan ke mal untuk mencari mangsa..." (waduh, basi banget).
Bandingkan dengan;
"Ia duduk lelah di dalam apartemennya, topeng laba-laba dalam genggamannya terasa lengket oleh campuran keringat. Sang manusia laba-laba merindukan kehangatan yang sudah lama dirindukan, hingga akhirnya bayangan Mary Jane yang cantik datang menerpa tubuhnya yang kekar..."
Hayo, yang mana yang lebih bagus?
Mari kita bandingkan dengan tulisan ala Mbah Ukik yang penuh dengan nuansa pedesaan.
"Salah satu hiburan jika sedang mencuci motor ayah, adalah melihat para gadis desa yang bermain di pinggir kali. Adalah Surti, sang kembang desa yang selalu melirikku. Aku rasa ia menyukaiku, karena ia belum punya pacar..." (Hambarrr)
Bandingkan dengan;
"Kepenatan tubuhku ini akan hilang jika melihat keceriaan para gadis desa yang jenaka, namun hari ini terasa berbeda. Tanganku yang sedang mencuci motor serasa lumpuh akibat tatapan mata Surti yang berbeda... Tatapan mata dari seorang kembang desa yang belum pernah disentuh." Â Â
Ketiga, Konten yang baik adalah dengan tidak mengumbar nafsu.
Penikmat film porno meninginkan gambar yang dapat menimbulkan nafsu erotis, namun dalam membaca literasi porno, kata-kata erotislah yang akan dicari.
Otak manusia terdiri dari dua bagian, yaitu sisi logika dan sisi fantasi. Dalam menulis artikel, pada umumnya kita akan terjebak dengan terus-menerus menggunakan sisi logika.
Tujuannya sih agar tulisan dapat dengan mudah dipahami, namun jebakan ini seringkali membuat tulisan menjadi terlalu hambar, bagaikan masakan tanpa garam. Pembaca pun akan merasa bosan membaca tulisan yang setara dengan buku pelajaran sekolah. Â
Beberapa kata jika digunakan secara tepat pada sebuah kalimat, sering diasosiasikan dengan hal-hal yang berbau esek-esek. Tugas penulis adalah memancing fantasi liar pembacanya agar tulisan dengan jenis karya ilmiah pun akan terasa bergairah untuk dibaca.
Contoh dari beberapa kata tersebut adalah; "terangsang, mengelus, kejantanan, mengerang", dan ratusan kata lainnya yang penulis yakin telah berada di dalam perpustakaan syahwat setiap orang.
"Sebuah penelitian membuktikan bahwa lelaki yang berkumis lebih mudah mendapatkan atensi dari orang di sekitarnya, karena kumis adalah anatomi yang hanya dimiliki eksklusif oleh kaum pria." (datarrr...)
Bandingkan dengan;
"Sebuah penelitian membuktikan bahwa kumis lelaki dapat menimbulkan rangsangan untuk sekitarnya. Mengelus kumis sebagai simbol kejantanan hanya dapat dilakukan oleh pria yang dapat membuat para wanita mengerang dalam hati."
Keempat, Libatkan unsur mitos dan legenda horor.
Tidak terlalu banyak perbedaan pada reaksi adrenalin dalam menonton film porno dan film horor. Indonesia bukan negara produsen film porno, namun cukup terkenal dengan berbagai karya horor nasionalnya.
Tahu nggak sih, apa yang membedakan film Horor terkenal semacam "The Nun" dengan "Suster Ngesot?"
Legenda misteri, hikayat mistis, dan kisah gaib adalah alur yang lebih efektif untuk menimbulkan keringat panas-dingin, ketimbang gedebak-gedebuk macam Genderuwo yang sedang beraksi.
Memasukkan unsur mitos sebagai bumbu literasi, bisa menjadi menarik. Misalkan, dalam menulis tentang pandemi covid-19, boleh juga tambahkan sedikit sedikit mengenai pola 100 tahunan wabah besar di dunia, kepercayaan suku tertentu dalam menghadapi wabah penyakit, atau kultur yang dipengaruhi oleh wabah kolera 200 tahun yang lalu.
Kelima, Jadikan diri sebagai tokoh utama bintang porno.
Pembaca menyukai sesuatu yang tidak bisa didapatkan dengan mudah. Gadis alim jelas memiliki nilai lebih dibandingkan dengan wanita yang kiri-kanan jastip. Pun halnya dengan lelaki yang pemilih, jelas lebih berkelas dibandingkan dengan Don Juan yang bareng hari kerjanya ngerebus telor.
Nah, dalam menulis artikel, mencari tema yang itu-itu saja, tidak terlalu masalah, lagipula di Kompasiana ada tantangan 'Topik Pilihan'Â yang mengadu kecerdasan literasi dengan sesuatu yang sedang diobral.
Jangan terpancing untuk menghujat Menteri Nadiem Makarim, di saat semua orang membencinya. Jangan terpancing untuk menghina Hadi Pranoto, di saat ada juga yang mengaguminya.
Genre yang umum bisa dibuatkan sesuai dengan karakter setiap penulis, agar pembaca kelepak-kelepek menantikan tulisanmu. Jika kamu ahli dalam bidang tertentu, buatlah artikel umum yang sesuai dengan bidangmu.
Dengan demikian kamu akan terasa seperti gadis polos yang terpelajar atau pemuda nakal yang berbudi luhur.
Keenam, Penutup adalah klimaks yang memuaskan.
Dalam seks yang nyata, klimaks adalah hal yang penting untuk membuat pasangan terkesan. Namun sebenarnya, jika keseluruhan isi artikel sudah epic, maka penutup hanyalah merupakan pelengkap.
Pada umumnya, para pembaca yang sudah puas, tidak akan terpengaruh lagi dengan apa yang ingin penulis sampaikan di akhir kisah. Namun dalam keadaan ngos-ngosan dan loyo, penutup dapat memberikan sebuah nilai plus yang indah.
Biasanya sih, pasangan senang dengan pujian ataupun humor jenaka, namun diantara semuanya, rasa penasaran untuk babak selanjutnya bisa juga menjadi pertimbangan disini.
Nah, isinya seperti apa, penulis kembalikan kepada para pembaca. Yang pasti, dalam merangkai keseluruhan artikel, menggunakan hati adalah hal yang terbaik.
Bayangkanlah seseorang yang anda senangi untuk diajak berbulan madu pada tulisan anda, sebagaimana penulis yang selalu membayangkan kumis Mbah Ukik yang gondrong bagaikan Gatotkoco.
SalamAngka
Rudy Gunawan, B.A., CPS
Numerolog Pertama di Indonesia -- versi Rekor MURI
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H