Tepi sungai penuh dengan tubuh-tubuh manusia, sekujur tubuh penuh dengan luka bakar atau memar. Ada yang meringis kesakitan, ada yang menangis, dan ada juga yang tidak bisa lagi berkata apa-apa. Namun satu yang pasti, mereka berhasil diselamatkan.
"Tidak ingat saya berapa orang yang kami gendong, mungkin sepuluh, mungkin lebih,"Â kata Arifin.
Mahasiswa Indonesia tersebut terus bekerja hingga lewat tengah malam. Situasi terasa sangat mencekam, dan kondisi terasa sangat menyeramkan. Keesokan harinya, mereka diangkut ke Kyoto untuk pemeriksaan kesehatan.
Mereka masih belum lolos dari maut. Dua orang wanita yang berhasil diselamatkan dan tampak sehat, akhirnya meninggal dunia akibat paparan radiasi. Pun halnya dengan Sagala, ia menderita gejala yang sama akibat efek letupan bom atom.
Dokter mengatakan, bahwa Sagala memiliki kemungkinan hidup yang sangat tipis, namun ternyata Tuhan berkata lain, ketiga sahabat seperjuangan ini akhirnya lolos dari maut yang merengut lebih dari 200.000 jiwa di Hiroshima dan pulang kembali ke Tanah Air.
**
Tahun 1969, pabrik mi instan pertama didirikan di Indonesia. Produk dengan merek Supermie, adalah merupakan produk mi instan pertama di Indonesia.
Pabrik ini didirikan dengan menggunakan nama PT. Lima Satu Sankyo Industri Pangan yang merupakan usaha patungan (joint venture) antara Sankyo Shokukin Kabushiki Kaisha dari Jepang dengan PT. Lima Satu di Indonesia.
Irjen Departemen Perindustrian Brigjen TNI Barkah Tirtadijaya meresmikan pabrik tersebut pada hari Rabu, 16 Juli 1969 di Ciracas, Cijantung, Jakarta Timur. Dalam sambutannya mewakili Menteri Perindustrian, Barkah mengatakan:
"Akhir-akhir ini kita sudah mengenal super mie yang diimpor dari Jepang. Dengan didirikannya pabrik super mie ini di Indonesia, maka kita dapat menghemat devisa. Di samping itu, kita membuka lapangan kerja baru dan sekaligus mendidik tenaga ahli dalam bidang bersangkutan."
Mungkin Barkah tidak tahu bahwa awal mula mi instan diciptakan oleh Momofuko Ando (1911-2007) adalah karena rasa kemanusiaan yang besar terhadap korban kelaparan di Jepang setelah PD II.