Mohon tunggu...
Acek Rudy
Acek Rudy Mohon Tunggu... Konsultan - Palu Gada

Entrepreneur, Certified Public Speaker, Blogger, Author, Numerologist. Mua-muanya Dah.

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Pilih Sakit atau Lapar? Jalankan Protokol Kesehatan, agar Sehat dan Kenyang

23 Juli 2020   12:49 Diperbarui: 23 Juli 2020   12:42 209
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi (sumber; finance.detik.com)

Pandemi memang menakutkan, takut sakit dan takut tidak punya uang. Tapi melihat kenyataan yang ada, virus corona sudah membuat KTP di WHO sejak 31 Desember 2019.

Tidak bisa ditumpas lagi, ia sudah sah menjadi bagian dari penduduk bumi, dan akan hidup berdampingan dengan diri kita, selamanya!

Jadi pilihan yang harus ditempuh adalah menjaga kesehatan diri sambil tetap bekerja untuk mengisi perut yang keroncongan. Adapun dampak yang ditimbulkan, sudah seharusnya dilihat dari perspektif yang berbeda.

"Hidup berdamai dengan Corona" adalah jargon yang tidak bisa lagi dipandang sebelah mata.

Pun dengan apa yang dilakukan di Indonesia, membubarkan Gugus Tugas Penangangan Covid-19 yang dipimpin oleh Achmad Yurianto, dan digantikan dengan Satuan Tugas Penangangan Covid-19.

Satgas Penanganan Covid-19 ini akan jalan beriringan dengan Satgas Pemulihan Ekonomi Nasional, di bawah naungan Komite Penangangan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional.

Pesannya jelas, masalah kesehatan dan problema perut harus bergandengan tangan.

Sebuah Warung Tegal (warteg) di jalan Madrasah, Cilandak Timur, Pasar Minggu, Jakarta yang bernama Warteg Ellya, berhasil membuat omzetnya bangkit kembali dari rata-rata 600,000 rupiah per hari menjadi 1,200,000 rupiah.

Hal yang ia lakukan hanyalah menetapkan protokol kesehatan. Pelayan menggunakan masker, sarung tangan, dan pelindung wajah (faceshield).

Selain itu, ia juga mewajibkan pengunjung menggunakan masker, menyediakan wadah untuk cuci tangan, membatasi jarak duduk, serta membuat sekat diantaranya.

Bukannya keberatan, ternyata pelanggan pun ikut merasa nyaman dengan aturan yang diterapkan oleh Ibu Ellya. Mereka tidak keberatan dengan beberapa aturan tambahan yang diterapkan, bahkan merasa nyaman karena tidak lagi khwatir akan terjangkit Corona di warung ini.

Pun pengunjung tidak keberatan jika harus terpaksa membungkus makanan untuk dibawa pulang, jika ternyata tempat duduk yang disediakan sudah melampaui batas.

Hal yang sama juga dilakukan oleh seorang tukang cukur bernama Dwi Putra Setiawan di lampung. Akibat pandemi, banyak warga yang mengurungkan niat untuk mencukur rambut.

Tidak kehabisan akal, Dwi pun mengubah pola bisnisnya dengan cara "menjemput bola". Ditemani dengan sepeda motornya, ia berkeliling kota Bandar Lampung dengan menggunakan alat pelindung diri dari jas hujan, masker, dan sarung tangan.

Ia menarifkan 20,000 rupiah per jasa yang ia lakukan. Hasilnya jelas lebih bagus dari hanya sekedar duduk termenung menantikan kapan corona akan lenyap dari muka bumi.

Kedua contoh diatas memberikan isyarat bahwa pandemi bukanlah hal yang menghalangi usaha untuk mencari nafkah, meskipun ada juga pedagang yang mengeluhkan bahwa tempat usaha mereka yang berada dalam pasar tradisional masih saja sepi.

Seperti yang dialami oleh Irma, salah satu penjual baju di Pasar Butung, Makassar. Menurut pengakuannya kepada penulis, ia terpaksa harus banting setir, karena kiosnya yang menjual pakaian, masih sepi pengunjung.

Saat ini, ia telah mencoba peruntungan baru sebagai penjual kue on-line. "Untungnya lumayan Kho, hampir miriplah dengan usaha baju-ku di Pasar Butung."

Ia bahkan juga merencanakan jika bisnis kue on-linenya sudah stabil, maka kemungkinan ia akan menutup kiosnya. Baginya pandemi adalah sesuatu yang merubah hidupnya. Namun perubahan bagi dirinya, bukanlah sesuatu yang harus disesali.

Ancaman krisis ekonomi adalah masalah yang lebih besar, dibandingkan dengan sekedar kesuksesan Ellya dan Dwi dalam membangkitkan kembali usahanya.

Penanganan resesi, perlu dilakukan dengan lebih hati-hati, dibandingkan cara Irma mengganti lini usahanya.

Penulis bukanlah ekonom lihai yang dapat memberikan saran, namun cerita sederhana yang diberikan, jelas membawa pesan bahwa kunci untuk mendamaikan corona dan ekonomi adalah Adaptasi Kebiasaan Baru dengan menjalankan Protokol Kesehatan.

Referensi: 1 2 3

SalamAngka

Rudy Gunawan, B.A., CPS

Numerolog Pertama di Indonesia -- versi Rekor MURI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun