Mohon tunggu...
Acek Rudy
Acek Rudy Mohon Tunggu... Konsultan - Palu Gada

Entrepreneur, Certified Public Speaker, Blogger, Author, Numerologist. Mua-muanya Dah.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Jika Nama Begitu Harum, Mengapa Kentut Memalukan?

4 Juli 2020   06:16 Diperbarui: 4 Juli 2020   09:02 271
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi (sumber: pinterest.com/hubpages)

Sepenting apakah namamu? Tidak perlu dijelaskan lagi, yang pasti sekarang setiap orang memiliki nama. Namun apakah memiliki nama saja cukup? Bagaimana jika ternyata kamu tidak menyukai nama kamu?

Mungkin kamu akan melakukan hal sama dengan seorang lelaki yang mengubah namanya menjadi Ihsan Hadi. Nama yang telah resmi disandang sejak 23 April 2018 menggantikan nama asli pemberian orangtuanya yaitu Kentut. 

Sering menjadi bahan olok-olokan sejak kecil, hanya salah satu dari alasan penggantian nama. Hal lain yang lebih dikhwatirkannya adalah anaknya pun bakal diolok-olok, "lihat tuh, anaknya Kentut... Pruttt."

Nah, mengapa ia sampai diberikan nama Kentut oleh orangtuanya? Ternyata usut punya usut, nama tersebut berasal dari pesan yang tak tersampaikan.

"Lho, mboten niku. Mboten, maksude Mbah Buyut mboten kentut (Lho bukan itu. Tidak, maksudnya Kakek Buyut. bukan kentut)," kata Larno (53), ayah Ihsan, di Karanganyar, Jawa Tengah.

Ayah si Kentut, eh... maksudnya Ihsan yang bernama Larno menjelaskan bahwa nama tersebut diberikan oleh Mbah Buyutnya, yang kemudian disetujui pula olehnya.

Dalam bahasa Jawa, Ada perbedaan antara pelafalan dan penyebutan T dan TH, sehingga nama Kentut seharusnya Kenthut. Tidak ada makna dari nama Kenthut, menurut Larno, ia menyetujuinya karena enak didengar.

Namun sayangnya, dokumen ijazah SD tertulis nama Kentut tanpa "h". Larno sendiri tidak pernah merasa khwatir akan persamaan lafal nama anaknya yang mirip dengan arti "angin yang keluar dari lubang dubur" ini, karena bahasa jawanya adalah Entut, tanpa "k."

Seringkali kita melihat nama unik yang bikin kita ngakak sendiri, namun orangtua tidak merasakannya demikian. Mereka ingin kelihatan keren dengan memberikan nama yang beken bagi anaknya. Sayangngya informasi setengah-setengah yang dipahami, membuat anaknya harus menanggung akibatnya.

Di Magelang, Jawa Tengah ada polisi bernama Andi Go To School yang punya kakak bernama Happy New Year dan adiknya bernama Rudy Good Boy. Andi pun menurunkan keunikan itu pada anaknya, yang diberi nama Genio Silvero Go To Paradise.

Pemberian Nama Terkait Aturan Sosial Budaya.

Pemberian nama dalam masyarakat sangat erat dengan pengaruh keluarga dan lingkungannya. Menurut Sunyoto Usman, Professor Sosiologi UGM, perilaku pemberian nama yang unik adalah keinginan untuk melepaskan diri dari akar budaya yang seringkali dianggap ketinggalan zaman.

Sebagai contoh, di Jawa terdapat perbedaan diantara nama keluarga ningrat dan keluarga petani. Nama petani yang digunakan oleh keluarga ningrat seringkali menjadi bahan olok-olokan, sementara petani yang memakai nama ningrat akan dibilang "terlalu berat, hingga bisa mendatangkan malapetaka." 

Nama unik, seperti nama barat atau tokoh idola, kemudian dianggap sebagai gelar baru" yang tidak perlu membedakan kasta dalam masyarakat yang telah berlangsung ribuan tahun.

Jika ada yang masih berpikir bahwa nama adalah doa, maka tentu kita akan memohon agar dihindari dari Saiton yang merupakan nama seorang anak di Palembang, bukan? Atau apakah doa harus segera didengar oleh Tuhan yang merupakan seorang tukang kayu di Banyuwangi?

Di zaman corona, ada saja orangtua yang mengambil ilham dari virus mematikan ini sebagai nama anaknya. Belum lagi nama Pesjati yang diberikan oleh seorang Dr. H.O.S Tjokroaminoto kepada anak yang diselamatkannya pada saat wabah pes melanda pulau Jawa.

Alasan Pemberian Nama Unik.

Apa yang terjadi? Ternyata menurut Jean Twenge, seorang psikolog dari San Diego State University, orangtua saat ini cenderung enggan memberikan nama anak yang biasa-biasa saja. Hal ini dilakukan agar anah-anak mereka lebih menonjol dari yang lainnya.

Sepertinya di zaman milenium ini, doa saja tidak cukup, ia harus terlihat berbeda dengan yang lainnya, agar Tuhan sungguhan (bukan yang di Banyuwangi) melirik doa mereka.

Twenge juga memaparkan dengan semakin bergesernya kebudayaan hidup berkelompok menjadi lebih individualis, pemikiran untuk mencintai diri sendiri dan tidak harus peduli dengan apa kata orang lain, telah menjadi alasan yang kuat atas pemberian nama unik.

Selain itu, menurut Jenn Berman, seorang psikolog klinis dari Beverly Hills, Amerika Serikat, pemberian nama unik kepada anak, karena orangtua memiliki perasaan istimewa dalam dirinya. "Ada perasaan saya istimewa, saya berbeda, dan karena itu anak saya istimewa dan berbeda," ucapnya.

Jelas pergeseran ini menjadi semakin runcing setelah media sosial menjadi aspek terpenting dalam kehidupan bermasyarakat. Nama tidak hanya lagi tercatat di akte, terlintas di dokumen, disebutkan di bangku sekolah, diucapkan pada saat melamar kerja, namun juga harus eksis di media sosial.

Peraturan normal seperti nama khusus bagi gender tertentu menjadi hilang. Alex, Ryan, dan Lionel menjadi nama untuk wanita, sementara ada juga lelaki yang memiliki nama Merry. Semuanya dilakukan demi satu kata, yaitu "Unik."

Bahkan Elon Musk, konglomerat dari Amerika, enggan memberikan nama yang biasa-biasa saja kepada anaknya, hingga akhirnya nama mesin "X AE A-XII" lah yang terpilih

Sebelumnya, Elon Musk telah memberikan nama yang menggegerkan dunia maya, yaitu "X A-12 Musk," namun ternyata ia baru menyadari jika angka pada nama adalah hal yang ilegal di negara bagian California, AS, tempat ia berdomisili.

Aturan Pemerintah Dalam Pemberian Nama.

Nah, ternyata nama juga bisa menjadi masalah hukum, tidak sedikit negara yang menganut faham "pembredelan kreativitas", dengan menyediakan daftar nama yang diakui oleh pemerintah.

Sebagai contoh, Denmark memberikan pilihan sekitar 7000 nama. Jika ada yang merasa tidak cocok dengan daftar tersebut, maka ia harus mengantongi izin dari gereja lokal dan otoritas setempat untuk nama baru.

Pun halnya dengan Islandia, bedanya, jika nama yang dipilih tidak ada pada daftar, namun telah disetujui oleh pemerintah, maka sang orangtua harus membayar uang dengan jumlah tertentu kepada negara atas pemilihan nama baru.

Meskipun demikian, tetap ada aturan mendasar yang tak dapat berubah, seperti nama belakang tidak bisa menjadi nama depan, dan nama gender tidak boleh digunakan pada jenis kelamin yang berbeda.

Di Jerman sendiri, aturan menjadi lebih ketat dengan tidak memperbolehkan nama benda atau produk tertentu sebagai nama depan. Sementara di Selandia Baru, nama gelar atau pangkat menjadi hal yang tidak boleh diberikan kepada anak.

Selain itu, beberapa negara juga dengan tegas memiliki daftar nama yang tidak boleh digunakan sama sekali, seperti Akuma yang berarti Iblis di Jepang, Superman di Swedia, Anus di Denmark, dan Fruit Sex di Selandia Baru.

Pada dasarnya, semua negara yang menjadikan pemberian nama anak sebagai bagian dari undang-undang, hanya memiliki satu tujuan saja, yaitu, agar "sang anak akan jauh dari perasaan tidak nyaman nantinya."

Nama adalah doa dan seharusnya menjadi harum bagi penyandangnya. Bagi orangtua yang ingin memberikan nama unik hingga mudah terbidik, sebaiknya berpikir dua kali, sebelum anak anda akhirnya menjadi tak berkutik.

Nama Soekarno kedengarannya kampungan, nama Soeharto pun terasa membosankan, namun bagaimanapun mereka adalah pemimpin bangsa yang namanya tak pernah luntur oleh masa.

Penulis tidak bisa membayangkan jika di masa depan, Indonesia memiliki nama "Kuota Gak Kebayar" sebagai Presiden Republik Indonesia yang terhormat. 

 

Referensi: 1 2 3 4 5

SalamAngka

Rudy Gunawan, B.A., CPS

Numerolog Pertama di Indonesia -- versi Rekor MURI

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun