Pernah diramal atau meramal nasib berdasarkan garis pada telapak tangan? Tanpa kita sadari, garis pada telapak tangan sudah menjadi pandangan umum sebagai "penanda nasib". Bahkan lebih jauh lagi, istilah nasib itu sendiri sudah sangat akrab dengan kalimat "garis tangan"
Istilah Palmistry dikenal sebagai seni membaca garis tangan manusia. Diperkirakan sudah diperkenalkan di China sejak Zaman Dinasty Zhou (1046 -- 256 SM). Namun karya terlengkap mengenai Palmistry barulah muncul pada Zaman Dinasty Han Barat (202 -- 9 SM).
Ada dua disiplin ilmu mengenai seni membaca telapak tangan. Para tabib kuno menggunakannya untuk membaca kesehatan. Menurut mereka, tangan merupakan ujung dari jutaan sel saraf yang berhubungan langsung dengan otak.
Sebagian lagi memercayai bahwa garis tangan berhubungan dengan nasib dan karakter. Disebutkan bahwa selain masalah kesehatan, garis tangan juga dapat mengungkap informasi yang lebih komprehensif yang berhubungan dengan keuangan, watak, jodoh, dan lain sebagainya.
Menurut praktisi, garis pada telapak tangan adalah cerminan dari pikiran bawah sadar. Menariknya, sebagaimana pikiran manusia yang dinamis dan terus berubah, garis tangan manusia juga dapat berubah pada durasi sekitar 5 hingga 15 tahun.
Secara umum ada 5 garis utama yang berpengaruh terhadap seni membaca garis tangan ini. (lihat gambar), yaitu:
Garis Hidup (Life Line) yang menggambarkan kesehatan dan daya hidup.
Garis Kebijaksanaan (Wisdom Line) yang menceritakan mengenai karakter dan mentalitas seseorang.
Garis Cinta (Love Line) yang menjelaskan mengenai sikap dan kehidupan cinta.
Garis Takdir (Fate Line)Â yang mengungkapkan mengenai karir dan keberuntungan.
Garis Perkawinan (Marriage Line)Â yang mewakili hubungan dan perkawinan.
Palmistry adalah salah satu seni yang merupakan bagian dari Metafisika Tiongkok yang membahas mengenai takdir dan nasib manusia. Ilmu-ilmu ini memegang prinsip bahwa manusia telah membawa tanda lahir yang akan menceritakan siapakah dirinya nanti.
Ilmu ini cukup diyakini keakuratannya, walaupun beberapa praktisi mengatakan bahwa seni membaca garis tangan adalah ilmu yang paling dasar dan hanya merupakan indikator awal, dibandingkan dengan ilmu sejenis seperti Mian Xiang (Wajah), Ba Zhe (Tanggal Lahir), ataupun I-Ching (nama).
Baca juga:Â Mian Xiang dan Physiogonomy: Ketika Timur dan Barat Kompak dalam Seni Membaca Wajah
Meskipun berasal dari dunia timur, namun ternyata ilmu ini telah merambah ke daratan Eropa berabad yang lalu.
Literasi awal mengenai ramalan garis tangan diungkapkan oleh John Lydgate (1370 -- 1451), seorang biarawan dan penyair pada karyanya yang berjudul Assembly of Gods Document dan Michael Scotts pada bukunya yang berjudul  De Physiogonomy (1470).
Namun Palmistry menjadi terkenal di kalangan warga Eropa, setelah Marie Anne Le Nomand, seorang wanita paranormal Prancis yang terkenal sebagai pencipta Kartu Tarot jenis Le Nomand, sukses membacakan garis tangan Napoleon Bonaparte dan Josephine dan membawa dirinya menjadi sosok yang berpengaruh di Perancis kala itu.
Akan tetapi meskipun sudah lama dikenal, namun nasib Palmistry dan berbagai jenis metode divinasi lainnya tidak bertumbuh dengan subur pada abad pertengahan di Eropa, karena dianggap sesat.
Barulah pada abad 19, dimana masyarakat Eropa mulai menaruh minat terhadap okultisme, yang dipengaruhi oleh pendatang dari Persia. Hal ini kemudian membuat Dr. Carl Carus, seorang fisiologis dan pelukis asal Jerman yang kemudian pertama kali menyatukan ilmu Palmistry dengan ilmu kepribadian dari sisi psikologi.
Hingga saat ini masih banyak yang meyakini bahwa garis tangan adalah penentu nasib. Pada tahun 2011, ada sebuah fenomena di Jepang, yang meyakini bahwa melakukan operasi merubah garis tangan ternyata dapat mengubah nasib.
Meskipun banyak pengakuan orang Jepang yang merasa nasibnya telah berubah secara misterius, setelah melakukan operasi garis telapak tangan, namun ada juga yang bersikap skeptis terhadap hal ini.
dr. Takaaki Matsuoka, seorang ahli bedah plastik mengatakan bahwa meskipun ia tetap melayani permintaan pasien, namun dirinya tidak terlalu yakin dengan teori tersebut. Ia mengatakan bahwa nasib justru sangat bergantung dari bagaimana seseorang berpikir dan bersikap.
Terlepas apakah mengubah garis tangan dapat mengubah nasib, ada dua fakta menarik yang dapat mendukung teori ini, yaitu: 1) Garis tangan adalah merupakan identitas pribadi dari setiap orang yang berbeda, dan 2) Garis tangan ternyata mengalami perubahan, sebagaimana kehidupan manusia yang selalu berubah.
Pada tahun 2004, penulis pernah menemani kakak memeriksakan anaknya yang bernama Emily, ke dokter anak. Pada saat itu, kakak hendak memastikan kesehatan si Emily sebagai anak Down Syndrome.
Pernyataan mengejutkan datang dari sang dokter, "Kamu tahu gak, kalau orang Down Syndrome hanya memilki satu lipatan tangan saja. Istilah kedokterannya adalah Simian Crease, Â pada ilmu Palmistry, Love Line dan Wisdom Line tergabung menjadi satu" Menarik bukan?
SalamAngka
Rudy Gunawan, B.A., CPS
Numerolog Pertama di Indonesia -- versi Rekor MURI
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H