Mohon tunggu...
Acek Rudy
Acek Rudy Mohon Tunggu... Konsultan - Palu Gada

Entrepreneur, Certified Public Speaker, Blogger, Author, Numerologist. Mua-muanya Dah.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Dewa Itu Pintar, tapi Jangan Tanya Soal "Porkas"

17 Mei 2020   14:24 Diperbarui: 17 Mei 2020   14:36 777
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

(Kelirumologi tentang Eksorsime)

Setan itu Pintar, tapi Jangan Tanya Soal Sepak Bola (Kesakisan tentang Eksorsisme). Ini adalah judul artikel yang dibuat oleh sahabat Kompasianer, Romo Bobby, dan artikel lengkapnya dapat dibaca disini.

Jujur ya, artikel ini sudah ditunggu oleh penulis beribu ribu detik lamanya, dan alhamdulilah, akhirnya kesampaian juga (lebay ah).

Penulis meninggalkan tulisan singkat pada kolom komentar laman Romo Bobby, mengisahkan pengalaman dari seorang kawan yang pernah bertemu dengan seseorang yang dimasuki oleh "Dewa", lengkap dengan jubah, jenggot panjang pajangan, dan golok yang terhunus.

Untuk meramaikan acara, pengurus kelenteng kemudian membuka kesempatan bagi setiap pengunjung yang ingin berkonsultasi dengan sang "Dewa". Kawan yang iseng kemudian mengambil kesempatan dengan bertanya urutan nomer buntut "porkas" yang akan keluar minggu depan.

Sontak sang "Dewa" menjadi marah besar, dan mengejar kawan berserta seluruh teman-temannya, keliling Kelenteng. Entah karena mau diberi pelajaran mengenai dosa, atau sang "Dewa" marah karena tidak tahu jawabannya.

Sebagai seorang keturunan Tionghoa yang masih menganut agama leluhur, penulis cukup sering bertemu dengan para "Dewa" yang merasuki tubuh manusia terpilih.

Antara percaya dan tidak percaya, penulis kadang sering bertanya dalam hati, apakah betul sang Dewalah yang turun ke bumi untuk menolong sesama manusia melalui medium yang terpilih? Jika iya, tujuannya apa? Show off? Atau benar-benar membantu?

Sebabnya, kadang mereka yang kerasukan "Dewa" tidak banyak omong, hanya bergerak-gerak tidak karuan, layaknya seseorang yang, hmmm... apa ya namanya? Oh ya, kerasukan.  

Namun praktik ini sendiri banyak ditemukan di banyak negara di Asia yang memiliki basis penganut Taoisme. Praktik Tatung atau sebutan untuk mereka yang memiliki keahlian sebagai medium banyak ditemukan di negara seperti Singapura, Malaysia, dan juga Taiwan.

Di Indonesia sendiri, para Tatung banyak ditemukan pada saat perayaan imlek Cap Go Meh. Kota Singkawang menjadi salah satu kota yang paling terkenal dengan atraksi Tatungnya. Bukan hanya satu atau dua orang, namun ribuan jumlahnya.

Para Tatung yang sedang kerasukan ini gemar menunjukkan kehebatannya dengan menyayat diri dengan benda-benda tajam. Beberapa dari mereka bahkan ada yang mengiris lidah dan menusukkan kawat berduri ke dalam mulut dan pipi

Foto Tatung. Sumber: Kompas.com
Foto Tatung. Sumber: Kompas.com
Sebagai seseorang yang selalu berpikir, penulis mencoba untuk tidak beropini terhadap kekuatan dari para Tatung, namun kawan yang suka nyinyir, kadang mengatakan bahwa praktik tersebut adalah urusannya setan, bukanlah Dewa. Tapi dalam kenyataannya, Tatung sendiri sudah merupakan bagian dari kearifan lokal di Singkawang, lho.

Dengan demikian, maka masalah "Dewa" atau "Setan", haruslah kembali kepada pribadi masing-masing, dan bukan urusan manusia yang menilai keberadaan mereka.

Untuk membaca cerita lengkap mengenai Tatung, penulis telah memilih sebuah artikel bagus dari Kompas.com yang bisa dibaca disini.

Menurut Romo Bobby, meskipun praktik eksorsisme sangat kental dengan tradisi kepercayaan Katolik, namun sebenarnya praktik ini juga dikenal luas oleh berbagai kepercayaan dan kebudayaan yang beragam.

Dalam kepercayaan Taoisme sendiri, tersebutlah para Pendeta Tao yang khas dengan jubah berwarna kuning dan sering dilihat pada film-film Hongkong bertemakan "Vampire" di tahun 90an.

Lengkap dengan peralatan tempur, seperti pedang panjang, kaca cembung, dan dupa sembahyang, musuh mereka sering digambarkan sebagai mayat hidup ala China.

Dalam beberapa kebudayaan, peranan Suhu Tao ini masih terasa sangat penting, khususnya pada perayaan besar keagamaan atau prosesi hari besar kemanusiaan. Tujuannya untuk mengusir roh jahat yang menghalangi jalan.

Penulis mempunyai sebuah pengalaman unik dengan salah satu almarhum pendeta Tao yang dikenal dengan nama Zhang Shien Shen (Tuan Zhang). Awal perkenalan terjadi pada tahun 1984.

Beliau adalah seorang mantan Bhiksu Thailand yang kemudian merasa terpanggil untuk menyalurkan bakatnya yang konon sudah diwarisi sejak lahir dari para leluhur.

Tampang beliau sih biasa-biasa saja, kecuali telinganya yang lebar seperti patung Dewa Maitreya, dan kakinya yang super besar dengan sepatu nomer khusus berukuran 50.

Pada saat itu, kakek penulis baru saja meninggal, dan keluarga merasa perlu untuk mengundang seorang pendeta Tao untuk memimpin acara kerohanian, agar almarhum dapat tenang di alam surga.

Tidak banyak memori yang penulis ketahui, karena usia yang masih sangat muda pada saat itu, namun yang penulis ingat, Tuan Zhang ini memiliki segudang "ilmu" yang tidak biasa, termasuk berbicara dengan almarhum sang kakek.

Ia bahkan bisa mengetahui jumlah uang dalam kantong kakek sesaat sebelum beliau meninggal.

"32.150 rupiah, harap dibagikan kepada seluruh anak anak, dengan perincian bla-bla-bla." Alhasil uang yang dibagikan itu kemudian dijadikan jimat kesuksesan bagi seluruh keluarga.

Selain itu, Tuan Zhang ini juga memiliki kelebihan untuk membaca petunjuk alam dan tanda-tanda langit. Bayangkan, pada saat merubah batu nisan kakek, sang Maestro ini mengambil paku dan palu, untuk menyuil tulisan pada batu nisan.

Setelah meminta seluruh anak dan cucu bersujud di depan makam kakek, Zhang Shien Shen kemudian memukulkan paku dengan palu di tangan sebanyak dua kali.

Bagaikan Dewa Thor dalam film the Avengers, dua kali ketokan, mendatangkan dua kali kilatan petir di tengah cuaca yang tiba-tiba mendung. Aneh bin ajaib, setelah prosesi selesai, langit kembali cerah seperti semula.

Namun yang paling menarik adalah kisah dari Zhang Shien Shen yang mengusir setan dalam tubuh anak seorang sahabat ayahanda. Caranyapun sederhana, tidak serumit film Hong Kong.

Mendekati sang anak yang kerasukan, memegang kepalanya, mulut berkomat-kamit, hasilnya sang anak kembali normal dalam hitungan detik.

Penulis tidak ingin menimbulkan gagal paham. Setiap pembaca mungkin memiliki keyakinannya sendiri, yang jelas artikel ini dibuat apa adanya, tanpa adanya opini yang mengikuti.

Mengambil makna dari tulisan Romo Bobby, penulis setuju bahwa eksorsisme adalah bentuk pelayanan rohani untuk membebaskan kuasa kegelapan. Bahwa tugas mulia ini hanya dapat dijalankan oleh orang-orang terpilih oleh sang Kuasa.

Dengan melihat kenyataan bahwa proses eksorsisme berada dalam berbagai bentuk kepercayaan dan kebudayaan, maka seharusnya kita sadar bahwa Tuhan telah memberikan anugrahNya yang besar kepada seluruh umat manusia tanpa memandang suku, ras, dan juga agama.

SalamAngka

Rudy Gunawan, B.A., CPS

Numerolog Pertama di Indonesia -- versi Rekor MURI

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun