Mohon tunggu...
Acek Rudy
Acek Rudy Mohon Tunggu... Konsultan - Palu Gada

Entrepreneur, Certified Public Speaker, Blogger, Author, Numerologist. Mua-muanya Dah.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Hobi Tanpa Teknologi, 9 Kenangan yang Tidak Bakalan Bikin Mati Gaya

16 Mei 2020   13:10 Diperbarui: 16 Mei 2020   13:20 187
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Yukkk, kumpullll..." Teriakan ayahanda membahana di atas loteng rumah toko jaman dulu. Waktu menunjukkan pukul 20.00 dan lampu "stronking" menjadi satu-satunya sumber cahaya.

Rumah kecil yang ditinggali oleh kakek, nenek, hingga ke cucu, tidak kalah dengan mobil yang dipromosikan bisa memuat 3 generasi. Tidak ada yang terbatasi, ruang sempit selalu membawa sensasi.

Teriakan sang ayah menandai waktunya bermain monopoli. Iya, permainan jadul yang melibatkan diri menjadi cukong properti. Modelnya sederhana, dengan modal "uang" secukupnya, pemain tinggal memutuskan properti apa yang akan dibeli, sambil berharap tidak kejeblos ke dalam penjara.

Penulis yang masih kecil, selalu menanti momen ini. Konon memiliki bakat terpendam, selalu terlibat menjadi bankir. Tugasnya sederhana, cukup menukar uang saja.

Namun di malam yang gelap itu, penulis tidak mendapatkan giliran, karena kebetulan sepupu dari Surabaya datang menginap. Atas nama penghormatan kepada tamu, Koh Ronny lah yang menjadi bankir pada malam hari itu.

Dasar anak kecil, ngambek, nangis, caper, tidak dihiraukan lagi. Jengkel, marah, emosi, akhirnya papan monopoli pun jadi sasaran amukan. Ambyar deh...

Penulis kembali mengingat, ternyata pernainan papan monopoli, bukan satu-satunya yang bisa menyenangkan hati. Di jaman dulu, pada saat kota Makassar masih terasa sepi, Social Distancing memiliki warna tersendiri.

Sejarah berulang lagi, sepertinya alam menginginkan kita semua kembali menekuni kegemaran masa kecil yang sudah lama terabaikan. Nah, bagi Kompasianer yang ingin mencari alternatif penebus rasa bosan ala jadul, ini ada beberapa ide:

Ludo

Sudah bertransformasi menjadi gim on-line, namun di jaman dulu, tanpa teman, permainan ini tidak mungkin dinikmati. Bersama ayah, bunda, dan kakak. Permainan ini bisa dimainkan dengan sangat sederhana.

Cukup melempar dadu dan menghitung langkah pion warna-warni menuju garis finish. Tidak ada keahlian khusus, hanya perlu melihat, siapa yang lebih Hokki.

Gambar permainan Ludo. Sumber: tokopedia.com
Gambar permainan Ludo. Sumber: tokopedia.com
Ular Tangga
Permainan yang juga mengharapkan hokki ini, juga tidak kalah sederhana. Nasib sangat bergantung kepada lemparan dadu yang akan membawa langkah pion menuju ke kotak ular atau tangga. Pemenang adalah pemain yang terlebih dahulu mencapai kotak ke-99 pada papan.

Kartu Kwartet
Mungkin sudah jarang terdengar, namun di tahun 70an, popularitas kartu kwartet tidak kalah dengan gim on-line jaman sekarang. Sebabnya, selain dapat dimainkan oleh 4 orang, gambar-gambar berseri dalam kartu kwartet juga bisa dikoleksi.

Cara permainan, sedikit lebih rumit, karena harus mengingat kartu pasangan yang dimiliki oleh lawan. Pemenang ditentukan dengan jumlah kartu kwartet berseri yang dimiliki.

Foto Kartu Kwartet. Sumber: tokopedia.com
Foto Kartu Kwartet. Sumber: tokopedia.com
Kartu Wayang
Nah, zaman dulu, penulis memiliki koleksi kartu wayang sebanyak 3 kaleng biskuit Khong-Guan. Dijual dalam satu lembaran besar, kartu wayang dapat digunting menjadi potongan yang berjumlah 52 lembar kecil.

Sedianya hanya dimaksudkan sebagai koleksi, namun dasar anak kecil, permainan adu-adu angka sudah menyerempet ke judi. Yang menang berhak atas kartu wayang lawannya. Polemik kartu wayang ini yang paling sering melibatkan penulis adu fisik dengan teman sekolah.

Foto Kartu Wayang. Sumber: idntimes.com
Foto Kartu Wayang. Sumber: idntimes.com
Halma
Banyak yang tidak tahu, bahwa nama sebenarnya dari Halma adalah Chinese Checker. Aturannya sederhana dan dapat dimainkan oleh 2 hingga 6 pemain. Mendapatkan giliran, setiap pemain diwajibkan untuk mengisi daerah segitiga tujuan terlebih dahulu.

Dam
Bahasa Inggrisnya adalah Checker, permainan yang juga memerlukan strategi sederhana ini bertujuan untuk melenyapkan seluruh pion lawan. Dapat dimainkan oleh dua orang, dan sampai sekarang penulis masih melihat banyak orang memainkannya di pinggir jalan.

Catur
Tidak dapat dipungkiri lagi, catur telah memegang rekor sebagai permainan kuno yang masih eksis dan popular hingga hari ini. Dimainkan oleh dua orang pada sebuah papan kotak-kotak berukuran 8x8 petak, dalam kelompok hitam putih.

Diyakini memiliki banyak nenek moyang seperti Chaturanga dari India, Xianggi (China), dan Shogi (Jepang), catur mulai dikenal di Eropa pada abad ke-9, saat terjadi penaklukan Hispania oleh Umayyah (sumber: Wikipedia).

Karambol
Sedikit naik level dengan peralatan yang lebih canggih. Papan persegi empat ini bisa dimainkan oleh 4 orang sekaligus. Mirip permainan bilyar yang memasukkan bola ke dalam lubang, karambol menggunakan keahlian menjentikkan tangan pada biji bulat pipih. Jangan lupa menaburkan tepung kanji di atas papan, agar biji kerambol dapat menjadi licin terhantar.

Papan Permainan Karambol. Sumber: m.gomuslim.co.id
Papan Permainan Karambol. Sumber: m.gomuslim.co.id
Beberapa permainan lain lagi, seperti kelereng, petak umpet, lompat tali, dan lain sebagainya juga menjadi alternatif permainan masa kecil, namun sayangnya permainan tersebut melibatkan kerumunan massa yang lumayan banyak dan harus dimainkan di luar rumah. Oleh sebab itu, tidak disarankan selama masa pandemi.

Masa pandemi membuat sebuah era baru dalam peralihannya yang disebut sebagai New Normal. Istilah yang menyatakan bahwa pada akhirnya apa yang menjadi kebiasaan sudah tidak akan lagi dilakukan, dan apa yang dulunya tidak bisa akan menjadi sangat normal.

Hal-hal baru yang membatasi gerakan sosial, akan tercipta dengan sendirinya. Sebagian mungkin merupakan ide baru yang belum terpikirkan sama sekali, namun tidak sedikit juga yang merupakan kebiasaan lama yang sudah terlupakan. Pada akhirnya, kesederhanaan hidup yang menjadi kebiasaan para nenek moyang, akan kembali bermakna. Salah satunya dan yang terutama adalah berdamai dengan alam.

Nah, bagaimana dengan Kompasianer, apakah memiliki pengalaman masa kecil yang mungkin dapat dibangkitkan kembali? Atau mungkin jejak-jejak masa lalu masih tersimpan dalam laci tersembunyi. Jangan pelit, tidak usah malu, ayo bagikan dengan kaum Milenial!

SalamAngka
Rudy Gunawan, B.A., CPS
Numerolog Pertama di Indonesia -- versi Rekor MURI

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun