Mohon tunggu...
Acek Rudy
Acek Rudy Mohon Tunggu... Konsultan - Palu Gada

Entrepreneur, Certified Public Speaker, Blogger, Author, Numerologist. Mua-muanya Dah.

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Puisi | 22.04. Selamat Hari Bumi

21 April 2020   18:56 Diperbarui: 24 April 2020   11:34 708
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Jika aku bisa melihat dalam kegelapan, maka 4,543 milyar adalah angka yang menemanimu terlelap. Berharap tidak menjadi durhaka, semoga kegelapan tidak pernah terkuak. "Aku tidak tahu umurmu yang sebenarnya."

Jika aku bisa menerka dalam terangnya cahaya, maka 510,1 juta km2 adalah angka yang mendampingimu terjaga. Berharap tidak menjadi durjana, semoga cahaya tidak pernah redup. "Aku belum pernah memelukmu."

Sekian lama telah berlalu sejak Engkau mengizinkanku menginjak wajahmu. Namun belum sekalipun aku menengok ke bawah mengucapkan terima kasih.

Sekian lama telah berlalu sejak Engkau membiarkanku menjajahmu. Namun belum sekalipun aku menengok ke bawah untuk berbagi kasih.

Aku mendongak ke atas, mengagumi kawan-kawanmu yang bernama Dewa-Dewi, namun aku lupa kalau namamu sebenarnya adalah "yang terinjak".

Aku melihat kebawah, memandang jijik tanah berburik, namun aku lupa disanalah aku akan berpijak, menemanimu bersama Sang Dewa-Dewi. 

Betapa naifnya kehidupan ketika mereka melupakan sang ibu pertiwi. Kesabaranmu telah menumbuhkan kecongkakan kami. Kesetiaanmu tak membuat kami jera. Keindahanmu sudah membuat kami takabur.

Engkau adalah tempat berpijak yang harus selalu ada.

Betapa indahnya kehidupan ketika mereka menyia-nyiakan ibu pertiwi. Bagaikan anjing yang mengais kotoran, tikus yang membawa penyakit, burung yang memakan bangkai.

Engkau adalah tempat berpijak yang tidak pernah ada.

Kami menyalahkan Tuhan atas murkamu, dan Engkau tidak senang akan itu. Mengingat jasa sang pencipta, Engkau tetap setia berputar mengikuti arahannya.

Kami menyalahkan Tuhan atas tangismu, dan Engkau tidak menerima itu. Mengingat konsekuensi ketidakseimbangan alam, Engkau tidak pernah berhenti berputar.

Hujan berada dalam puisi, senja menemani kasih, kopi menjadi pelipur lara. Namun engkau selalu terlupakan, bahkan dalam cerita roman picisan sekalipun.

Sekian tahun terasa lama, dan berharap akan selamanya disana, namun tak sedetikpun aku memikirkan kehadiranmu. Lilin aku tiup setiap tahun, berharapmu selalu ada dalam genggamanku, namun aku lupa, kamulah yang merubah setiap angka diatas kue ulangtahun.

Sekian tahun terasa cepat, dan berharap agar putaran roda waktu akan terhenti untuk sesaat, namun engkau menggumam lirih "Jangan... Biarkanlah aku bekerja, karena aku menyayangimu melebihi dari apa yang engkau pernah tahu."

Selamat Hari Bumi, 22.04.2020

SalamAngka

Rudy Gunawan, B.A., CPS

Numerolog Pertama di Indonesia -- versi Rekor MURI

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun