Sejak corona menampakkan batang hidungnya pada akhir tahun 2019, hingga saat ini, obat corona belum juga ditemukan. Ini maunya apa?
Kemajuan tehnologi di dunia seperti 5G,6G, dan berbagai G yang konon kabarnya lebih cepat dari kecepatan cahaya pun belum mampu mendukung kecepatan manusia menemukan obat corona. Ini maunya apa?
Penduduk dunia yang katanya sudah mulai meningkatkan imun dan iman pun tidak mampu menghalangi kecepatan penyebaran virus dengan kecepatan doa. Ini maunya apa?
Penulis kemudian berpikir sambil gigit-gigit jari. Andaikan... Cerita silat dunia Kang-Auw memang benar ada, maka mengapa kesederhanaan alur cerita tidak dapat dijadikan filsafat dalam menemukan obat corona?
Penulis mengingat cerita dalam serial Pendekar Memanah Burung Rajawali, pada saat sang jagoan utama, Kwee-Ceng terkena racun mematikan dari si Racun Barat, Auw Yang Hong.
Sekarat menunggu ajal, datanglah seekor ular besar beracun yang siap memangsanya. Alih-alih jadi mangsa ular raksasa itu, ditengah keputusasaan, Kwee-Ceng balik mengigit sang ular dan menghisap darahnya yang penuh racun.
Racun ketemu racun, alhasil sang pendekar legenda hidup kembali, karena racun dalam tubuh ular ternyata merupakan penawar bagi racun mematikan Auw Yang Hong. Â Â
Andaikan, andaikan saja kisah Kwee-Ceng sang Pendekar Pemanah Burung Rajawali ini benar-benar ada. Namun, disaat jeda meminum kopi, ternyata penulis mendapatkan berita bahwa legenda Kwee-Ceng ini telah muncul di dunia sebagai ksatria piningit pemberantas virus corona.
Dan yang lebih mengejutkan lagi, ternyata ia adalah Jusuf Kalla, iya JK mantan wakil presiden RI dalam dua periode berbeda.
Sebagaimana dilansir dari sumber:
PMI (Palang Merah Indonesia) telah bekerja sama dengan Eijkman Institute for Molecular Biology tengah menyiapkan obat corona yang diambil dari susunan dasar plasma darah dari spesimen penderita Covid-19.
Menurut JK, sistem pengobatan mengambil plasma darah dari penderita virus yang sudah sembuh dianggap sangat manjur. Lebih lanjut lagi, JK mengatakan bahwa obat ini dapat mengubah sistem antibodi seseorang menjadi kebal virus corona dalam waktu tiga minggu.
Indonesia bukan menjadi negara pengembang satu-satunya. Sistem ini telah diuji coba di negara China dan Korea Selatan dengan metode yang sama, namun pembuatan yang dilakukan secara mandiri oleh Indonesia ini untuk menunjukkan kepada negara lain bahwa Indonesia masih sanggup menangani situasi pandemi dengan menciptakan obat antibodi sendiri.
Diharapkan produksi obat ini akan rampung dalam dua hingga tiga bulan ke depan.
"PMI adalah satu-satunya lembaga yang punya pengolahan plasma darah di 15 tempat di daerah. Semua lembaga itu kita kerja sama agar Indonesia punya sumbangan kepada internasional. Pada dunia bahwa kita juga mampu punya pengobatan yang baik tidak selalu bergantung pada luar saja," ujar JK.
Entah angin apa yang merasuki, ditengah situasi yang tidak pasti, kabar gembira datang menghampiri. Tidak menjadi solusi yang pasti, namun PMIÂ telah menunjukkan sebuah kontribusi yang tinggi.
Semoga cerita pandemi akan sama dengan kisah Pemanah Burung Rajawali.
Setelah memenangkan perang dan mengusir penjajah, sang Pendekar Rajawali, Kwee-Ceng akhirnya menikah dengan istrinya Oei-Yong. Mereka hidup berbahagia selamanya dan saling berpelukan tanpa takut akan terinfeksi virus corona lagi.
Sumber:
SalamAngka
Rudy Gunawan, B.A., CPS
Numerolog Pertama di Indonesia -- versi Rekor MURI
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H