Mohon tunggu...
Acek Rudy
Acek Rudy Mohon Tunggu... Konsultan - Palu Gada

Entrepreneur, Certified Public Speaker, Blogger, Author, Numerologist. Mua-muanya Dah.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

La Peste (Sampar), Ketika Wabah Kematian Adalah Orgasme yang Mengerikan

4 April 2020   17:10 Diperbarui: 4 April 2020   17:33 886
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Foreplay dilukiskan sebagai sentuhan para dokter yang menjadi kaki tangan penguasa untuk menyingkirkan warga yang terkena penyakit.   

Dengusan nafas yang terengah-engah, memeluk mesra badai pandemi Covid-19, membuat kita waspada, akankah mahakarya Camus menjadi sebuah kenyataan?

Ternyata Wabah pes yang menyerang Eropa di abad ke-13, juga menyebar sampai ke Kabupaten Malang dengan jumlah korban berjatuhan sangat banyak.

Apa yang terjadi di Eropa menjadi ilham dari penulis dan filsuf Prancis keturunan Aljazair ini terpesona, tidak beda jauh dengan apa yang terjadi di bumi Nusantara pada era kolonial.

Masyarakat asli dipandang sebagai nomer kesekian kalinya oleh Pemerintah Hindia Belanda atas kejadian wabah pes di tahun 1911. Dokter Belanda yang seharusnya terikat sumpah untuk menyelamatkan nyawa manusia enggan turun ke desa-desa untuk meninjau apalagi mengobati, karena takut tertular.

Mereka lebih memilih banteng pertahanan di Kawasan Klojen yang teratur dengan air yang bersih, dan bertindak sebagai pelindung warga Eropa yang belum tentu terkena dampak Pes yang mematikan.

Demikian pula dengan fasilitas medis yang diskriminatif, misalnya barak medis bagi orang Eropa yang lebih bagus dan bersih, dibandingkan dengan milik pribumi yang atapnya terbuat dari rumbia.

Dikala superioritas bangsa Eropa yang diagung-agungkan pada saat itu takut dengan kematian, muncullah pahlawan sebenarnya yang mengedepankan kemanusiaan diatas segala-galanya.

dr Cipto Mangunkusumo, dr. Sutomo, dan dr. Sudirman turun lagsung ke Malang di Jodipan, Kabalen, Kasin, Temenggungan, dan Pecinan, bekerja keras sebagai sukarelawan kemanusiaan dan berjasa mengatasi wabah pes.

Sumber: Jpnn.com
Sumber: Jpnn.com
Bukan hanya mengobati dan menyembuhkan, dr. Cipto Mangunkusumo juga menunjukkan eksistensi sebagai manusia dengan melakukan tindakan kemanusiaan, seperti memungut seorang anak perempuan yang ditinggal pergi oleh kedua orangtuanya yang meninggal akibat penyakit pes.

dr. Cipto Mangunkusumo mendapat bintang jasa Navau Van Oranje yang kemudian ditolaknya sebagai bentuk protes terhadap kebijakan Pemerintah Belanda terhadap rakyat sebangsanya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun