Para Preppers sekarang menjadi terkenal, karena ditengah kondisi panic buying, mereka telah memiliki apa yang dibutuhkan selama berbulan-bulan.
Nander Knobben, salah seorang Prepper asal Belanda, mengaku dirinya banyak dimintai bantuan untuk menyediakan supplai perlengkapan bertahan hidup yang mulai langka di pasaran. Beberapa di antaranya seperti makanan siap saji, radio, baju hazmat, masker gas, hingga filter air.
Demikian pula dengan Lincoln Miles, prepper asal Inggris yang mengatakan bahwa dalam 3 bulan terakhir telah menjadi sangat terkenal. Dicari orang-orang untuk belajar tips bertahan hidup. Penjualan perlengkapan survival miliknya pun meningkat 20 kali lipat.
Journal of Marketing Management pada tahun 2019, menuliskan bahwa Prepper adalah sebuah sub kultur yang mulai terbangunkan setelah manusia semakin sadar akan bergeraknya Jam Kiamat (Doomsday Clock), yang merupakan sebuah simbol bagi Gerakan Survivalism ini.
Prepper yang dulunya dipandang sebagai sebuah sikap paranoid yang berlebihan, sekarang mulai mendapatkan tempat di tengah masyarakat. Dengan pandemi virus Corona, keberadaan mereka semakin dihormati. Berada di tengah krisis, memiliki suplai untuk bertahan hidup, adalah langkah yang rasional.
Sebuah laporan pada tahun 2017 yang dikeluarkan oleh U.S. Centers for Disease Control and Prevention (CDC), menyatakan bahwa hampir 50% keluarga di Amerika Serikat bahkan tidak memiliki kotak P3K di dalam rumah.Â
Sementara para Preppers bahkan telah menyiapkan ransel siap angkat yang berisikan berbagai peralatan untuk bertahan hidup di rumah masing-masing.
Bagaimana dengan Gerakan Preppers di Indonesia, sayangnya setelah penulis melakukan penelusuran, hanya terdapat sebuah akun facebook dengan nama Doomsday Prepper Indonesia Public Group. Tidak ada informasi lainnya.
Harus jujur, bahwa dalam situasi panik global, sangat sulit untuk tidak terlibat dalam panic buying, terlebih lagi pola hidup kota yang selalu mengandalkan ketersediaan jasa dan pelayanan yang dapat berhenti setiap saat, seperti contoh dalam kasus lockdown di beberapa negara.
Namun bertahan diri di tengah kepanikan kadang tidak harus dilakukan dengan memperbanyak stok bahan makanan di rumah, lagipula di tengah kepanikan, apakah kita dapat menentukan barang apa yang harus dibeli? Atau jangan-jangan hanya akan menjadi sampah kadaluwarsa nantinya.