Banyak cara untuk menunjukkan salam, baik secara verbal maupun gerakan tubuh, dan salah satu hal yang paling umum dilakukan adalah berjabat tangan.
Namun demikian, bagi sebagian budaya Timur, termasuk Indonesia, berjabat tangan adalah hal yang kurang pantas, apalagi dengan lawan jenis yang berbeda.
Secara kultural, sebagian besar orang di Asia menunjukkan salam dengan tidak saling bersentuhan. Gerakan seperti membungkuk, menganggukkan kepala, atau ber-anjali (menempatkan dua tangan yang bersentuhan didepan dada) adalah hal yang lebih umum dilakukan.
Selain itu berbagai budaya juga menunjukkan perilaku yang berbeda-beda. Orang Eropa misalnya, saling berpelukan dan berciuman (dipipi) dan Orang di Congo saling menyentuhkan dahi.
Apapun caranya, aneh atau tidak, semuanya tergantung dari perasaan nyaman.
Kita mungkin menganggap menjulurkan lidah adalah sebuah tindakan penghinaan. Lain halnya bagi para sahabat di Tibet, menjulurkan lidah dianggap sebagai tanda persahabatan.
Selidik punya selidik, ternyata berhubungan dengan sebuah legenda kuno. Konon kabarnya, dahulu kala pernah ada seorang raja kejam yang memiliki lidah hitam. Orang Tibet sangat memercayai reinkarnasi, oleh sebab itu, menjulurkan lidah hanya untuk membuktikan bahwa mereka bukanlah titisan raja jahat itu.
Lama kelamaan tradisi menjulurkan lidah yang sudah berlangsung selama berabad-abad ini kemudian menjelma menjadi sambutan adat semata.
Perasaan nyaman adalah sebuah standar yang berlaku pada masyarakat dan budaya. Norma kesopanan adalah tidak melanggar moralitas, apalagi kesusilaan.
Namun apa yang terjadi di Nepal, Himalaya dapat membuat siapapun geleng-geleng kepala. Pasalnya ada suku yang memiliki tradisi yang cukup aneh.
Merupakan hal yang lumrah, jika para suami membagi istrinya dengan lelaki lain.
Namun, jika nyawa taruhannya alasan kesusilaan dapat dianggap sebagai hal kedua. Tradisi unik ini "hanya" dimaksudkan untuk kelangsungan hidup semata.
Konon kabarnya lahan bertani di Himalaya sangatlah minim, sehingga untuk mencegah ketidakadilan dan konflik, maka mereka membuat seluruh penduduk menjadi saudara dengan cara berbagi istri.
Untung ya, lahan pertanian di Indonesia cukup luas... Kalau tidak... Hmmm...
Kembali ke kebiasaan berjabat tangan...
Sejarah paling awal mengenai kebiasaan berjabat tangan telah ada dari abad ke-5 SM di Yunani. Bagi masyarakat kuno, gestur berjabat tangan ini dilakukan untuk memastikan tidak ada senjata yang tergenggam atau tersembunyi. Â
Lama kelamaan hal ini kemudian berubah menjadi sebuah simbol persahabatan dan perdamaian.
Meskipun berjabat tangan masih sangat umum dilakukan, namun prosesi ini ternyata juga sudah mengalami evolusi.
Salam Komando adalah salah satu diantaranya. Jabatan tangan tetap dilakukan, namun dengan gerakan tambahan dimana telapak tangan dibalik dan digenggam erat.
Demikian juga dengan istilah fist bump yang akhir akhir ini menjadi sangat popular. Gerakan ini dimulai di negara Amerika Serikat dan umum dilakukan oleh para atlit dan kawula muda.
Caranya adalah dengan saling menyentuh ujung tangan yang sudah terkepal. Menjadi lebih popular setelah presiden AS yang ke-44, Barrack Obama juga melakukan gestur salam ini didepan publik.
Berdasarkan survei, 49% dari penduduk AS lebih menyukai salam ini dibandingkan dengan jabat tangan konvensional.
Fist bump ini menjadi popular karena selain lebih trendy, juga lebih simpel. Namun ternyata ada alasan lain dibalik gestur modern ini.
Beberapa peserta survei juga menyatakan bahwa salam fist bump ini dapat membuat mereka lebih tidak terekspos dari kuman dan penyakit yang berasal dari telapak tangan. Â Â
Benar juga, kebiasaan mencuci tangan adalah hal yang paling sulit dilakukan pada saat sekarang. Apalagi jika dilakukan di Kenya dan Tanzania.
Tradisi lokal di negara benua Afrika ini adalah meludahi tangannya dan setelah itu barulah menjabat tangan.
*****
Dari fakta sejarah yang ada, kita dapat menyimpulkan bahwa mengucapkan salam adalah sebuah pernyataan perdamaian untuk menunjukkan perasaan aman disekitar kita.
Hal ini juga diperlukan untuk mempererat hubungan diantara ras manusia yang tidak pernah lepas dari pertikaian dan ancaman.
Saat sekarang, Virus Corona telah memperlebar jarak kemanusiaan. Semata mata disebabkan karena adanya perasaan tidak aman akan penyakit menular.
Masker candaan tidak saja diperuntukkan untuk melindungi diri dari penyakit, namun tanpa disadari telah berubah menjadi pembatas yang membedakan. Â
100 tahun dari sekarang, bisa saja gestur salam berubah menjadi menutup mulut dan hidung. Semoga tidak terjadi...
Sumber:
deepenglish.com | international.sindonews.com | bobo.grid.id | detakkampar.co.id
SalamAngka
Rudy Gunawan, B.A., CPS
Pythagorean Numerologist
Numerolog Pertama di Indonesia -- versi Rekor MURI
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H