Mohon tunggu...
Acek Rudy
Acek Rudy Mohon Tunggu... Konsultan - Palu Gada

Entrepreneur, Certified Public Speaker, Blogger, Author, Numerologist. Mua-muanya Dah.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Ganja Tidak Berdosa, Mengapa Harus Dilegalkan?

3 Februari 2020   21:47 Diperbarui: 3 Februari 2020   21:53 791
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Legalisasi Ganja, Ya atau Tidak?

Sebelum menjawab pertanyaan diatas, ada bagusnya jika kita melihat ganja dari beberapa aspek yang berbeda.

Perlu diketahui bahwa dalam undang undang no 5 tahun 1997, mengenai psikotropika, ganja termasuk dalam narkotika golongan 1, setaraf dengan produk haram lainnya seperti Heroin, Sabu-sabu, dan Kokain.

Oleh sebab itu, jika berpacu kepada undang undang tersebut, bagaimanapun juga ganja adalah barang ilegal, yang akan menjadi susah untuk dilegalkan.

Selain itu, efek dari Ganja juga tidak berbeda dengan zat psikotropika lainnya. Memberikan pengaruh yang buruk terhadap kesehatan jasmani dan juga psikis. Bahkan pada dosis yang berlebihan, dapat berakibat fatal terhadap nyawa. Hal ini kemudian yang menjadi dasar, mengapa ganja masuk kedalam kategori barang illegal.

Namun sebenarnya jika ditelaah dari sisi medis, beberapa barang ilegal ini juga dapat berguna bagi manusia jika ditangani dengan baik, khususnya yang melibatkan penanganan medis.

Sebagai contoh, morfin pada dosis tertentu dapat berguna sebagai penghilang rasa sakit. Pada saat perang Vietnam, morfin ini cukup berjasa bagi tentara Amerika Serikat yang terluka.

Selain itu, mungkin banyak yang tidak tahu kalau sabu-sabu juga merupakan obat bagi penderita penyakit parah seperti, gangguan hiperaktivitas kekurangan perhatian atau narkolepsi.

Ganja sendiri juga dikenal sebagai tanaman yang memiliki banyak fungsi medis. Diantaranya adalah mencegah glaukoma, pembunuh beberapa sel kanker, dan juga memperlambat perkembangan Alzheimer.

Di Amerika Serikat sendiri, penggunaan beberapa zat psikotropika telah masuk sebagai daftar obat legal oleh FDA (Sejenis BPOM). Tercatat ada empat jenis obat yang dapat dikategorikan sebagai jenis narkotika yang telah mendapat izin peredaran medis sejak tahun 1980an di negeri Paman Sam ini.

Bahkan fakta kedokteran juga menyebutkan bahwa kandungan cannabinoid yang terdapat pada daun ganja, sebenarnya juga diproduksi oleh tubuh manusia, dan berfungsi sebagai penjaga konsentrasi, gerak tubuh, nafsu makan, dan peredam rasa sakit.

Hanya saja kandungan cannabinoid pada daun ganja memiliki efek simultan yang jauh lebih tinggi, sehingga jika dikonsumsi akan menimbulkan efek mabuk atau high. Hal ini kemudian menimbulkan masalah lain yang berbahaya bagi kesehatan.

Dalam beberapa kebudayaan, daun ganja bahkan diproduksi sebagai campuran bahan makanan, seperti pada beberapa jenis gulai, teh, dan juga kue tradisional.

Dengan demikian, maka dapat disimpulkan bahwa penggunaan ganja pada batasan normal, sebenarnya tidak terlalu memberikan efek bahaya yang serius dibandingkan dengan zat narkotika lainnya.

Namun yang jadi permasalahan di negara kita, adalah masalah tanggung jawab sosial. Negara kita sudah memiliki sejarah kelam atas peredaran bahan berbahaya ini. Entah sudah berapa banyak nyawa merenggang, berapa banyak harta benda yang melayang, dan berapa banyak anggaran pemerintah yang terhamburkan untuk mencegah peredaran narkotika di negeri kita.

Masalah narkoba akan selalu menjadi masalah sosial yang pelik. Namun pertanyaan apakah sebaiknya ganja dilegalkan, juga menjadi sebuah pertanyaan yang menggelitik siapa saja.

Beberapa fakta menarik dapat kita lihat dari cara penangangan beberapa negara mengenai legalitas ganja. Di Belanda misalnya, penggunaan daun ganja diperbolehkan secara umum. Hasilnya, Belanda menjadi negara dengan jumlah pengguna narkotika terendah di Eropa.

Di Amerika sendiri, sembilan negara bagian juga sudah melakukan hal yang sama, mengizinkan penggunaan ganja sebagai bentuk rekreasional. Kanada menjadi negara makmur pertama di dunia yang melegalisasi ganja pada pertengahan 2018 lalu.

Patri Handoyo, penulis buku War On Drugs; Refleksi Transformatif Penerapan Kebijakan Global Pemberantasan Narkoba di Indonesia, melihat fenomena yang terjadi di beberapa negara ini juga pernah mengusulkan program Dekriminalisasi kepada pemerintah.

Bukan tanpa alasan, idenya terbentuk setelah melihat besarnya anggaran pemerintah terhadap pemberantasan narkoba.

Patri memberikan contoh yang dilakukan oleh Portugal yang menerapkan dekreminalisasi sejak tahun 2011. Hasilnya, lima tahun setelah program itu berjalan, Portugal berhasil menurunkan angka overdosis tahunan dari 400 menjadi 290 kasus.

Hal ini juga berdampak bagi jumlah warga yang harus masuk penjara sehingga menjadi beban anggaran belanja negara. Akan lebih elok jika pemerintah dapat menggantikannya dengan program rehabilitasi yang jauh lebih murah dan manusiawi.

Hal senada juga pernah disampaikan oleh Menteri Hukum dan Ham, Yasonna Laoly. Beliau mengungkapkan keresahannya terhadap fakta kasus Narkotika di Indonesia. Dalam pernyataan usai memimpin upacara Peringatan Hari Bakti Pemasyarakatan di Lapas Cipinang pada tanggal 27 April 2019, beliau menyampaikan

"Di lembaga pemasyarakatan isinya 50 persen pengguna narkoba, dan di kota-kota besar jumlah terpidana narkotika mencapai 70 persen dari total warga binaan. Ini momok bagi pemasyarakatan."

Beliau juga menyampaikan bahwa pendekatan kesehatan seharusnya dilakukan menggantikan pendekatan hukum. Menurut dia, pengguna narkoba tidak berbeda dengan penderita sakit parah, sehingga harus diberikan pengobatan.

"Ini menjadi pertanyaan fundamental, pengguna (narkoba) itu mau kita hukum atau kita beri perawatan," ujar Yasonna.

Menyambung ide rehabilitasi, ada beberapa fakta unik mengenai program rehabilitasi yang telah dilakukan oleh beberapa negara lain di dunia.

Thailand misalnya, menggunakan spiritual melalui ritual pengobatan dan pendekatan agama untuk membebaskan penderita narkoba. Demikian juga di Brazil, rehabilitasi narkoba lazim dilakukan di gereja gereja Protestan. Pendekatan agama Kristen dengan meneriakkan "Tuhan Maha Besar" menjadi pemandangan yang umum di gereja gereja Brazil.

Lain lagi dengan Peru. Terapi halusinogen yang menyerempet ke hal mistis, yang dikenal dengan nama Spiritual Ayahuasca, menjadi pilihan bagi negara. Praktek ini dikecam oleh dunia medis, karena dapat mengakibatkan diare, sakit mata, bahkan kematian.

Yang menarik dari China, sebagai negara dengan populasi terbanyak. Ternyata pilihan kamp konsentrasi bagi para pengguna narkoba menjadi pilihan utama. Seluruh pengguna narkoba ternyata hanya memiliki dua opsi. Dihukum mati atau kerja paksa setengah mati.

*****

Pendekatan yang telah dilakukan oleh berbagai negara patut menjadi contoh bagi negara kita, sebelum memutuskan apakah ganja pantas untuk dilegalkan.

Setiap negara memiliki budaya dan kebiasaan tersendiri dalam menangani masalah yang dapat tergolong sebagai masalah sosial terbesar ini.

Bagi penulis, Indonesia adalah negara besar yang terdiri dari bermacam budaya. Tidak lupa juga bahwa negara kita adalah negara hukum dengan dasar yang berdaulat.

Namun diatas semua ini, menurut penulis, pendekatan kemanusiaan melebihi segalanya. 

Pendidikan keluarga adalah hal yang terutama sebelum memikirkan mengenai rehabilitasi. 

Pendidikan moral adalah hal terpenting sebelum memikirkan mengenai eksekusi mati. 

Pendidikan agama tidak seharusnya menjadi terlalu fanatik, sehingga obat obatan menjadi haram.

Terakhir, jika semua jalan sudah tertutup, ada bagusnya kita menerapkan sumpah pocong bagi para tersangka narkoba. Mudah mudahan berhasil.

Sumber: 1 2 3

SALAM ANGKA
Rudy Gunawan, B.A., CPS
Pythagorean Numerologist
Numerolog Pertama di Indonesia -- versi Rekor MURI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun