Sebuah pelajaran baru bagi penulis. Sebagai seorang Numerolog, yang berharap dapat membantu orang lain bangkit dari keterpurukan, ternyata gagal memahami bahwa menghargai adalah obat yang mujarab bagi mereka yang ambruk.
Merenung...
Setiap saat Diriku mengalami kegagalan. Kegagalan dalam memenuhi janji keluarga. Kegagalan dalam membahagiakan orangtua. Kegagalan dalam menyenangkan para sahabat.
Namun kegagalan demi kegagalan yang dihadapi, hanya mendorong Diriku untuk selalu bangkit dari kegagalan demi memuaskan keinginan Egkau. Bukan demi Diriku yang telah berusaha.
Bukan berarti bahwa Diriku tidak berarti, namun diriku terlalu sibuk untuk menjadi apa yang Engkau inginkan.
Pada saat Diriku gagal menyenangkan Engkau, hanya omelan dan keluhan yang kudapatkan. Namun pada saat Diriku sudah berhasil membahagiakanmu, Engkau berkata bahwa itulah yang seharusnya dilakukan.
******
Sebagai manusia, kita selalu mengharapkan orang lain menjadi apa yang kita inginkan. Menyelesaikan pendidikan, mendapatkan pekerjaan, memiliki keluarga, dan hidup sehat. Semuanya telah terpatri dalam buku kehidupan yang diwariskan sejak ribuan tahun lalu.
Jika seseorang berada diluar jalur normal yang sudah tercatat, maka kehidupan dianggap cacat. Disanalah saatnya kita menjadi gerah dan tergerak untuk memberikan gairah, sebelum semuanya menjadi lebih parah.
Keyakinan harus ditanam agar pohon kehidupan bertumbuh dengan sukses. Nasehat adalah pupuk pilihan yang menyuburkan. Contoh kehidupan yang gagal adalah hama yang memusnahkan.
Semuanya benar dan tidak ada salahnya...