Mohon tunggu...
Acek Rudy
Acek Rudy Mohon Tunggu... Konsultan - Palu Gada

Entrepreneur, Certified Public Speaker, Blogger, Author, Numerologist. Mua-muanya Dah.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Banjir... The Show Must Go On

3 Januari 2020   15:30 Diperbarui: 3 Januari 2020   15:59 496
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: Dokumen Penulis

Pengalaman sebagai Narasumber pada acara Outlook 2020 yang ditayangkan secara Live di CNN Indonesia pada tanggal 31 Desember 2019 memberikan warna tersendiri bagi penulis.

Penulis mempunyai kesempatan besar untuk menjelaskan lebih jauh mengenai Numerologi, dan sekaligus mendapatkan wawasan baru mengenai dunia jurnalis yang ternyata tidak se-sederhana apa yang penulis pahami selama ini.

Seluruh makna yang tersurat dari pembacaan struktur Numerologi personal bagi para sahabat jurnalis yang penasaran tentang makna 2019 dan apa yang akan menanti  di 2020, mengisi malam terakhir di tahun 2019.

Canda dan tawa meledak, laksana deduksi terhadap seluruh harubiru yang telah menghilang ditelan waktu. Semangat dan gairah merasuk, laksana induksi terhadap harapan yang tidak akan hilang ditelan waktu.

Dalam kesempatan, penulis juga menyaksikan sendiri, bagaimana sebuah Live Program dibuat dengan kondisi yang sangat situasional. Segala kemungkinan bisa saja terjadi, karena banyaknya variabel perubahan yang harus diantisipasi. Mulai dari kondisi cuaca, liputan acara tahun baru di seluruh kota di Indonesia dan dunia, sampai dengan kondisi pembahasan dengan para narasumber, yang mungkin saja bisa berkembang atau stagnan.

Suasana yang dirasakan oleh penulis juga sangat tidak kondusif, seolah olah sedang berada dalam sebuah situasi bencana alam yang mencekam. Ketidakpastian dan perubahan skenario membuat hati bergetar bercampur dengan situasi lapangan yang dialami oleh hampir seluruh crew yang terlibat dalam peliputan.

Tantangan utama datang dari curah hujan yang tinggi yang sedang mengguyur ibukota. Konon kabarnya curah hujan pada malam tahun baru tersebut merupakan curah hujan tertinggi sejak 154 tahun lalu (sumber Data BMKG).

Informasi yang penulis dapat sehari sebelumnya, Live Event ini akan mengambil setting pada panggung terbuka diatas Gedung tertinggi di bilangan jalan Tendean, agar keindahan kota Jakarta yang dibalut oleh bermacam warna kembang api, akan menjadi latar belakang.

Seorang produser acara pun sempat berkata, "Semoga besok tidak hujan ya, Pak Rudy."  Namun apa daya, hujan tidak mengenal kompromi, atau lebih tepatnya tidak bisa menunggu lebih lama lagi, setelah bersembunyi selama satu setengah abad.

Sumber: CNN Indonesia
Sumber: CNN Indonesia
The Show Must Go On...

Keputusan harus segera diambil untuk mengantisipasi kondisi cuaca yang tidak menentu, meskipun menurut penulis, agak sedikit telat, karena genangan air di lokasi syuting sudah menampakkan kekuasaannya, akibat resapan air yang tidak berjalan bagus.

"Menormalkan sesuatu yang awalnya tidak normal", atau Normalisasi menjadi opsi pertama, dimana pemasangan ekstra terpal dan tenda yang dapat mengurangi tampias hujan untuk melindungi para crew dan peralatan dari hujan.

Selain itu, seluruh sampah yang menghambat got pembuangan air juga dilakukan, agar genangan air tidak terlalu besar. Proses ini penulis sebut sebagai "menaturalisasikan sesuatu yang awalnya tidak natural", atau Naturalisasi. Tentu, karena sampah dan kotoran tidak seharusnya berada diatas rooftop.

Singkat kata, kedua proses ini berjalan dengan sangat baik, tanpa memerlukan pendapat, apalagi argumentasi dari para ahli. Berjalan secara singkat dan efektif, meskipun dengan waktu yang relatif pendek, seiring dengan desakan waktu jam tayang.

Sebagai seorang pemula yang terlibat dalam Live Event, penulis merasakan sebuah ketidakberdayaan untuk terlibat lebih jauh. Berada di tengah tengah seluruh pihak yang berada dalam kondisi siaga satu, membuat penulis seolah olah menjadi korban banjir di tengah tim Basarnas.

Untungnya, penulis ditemani oleh Mayfree Syari, seorang News Anchor muda, bertalenta dan juga cantik, mengurangi sedikit kerisauan hati. Sebagai partner penulis pada acara tersebut, sang jurnalis muda, tidak pernah lelah untuk menimbulkan chemistry bagi pasangannya. Tentunya ini untuk kepentingan acara, di mana kedekatan psikologi menjadi hal yang terutama, agar wawancara dapat berjalan dengan lebih alami. Penulis kemudian menyadari pentingnya sebuah totalitas dalam sebuah layar tontonan.

Namun yang membuat penulis terkagum, adalah kekompakan dari tim. Terlepas dari beberapa ketegangan yang sempat terjadi, tidak sedikitpun keluh kesah, apalagi pertengkaran yang timbul diantara para crew. Tidak ada saling menyalahkan, tidak ada makian, tidak ada cacian, apalagi hinaan. Hanyalah semangat kebersamaan yang membuat hujan deras dan genangan air menjadi tidak berarti sama sekali.

Live Event ini memakan waktu selama kurang lebih 3 jam dan selama acara berlangsung, penulis dapat melihat ketegangan dari wajah para pihak yang terlibat, karena kondisi yang sangat situasional.

Cuaca yang dingin, fisik yang lelah, dan perut yang keroncongan dialami oleh penulis ditengah ketidakberdayaan menunggu waktu tayang. Beberapa kali penulis diminta untuk standby, namun batal karena satu dan lain hal, bagaikan menunggu datangnya perahu karet yang tidak kunjung tiba.

Durasi yang seharusnya hanya beberapa menit, terasa berjam lamanya, akibat hujan yang semakin deras. Untungnya para crew yang profesional sudah mengetahui kondisi lapangan, dan mereka telah menyediakan dapur umum bagi siapapun yang membutuhkan.

Semangkuk mi instan dan segelas kopi susu hangat menemani penulis dan sang News Anchor pendamping, cukup untuk mengisi perut yang keroncongan dan menghangatkan hati yang gundah, dan akhirnya acara dapat berjalan dengan lancar dan ditutup dengan ucapan tahun baru bagi seluruh warga Indonesia dan kembang api sebagai latar belakang. Suasana ceria dan Bahagia meliputi seluruh insan yang hadir pada saat itu.

Sumber: Dokumen Penulis
Sumber: Dokumen Penulis
Awal Tahun 2020...

Banjir ibukota telah menjadi berita utama yang mengisi seluruh media, dan telah berhasil memadamkan semangat resolusi yang baru saja dibuat.

Suasana euphoria mengalami perubahan dengan begitu cepatnya, dan telah berhasil membangkitkan revolusi jari bagi penduduk ibu kota.

Bencana banjir pada awal tahun 2020 ini, memang unik, selain situasional, juga tidak memandang dampak sosial pada hari libur nasional. 

Muncul pada hari pertama di tahun 2020, menurut BMKG merupakan sebab dari curah hujan tertinggi dibandingkan tahun tahun sebelumnya.

Seperti yang dikutip pada kompas.com.

"Angka ini merupakan curah hujan tertinggi yang menerpa Jakarta, dengan rekor sebelumnya ada pada tahun 2007 dengan catatan 340 milimeter per hari."

Meskipun akibat banjir 2020 ini, 31.323 warga yang berasal dari 158 kelurahan mengungsi, merendam jalan jalan protokol di Jakarta, sejumlah transportasi umum dan penerbangan dibatalkan, pemadaman listrik di 724 wilayah dan menelan 16 korban jiwa, sampai dengan tanggal 2 Januari, namun BMKG belum bisa memberikan klaim bahwa banjir 2020 merupakan banjir yang terparah.

"Belum bisa dibilang terparah karena perlu evaluasi dulu," ujar Subejo saat dihubungi Kompas.com, Kamis.

Penulis kurang setuju dengan pernyataan ini, karena pada hakekatnya, banjir yang terparah adalah banjir yang sedang dialami, bukan yang sudah lewat. Namun ada faktor lain lagi yang juga memperparah bencana banjir 2020, yaitu revolusi jari dari para netizen, khusunya warga Jakarta. Sesuatu yang masih terasa kurang dari musibah banjir 2007.

Berita di media televisi, media cetak, media on-line dan media sosial menjadi momok tersendiri bagi pemerintah, khususnya bagi pemprov DKI Jakarta. Beberapa fakta kerusakan dan korban banjir mengalir dengan begitu cepatnya tanpa ada saringan, menimbulkan empati bagi yang melihatnya.

Ribuan berita, gambar, video, dan opini menjadi penghabis kuota dalam beberapa hari terakhir. Suasana sedih, canda miris, dan sindiran pedis membuat hati serasa dicampur micin. Para selebriti dan politisi yang terkena musibah pun tidak mau kalah, seolah olah jika rumahnya tidak terendam banjir, elektibilitas-pun menurun.

Perdebatan yang sedang viral mengenai Normalisasi vs Naturalisasi, terasa menjadi sebab utama dari bencana, yang sudah digariskan oleh Tuhan, meskipun setiap manusia mempunyai kuasa untuk membersihkan sampah. Menimbulkan kebingunan bagi masyarakat, apakah ini merupakan jargon terbaru dari konstelasi politik pada tahun 2020 nanti?

Untungnya, Presiden Joko Widodo, secara tepat menempatkan dirinya sebagai pemimpin bangsa. Seperti yang dikutip pada artikel di Kompas.com.

"Jokowi meminta pemerintah provinsi, pemerintah kota, dan pemerintah kabupaten di Jabodetabek bekerja sama dengan pemerintah pusat menangani permasalahan banjir. Namun, untuk saat ini, Jokowi meminta proses evakuasi didahulukan."

Menurut penulis, sebagai warga negara yang baik, sudah seharusnya kita mengutamakan kepentingan bangsa dan negara, dengan melakukan apa yang terpenting, daripada bersibuk ria dihadapan gadget.   

Dalam pembacaan Numerologi menyambut 2020, penulis secara konsisten berfokus kepada sebuah kata, yaitu "Keseimbangan." Sebuah kata yang berasal dari energi 2020 (dalam penerjemahan angka Numerologi adalah 22.4). Dengan menjaga keseimbangan, maka diharapkan agar segala sesuatu akan kembali pada hakekatnya (back to basic).

Saat artikel ini dibuat, penulis sedang dalam perjalanan menuju ke Bandara Soekarno-Hatta, menuju kembali ke Kota Makassar, berjalan melewati tol dengan genangan air sebagai latar belakang kondisi Kota Jakarta.

Dalam perjalanan, ingatan penulis kembali kepada situasi pada Live Event Outlook 2020, CNN Indonesia. Keseluruhan situasi yang dialami oleh penulis dalam Live Event itu, seolah olah menyerukan filsafat 2020 ini.

Keseimbangan dalam melihat fakta bahwa derasnya hujan akan berpotensi menganggu acara, tanpa harus saling menyalahkan.

Keseimbangan dalam menyikapi seluruh tugas sebagaimana adanya, tanpa saling menjatuhkan.

Keseimbangan dalam mengambil tindakan naturalisasi dan normalisasi secara bersamaan, tanpa memberikan argumentasi tidak penting.

Akhir kata...

Semoga bencana banjir Jakarta 2020 ini segera surut, dan tidak memberikan dampak yang terlalu berat bagi warga Ibu Kota. Semoga bencana ini menjadi hikmah bagi kita semua, bahwa permasalahan bencana banjir tidak akan berakhir dengan perdebatan tanpa akhir.

Selamat Tahun Baru 2020.

SALAM ANGKA

Rudy Gunawan, B.A., CPS

Pythagorean Numerologist

Numerolog Pertama di Indonesia -- versi Rekor MURI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun