Mohon tunggu...
Acek Rudy
Acek Rudy Mohon Tunggu... Konsultan - Palu Gada

Entrepreneur, Certified Public Speaker, Blogger, Author, Numerologist. Mua-muanya Dah.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Mengapa Manusia Berbeda?

28 Desember 2019   12:23 Diperbarui: 28 Desember 2019   14:00 557
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pernahkan kita menyadari, mengapa manusia di dunia yang berjumlah sekitar 6.000.000.000 tidak ada satu-pun yang terlahirkan sama? Mulai dari kelakuan, wajah, perilaku, cara berpikir, sampai dengan cara menyelesaikan masalah?

Sebagai contoh, jika hari ini ada 100 orang yang membaca tulisan ini, persepsi yang didapatkan tentunya tidak sama. Ada yang memberikan rating, ada yang memberi komentar, namun ada juga yang tidak membacanya sampai habis.

Oleh sebab itu, meskipun dalam satu kasus yang sama, setiap orang pasti mempunyai sikap dan opini yang berbeda. Hal ini disebabkan karena pada umumnya, seseorang bersikap berdasarkan pengalaman hidup yang dialami selama ini, dan setiap pengalaman hidup adalah berbeda.

Jika kita berbicara mengenai manusia, maka tidak terlepas dari teori penciptaan yang sampai sekarang masih merupakan ranah perdebatan di antara Adam dan Darwin.

Teori ini bagaikan air dan minyak yang tidak akan pernah ketemu. Adam menyatakan bahwa dia adalah manusia pertama di dunia, sementara Darwin sering mengatakan, bahwa dulunya dia adalah seekor monyet yang lahir sebelum Adam. Apapun teorinya, masing masing mempunyai pendukung fanatik, bagaikan perseturuan diantara dua supporter sepak bola yang tiada habis.

Mari kita kembali kepada pertanyaan, mengapa manusia yang berjumlah sekitar 6.000.000.000 tidak ada satu-pun yang terlahirkan sama? 

Jika kita mengacu kepada teori Darwin, maka seharusnya manusia tidak berasal dari rahim saja, tapi suatu saat monyet yang berada di kebun binatang, juga akan menjelma menjadi sahabat kita. (meskipun ini terkesan rada maksa) :p

Namun tetap tidak menjawab, mengapa manusia tidak terlahirkan sama?

Jika kita mengacu kepada teori Adam, maka mengapa Yang Maha Kuasa TIDAK menciptkan penulis dengan kuantitas kekayaan Bill Gates, kualitas tampang Lee Min Ho, dan totalitas kecerdasan Albert Einstein? Mengapa tidak? Apa alasannya?

Belum bisa menjawab, mengapa manusia tidak terlahirkan sama?

Bagaimana jika jawabannya adalah bahwa sebenarnya kehidupan tidak terjadi secara kebetulan, layaknya jentikan jari Thanos yang menghilangkan setengah populasi dunia? Bagaimana jika seluruh kehidupan kita ini ada yang merancang? Dan bagaimana jika yang merancang kehidupan ini adalah diri kita sendiri?

Setiap manusia memiliki BATIN. Batin memiliki banyak energi yang terdiri dari berbagai input dan output yang berbeda. Input dari batin adalah ke-5 panca indra manusia. 

Batin mendengarkan suara musik dari telinga, merasakan masakan nenek melalui lidah, melihat indahnya pemandangan melalui mata, merasakan panasnya api melalui kulit, dan mencium wangi bunga mawar melalui hidung.

Setelah seluruh energi masuk melalui ke-5 panca indra, maka selanjutnya, batin akan mengeluarkan output kepada ribuan channel dalam berbagai bentuk. seperti perasaan, pola berpikir, beropini, cara bersikap, cara berinteraksi, cara menyelesaikan masalah dan lain sebagainya.

Selanjutnya, setiap output yang keluar akan mendapatkan respon dalam bentuk pengalaman. Nah, pengalaman pengalaman ini yang kemudian diserap lagi oleh batin dan kemudian dimasukkan kedalam memori, untuk kemudian diproses dengan jutaan pengalaman sebelumnya.

Dengan demikian maka seluruh pengalaman hidup akan menjadi database yang sangat besar yang akan diproses dalam Batin untuk menentukan setiap output yang keluar dari diri manusia. Output ini disebut dengan KEHENDAK BATIN.

Kehendak batin yang berbeda ini-lah jawaban dari mengapa manusia berbeda.

Oleh sebab itu, seseorang bisa saja memilih profesi sebagai pengacara, karena seluruh proses input dan output selaras dengan profesi pengacara. Demikian juga orang lain yang berprofesi sebagai pengusaha, polisi, nelayan, petani, atau rohaniawan. Semuanya karena kehendak batin yang berproses, berdasarkan jutaan database yang dimiliki.

Sampai di sini kita mengetahui bahwa setiap insan memiliki kehendak batin yang berbeda, yang menjadi sebab manusia berbeda. Namun belum bisa menjawab mengapa seseorang terlahirkan di Indonesia, sementara ada manusia yang lahir di Amerika. Belum bisa menjawab mengapa seseorang lahir dengan panca indra yang lengkap, sementara ada yang lahir dalam kondisi tidak bisa melihat. Belum bisa menjawab mengapa penulis memiliki tiga orang saudara, dan mengapa mereka bertemu dalam satu keluarga yang sama?

Katakanlah, seseorang yang bernama si Amir yang lahir dari orangtua yang berprofesi sebagai penegak hukum, terinspirasi dengan kisah kisah heroik ayahnya dalam memberantas kejahatan, mengidolakan ibunya yang suka membantu banyak orang, mengambil kuliah jurusan hukum, berkawan dengan banyak pengacara, dan akhirnya mengambil profesi sebagai pengacara.

Dalam hal ini kita melihat bahwa kehendak batin si Amir telah terbentuk berdasarkan pengalamannya sejak kecil sampai dengan sekarang yang mengarahkan dirinya menjadi pengacara.

Namun, bagaimana dengan alasan mengapa si Amir terlahir dalam keluarga penegak hukum, apakah ada yang merancangnya?

Bisa saja Amir tidak mengambil profesi pengacara, dan memilih profesi penegak hukum yang lain, apakah ada yang merancangnya?

Bisa saja Amir mengambil profesi pengacara, meskipun tidak lahir dalam keluarga penegak hukum, apakah ada yang merancangnya?

Bagaimana jika seandainya penulis mengatakan, bahwa yang merancangnya adalah si Amir sendiri berdasarkan kehendak batin yang sudah dimiliki, jauh sebelum si Amir lahir di dunia ini.

Dengan kata lain, kehidupan dari masa lalu sebelum kehidupan saat ini, atau dikenal juga dengan istilah REINKARNASI.

Penulis tidak mengajak pembaca untuk serta merta memercayai konsep Reinkarnasi. Penulis hanya ingin menggelitik nalar dan mengajak pembaca untuk melihat kemungkinan yang ada.

Untuk itu, konsep Reinkarnasi jangan hanya dipandang sebagai sebuah penjelmaan atau titisan dari mahluk yang keberadaannya lebih tinggi dari manusia. 

Mari kita memandang, bahwa konsep Reinkarnasi ini tidak lain, tidak bukan, hanya sebuah hukum sebab akibat yang berlaku secara universal. Sebab kita menjadi kita sekarang, murni akibat pengalaman masa lalu kita yang didorong oleh kehendak batin kita. Kita adalah penentu kehidupan kita.

Ada manusia yang terlahirkan miskin, ada manusia yang terlahirkan hanya 10 menit saja, dan ada juga manusia yang kelihatannya baik baik saja, namun akhirnya mati terbunuh. Apakah itu semua karena kehendak batin kita?

Iya, tentu...

Manusia yang miskin, memiliki kemungkinan karena malas bekerja, atau suka berfoya foya. Manusia yang meninggal karena penyakit, kemungkinan tidak menjaga pola hidup yang sehat. Manusia yang mati terbunuh, kemungkinan memiliki musuh yang memiliki dendam pribadi.

Jika semua kondisi tersebut tidak pernah kita alami sekarang di dunia ini, maka jika kita bisa melewati dimensi waktu, maka sudah saatnya kita melihat adanya kemungkinan yang berasal dari kehidupan masa lalu.

Jika kita tidak memercayai konsep Reinkarnasi, saran penulis adalah cukup mengambil hikmahnya saja, bahwa kehidupan yang baik adalah melakukan perbuatan yang baik berdasarkan norma norma kehidupan yang berlaku.

Setiap manusia mempunyai daya upaya untuk membuat hidupnya lebih baik lagi, dengan melakukan kebajikan yang lebih banyak. MULAILAH DARI SEKARANG.

SALAM ANGKA
Rudy Gunawan, B.A., CPS
Pythagorean Numerologist
Numerolog Pertama di Indonesia -- versi Rekor MURI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun