Mohon tunggu...
Toto Priyono
Toto Priyono Mohon Tunggu... Penulis - Penulis
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Kamu bintang besar! Apa yang akan menjadi keberuntungan Anda jika Anda tidak memiliki sesuatu yang membuat Anda bersinar? -Friedrich Nietzsche-

Selanjutnya

Tutup

Analisis Pilihan

Gibran, Ilusi Keadilan dan Ironi Politik 2024

26 Oktober 2023   13:44 Diperbarui: 26 Oktober 2023   13:52 256
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Pemilihan presiden di Indonesia, selalu mengundang harapan bagi siapa saja termasuk saya. Meski kadang praktiknya presiden silih berganti. Rakyat tetap saja begini. Harus tetap mencari penunjang kehidupannya sendiri".

Gibran Rakabuming Raka yang dicalonkan sebagi wakil presiden Prabowo Subianto dan sudah resmi diumumkan pada (22/10) lalu dan sudah resmi mendaftar ke KPU sebagai salah satu kontestan Pilpres 2024 memang menyisakan sebuah tanya.

Saya sendiri menyangka tidak ada yang salah dari sana. Sistem demokrasi memungkinkan itu bahwa; setiap warga negara memiliki hak juga dipilih selain memilih. Artinya siapapun warga negara jika akan mengikuti kontestasi politik itu sah-sah saja termasuk ikut dalam kontestasi pilihan presiden sebuah negara.

Namun dengan nama Gibran yang merupakan anak presiden Joko Widodo. Sebelumnya tidak memenuhi persyaratan sebagai calon presiden maupun wakil presiden. Dimana dapat memenuhi kualifikasi umur calon presiden maupun wakil presiden syaratnya harus 40 tahun menurut keputusan Mahkamah Konsitusi.

Sedangkan Gibran belum genap usia 36 tahun saat ini. Akan tetapi lewat kontrovensi keputusan MK saat Partai Solideritas lndonesia (PSI) mengajukan ada perubahan umur menjadi calon presiden atau wakil diturunkan syaratnya menjadi 35 tahun. MK justru tidak sekalian mengubah ambang batas syarat umur mencalonkan presiden untuk diturunkan.

Sebaliknya justru membuat Gibran Rakabuming memiliki celah bisa dicalonkan wakil presiden meski usianya belum 40 tahun. Yang memang Ketua MK adalah paman Gibran sendiri. Adik ipar dari Presiden Jokowi yakni Anwar Usman. Banyak orang menilai MK bukan sebagai Mahkamah Konstitusi melainkan Mahkamah Keluarga yang memberikan kebijakan menguntungkan kelurganya.

Syarat Mahkamah Konstitusi (MK) terbaru. Tidak apa dan bisa mencalonkan sebagai presiden dan wakil presiden sebelum 40 tahun asalkan sudah pernah berpengalaman menjadi kepala daerah. Sebab itu Gibran Rakabuming dipinang oleh Partai Koalisi Prabowo Subianto, dietgaskan Golkar bahwa Gibran menjadi cawapres yang diusulkan Golkar disusul PBB dan disepakati partai kolaisi lain kubu Prabowo seperti, PAN dan Demokrat.

Bukankah dengan adanya syarat itu sendiri. Dengan anak muda dibawah 40 tahun sudah menjadi kepala daerah dapat mencalonkan sebagai presiden. Membuka sebauah ketidakadilan bagi sama-sama orang muda yang lain? Yang mana tidak semua anak muda dapat mencalonkan diri sebagai presiden atau wakilnya jika belum menjadi kepala daerah mendiskriminasikan orang-orang muda?

Anak Muda dan Dinasti Politik

Keterlibatan anak-anak muda dalam tampuk kepemimpinan sekelas presiden atau wakil presiden nampaknya memang sudah layak. Anak muda mengambil tampuk kepemimpinan secara estafet. Saya kira itu diperlukan karena dunia yang berubah semakin cepat. Dan tidak mungkin suatu Negara jika tidak secara aktif merespon itu dapat tertinggal dari Negara lain.

Sebab itu sangat memungkinkan seorang pemimpin harus memiliki visi yang cepat dalam merespon perubahan. Dan hal itu paling mungkin dilakukan anak-anak muda. Meskipun anak muda memiliki pengalaman yang kurang tetapi ide-ide baru dan segar kebanyakan muncul dari yang muda-muda. Kelemahan anak muda ada pada kebijaksanaan yang seharusnya paling baik dan efektif ditempuh dengan pengalamannya.

Namun kembali, sayangnya anak muda yang mencalonkan itu adalah Gibran Rakabuming seorang anak presiden. Yang orang banyak menilai, ia dapat mencalonkan menjadi wapres di pilpres 2024 berkat privilage dari Presiden Joko Widodo yang merupakan bapak kandungnya sendiri.

Maka tidak heran jika presiden Joko Widodo merestui Gibran Rakabuming. Banyak orang menyebut ada "asumsi" indikasi politik dinasti, yang sudah lumrah digunakan dalam demokrasi khusunya di Indonesia ini menjadi tema yang ganjil dalam kontestasi politik 2024.

Anak seorang politikus setidaknya berpeluang besar menjadi politikus. Sebab menjadi politikus kini harus dengan modal yang kuat. Tidak semua orang dapat privilage itu. Selain ketenaran seseorang dari pejabat public yang tentu melalui endorment seperti keluarga. Faktor modal financial dalam politik di dalam demokrasi Indonesia juga sangat berpengaruh.  

Tak heran jika ada satu keluarga masuk politik dan hampir menjadi calon legeslatif semua hampir satu keluarga yakni keluargaa ketua umum partai perindo Hari Tanoe Sudibjo. Anak sekaligus istrinya ikut dalam kontestasi politik di pemilu 2024.

Maka anak muda untuk berkembang jauh dalam dunia politik selain punya kedua modal tersebut. Lewat MK tentang batasan usia calon presiden yang tetap 40 tahun dan harus menjadi kepala daerah terlebih dahulu membuat perkembangan anak muda lain di politik akan semakin sulit dan tak adil.

Artinya demokrasi yang sejatinya membuat setiap orang memiliki kesempatan yang sama. Dapat pupus jika tidak punya modal capital yang kuat. Serta memiliki orang-orang disekitar mereka yang sebelumnya telah menjadi politikus ataupun pejabat public.

Tidak heran di Indonesia. Politikus sekaligus menjadi pengusaha, yang berarti hanya pemodal yang kuat yang secara mudah menjadi tokoh-tokoh politik. Pengusaha atau pedagang yang menguasi politik juga syarat akan kepentingan dalam mengelola Negara. Itulah dilema demokrasi kapitalis yang sedang terjadi di Indonesia.

Melihat bagaimana dinasti politik yang masih ada. Factor "Privelige" politik juga berpengaruh. Modal berpolitik yang semakin mengukur nilai uang. Bahkan partai yang dikuasai oleh orang-orang itu-itu saja. Yang menggalaukan; apakah demokrasi di Indonesia akan semakin baik kedepan? Berkaca pada kasus Gibran Rakabuming, seorang anak presiden yang dicalonkan wakil presiden 2024. Notabennya Joko Widodo merupakan seorang presiden yang memperlihatkan dengan gamblang itu kepada public?

Terdegradasinya Moral Politik

Politik yang diturunkan entah kepada anak, istri dan krabat-krabat dekat lainnya. Di daerah-daerah, beberapa daerah melakukan praktik itu meski tetap suara dalam demokrasi di kendalikan oleh rakyat.

Tetapi jangan lupa bahwa suara politik dalam demokrasi juga dapat dibeli. Masyarakat yang masih miskin, belum melek politik, dan belum memiliki pemikiran yang kritis akan konsekwensi politik. Sangat rentan hanya dijadikan alat-alat politik.

Karena itu, terus terang mungkin suara saya sendiri sebagai rakyat biasa sejalan dengan apa yang juga menjadi keresahan para budayawan, seniman dan orang-orang yang memiliki perhatian pada bangsa ini seperti Butet Kertaradjasa.

Butet sendiri menulis secara khusus surat terbuka untuk presiden Joko Widodo menyampaikan kekecewaan terhadap anak Presiden Jokowi. Gibran Rakabuming yang dicalonkan sebagai Wapres 2024 mencindrai reformasi yang sedang berlangusng ini sejak 1998 dengan lebel dinastinya. Tidak beda dari sebelum reformasi.

Sebelumnya Butet menilai Jokowi. Sejak 1998 dirinya turut berjuang untuk lahirnya seorang presiden yang pantas dijadikan contoh, jadi role-model, jadi barometer, jadi tauladan, yang bisa dimiliki bangsa Indonesia sepanjang sejarahnya. Dan itu dinilai Butet ada pada Jokowi.

Keresahan akan masa depan politik Indonesia juga disampaikan budayawan, sastrawan dan mantan wartawan tempo Goenawan Mohamad yang masih aktif menulis kolom di Majalah Tempo. Dirinya menyampaikan akan tetap setia kepada prinsip, tak mau ikut mempraktekkan politik yang tanpa nilai-nilai seperti realitas politik yang terjadi saat ini.

Kedua tokoh itu adalah pendukung Presiden Joko Widodo, termasuk saya di tahun 2014 yang lalu. Figure baru, sosok yang sederhana, juga mampu bekerja dengan baik di pemerintahan. Alasan sebagain besar pendukung Presiden Jokowi saat itu. Menjadi titik balik majunya reformasi, yang salah satu tujuannya adalah memberikan kesempatan yang lebar pada setiap anak bangsa untuk memimpin negri ini tidak peduli dari latar belakang apa-pun baik dari status ekonomi, suku, agama dan ras.

Langkah Presiden Jokowi dengan memunculkan Gibran meskipun itu di dukung oleh partai koalisi Prabowo. Dan tetap dalam pemilihan nanti kehendak terpilih atau tidaknya itu ada pada rakyat. Tetapi keresahan akan masa depan politik itu sendiri di generasi mendatang. Kekecewaan pada hal-hal yang dipertonotonkan politik hari ini bahkan sekelas presiden, yang seperti memberi karpet merah kekuasaan selanjutnya kepada anaknya ikut dalam pilpres 2024 sebagai wapres dengan berbagai kontroversinya.

Jelas menimbulkan pertanyaan besar bagi bangsa ini. Sebab politik pasca reformasi sudah jauh ditempuh. Keadaan mentalnya tidak berubah. Orang-orang yang berkuasa, dengan mengajukan kelaurga atau krabatnya membukakan jalan untuk kuasa lagi. Ada indikasi mabok kekuasaan atau tidak rela kuasa itu jatuh pada orang lain meskipun itu hanya asumsi tetapi itulah yang menjadi penilaian publik.

Di ujung tulisan ini saya berharap. Mungkin merubah sesuatu. Atau mempengaruhi keputusan sesorang harus dari orang itu sendiri. Sebagai rakyat kecil di negri yang politiknya dipertanyakan. Seakan-akan tidak bernajak dari perubahan yang progresif. Berharap itu tidak selayaknya ada pada rakyat kecil.

Meski pemilihan presiden di Indonesia. Selalu mengundang harapan bagi siapa saja termasuk saya. Praktiknya presiden silih berganti. Tetapi rakyat tetap saja begini. Harus tetap mencari penunjang kehidupannya sendiri-sendiri. Sudahlah, hanya pendapat yang masih bisa berdiri ditengah iklim demokrasi Indonesia yang terus-terus berubah tanpa disadari. Justru politik semakin ekslusif dan di dominasi orang-orang itu lagi.

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun