Berhias seperti debu. Bagai api yang mejalar pada minyak dan kain digunakan untuk pawai obor malam takbiran kemarin. Ramadhan memang telah usai, ia akan kembali lagi tahun depan, tahun dimana banyak sekali pertanyaan untuk diriku sendiri.
Bagimanakah lagi aku akan membawa hidup ini? Seperti berlarian pada jalan yang gelap. Aku seperti sebuah patung yang di pahat seniman dari Ubud, Bali sana. Yang mengukir bagaimana rumitnya jalur pahatan-pahatan itu, tentu membekas pertanyaan bagaimana ada seorang yang tekun seperti para seniman di pulau bali sana.
Tetapi ada kalanya hidup. Kita dapat tertawa sepuasnya. Merasakan hasil dari kerja keras kita terpenuhi. Lantas, kecewa lantaran di hari yang diinginkan untuk terbebas dari belenggu pekerjaan seperti lebaran kali ini yang berkumpul sanak saudara.
Masih saja harus memikirkan bagaimana pekerjaan tersebut dapat optimal untuk dapat menopang hidup mengisi pundi-pundi uang untuk akmodasi hidup itu sendiri yang masih akan terus memerlukan uang sebagai pemenuhan kehidupan.
Namun inilah hidup. Kegundahan seperti tak akan pernah ada episode akhir yang manis terkecuali kita sudah lepas dari dunia ini merasakan kecewa, kesedihan dan kepuasan itu.
Karena hidup selalu ada saja yang mengganjal menjadi pertanyaan. Yang paling berat sendiri adalah setelah pergi, dari masa ke suatu masa yang baru, membekas pertanyaan untuk diri. Bagaimanakah kita akan hidup di masa berikutnya?
Lalu, apakah aku akan benar-benar menjadi manusia yang baru? Manusia yang kembali suci setelah Idul fitri ini akan terlewati sebagiamana; suatu bangunan baru itu direnovasi lalu dibangun kembali setelah puing-puing itu terjatuh ke tanah?
Satu hal lagi dalam pikiran dan hati terdalam yang tidak pernah lepas dari hidup manusia adalah rasa gundah. Kembalinya kepada yang fitri, juga tak lepas dari bayang-bayang kemana hidup ini akan berjalan kedepan mengarungi nasib demi nasib yang kita ciptakan sendiri dengan fakta dan ilusinya sendiri-sendiri.
Aku seperti dalam sebuah pertanyaan yang menjebak. Pertanyaan yang mungkin akan sulit sekali dijawab. Banyak pertimbangan. Artinya semua serba paradoks. Sesuatu yang benar di ingini tetapi ada saja alasan untuk menolak semua keinginan itu. Bermula dari asumi atau fakta sebuah pandangan hidup.