Mohon tunggu...
Toto Priyono
Toto Priyono Mohon Tunggu... Penulis - Penulis
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Kamu bintang besar! Apa yang akan menjadi keberuntungan Anda jika Anda tidak memiliki sesuatu yang membuat Anda bersinar? -Friedrich Nietzsche-

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Sri Mulyani 2045, Anak Muda, dan Orang Tua Miskin

2 Desember 2022   18:44 Diperbarui: 2 Desember 2022   22:52 556
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gejolak masa muda disatu sisi menumbuhkan semangat optimisme. Disisi lainnya lagi juga membuat suatu keganjilan yang tidak umum.

Bahwa situasi dan kondisi akan berpengaruh pada kehidupan kita sebagai manusia tidak hanya menjadi muda dan tua.

"Masa muda terpaku dengan pengembaraan, pengalaman, dan penjajakan pada sesuatu hal yang tak terketahui. Itulah kata-kata bahwa dari muda mempersiapkan tua yang dibutuhkan materi, materi dan tetap materi".

Maka dengan gambaran 2045 yang mulai dikhawatirkan oleh Mentri Keuangan Sri Mulyani. Katanya, dirinya khwatir akan banyak orang tua miskin di tahun 2045 nanti. Yang akan membuat Negara semakin rumit masalah ekonominya kedepan.

Tentu dengan catatan jika negara tidak mempersiapkan segala sesuatunya seperti infrastructure kesehatan, pangan, rumah dan serta kebutuhan dasar lainnya kata Sri Mulyani di acara Mofest, Kamis (1/12) lalu.

Masalah besar ekonomi dikemudian hari tepat sertus tahun merdeka kemungkinan besar terjadi, kata Sri Mulyani.

Apakah masuk akal menjadi tua dan miskin di tahun 2045? Yang mana tepat pada seratus tahun Indonesia merdeka itu dapat terjadi?

Jika tidak ada persiapan Negara dalam mengurai serta memberikan solusi kemiskinan usia tua 2045 nanti seperti apa yang dikatakan Sri Mulyani. Mungkinkah era emas 100 tahun merdeka Indonesia semakin runyam perekonomiannya?

Khawatir yang Perlu

Saya sendiri tidak mempermasalahkan apa yang di khawatirkan Sri Mulyani terkait akan banyak orang tua yang miskin di 2045 nanti. Faktanya saat ini memang menuju pada tanda-tanda demikian.

Kenyataannya saya sebagai generasi milenial yang rentan pada masalah ekonomi. Saya sendiri tidak dapat memprediksikan ekonomi saya di usia tua dengan pendapatan saya hanya UMR Jawa Tengah sekitar 2 juta-an saat ini mampu keluar dari kemiskinan di masa tua.

Yang mana angka dari nilai tukar kebutuhan hidup akan terus melonjak nilainya. Artinya dengan pendapatan yang minim uang dua juta.

Saya harus super-duper putar otak supaya penghasilan tidak hanya mampu menghidupi saat ini tetapi juga di masa tua nanti.  

Maka dari itu saya terus berpikir. Berumah tangga, punya anak, punya rumah, bagi generasi milenial saat ini menjadi masalah yang pelik.

Bagaimana berumah tangga jika penghasilan hanya cukup untuk kebutuhan makan sehari-hari saja? Dengan kebutuhan hunian dan pendidikan anak bagimana? Atau menaikan level hidup keluarga juga bagaimana dengan minim penghasilan?

Tentu semua itu diperlukan control diri dalam mengatur keuangan secara sadar hidup tidak hanya saat ini tetapi juga nanti bagi kita semua.

"Sebab kebutuhan hidup adalah kepastian. Tidak ada yang menjamin hidup kita, bahkan sepenuhnya Negara sekalipun. Tidak mungkin dapat menjamin hidup kita terkecuali diri kita sendiri".

Kesulitan Anak Muda

Kata Sri Mulayani tentang anak muda akan sulit membeli rumah. Tentu itu juga bukan kata-kata kosong melainkan fakta yang berdasar dan saya sendiri merasakan itu. Artinya banyak orang tua miskin di tahun 2045 itu mendekati nyata berkaca milenial saat ini.

Sebagai contoh kini, rumah yang harganya mencapai 300 juta, sedangkan penghasilan hanya kisaran 2 jutaan. Bagaiamana secara gampang anak muda akan punya rumah kalau tidak di subsidi oleh orang tuanya yang masih punya harta lebih?

Memang mustahil mampu beli rumah. Karena itu banyak tetangga sekitar saya, bahkan keluarga saya sendiri seperti kakak saya. Kebanyakan mereka mampu beli rumah, buat rumah, atau mencicil rumah dapat subsidi dari orang tua mereka.

Tetapi dengan milenial kebanyakan yang saat ini cenderung punya penghasilan pas-pasan. Bukankah dengan penghasilan yang cukup saja untuk keluarga nasib menjadi tua miskin karena tak dapat pengahasilan di usia lanjut itu sangat mungkin, yang mana praktis usia lanjut produktivitas kerja berkurang?

Dengan mengandalkan anak nantinya mem-beck up kebutuhan hidup orang tua. Bukankah ketika anak sendiri hanya cukup hidup untuk dirinya tidak lebih. Membantu orang tua juga sesuatu yang terbatas dilakukan?

Belum jika mereka anak berkeluarga juga nantinya. Disamping kebutuhan keluarga sendiri, juga harus memenuhi kebutuhan hidup orang tua juga. Katakanlah sama-sama saling bergantung dan kurang antara anak dan orang tua. Bukankah itu dapat dikatakan miskin bersama-sama nantinya?

Kepastian Jadi Tua

Terus terang saya berterimakasih sebagai generasi muda, yang di ingatkan oleh Mentri Keuangan Sri Mulyani. Kata-katanya dari kekhawatiran tersebut adalah peringatan bagi generasi muda mempersiapkan diri untuk tidak menjadi tua dan miskin, yang seharunya sudah di mulai dari masa muda.

Anak muda sulit beli rumah bagi kalangan menengah-bawah seperti saya ini merupakan fakta. Saya serius, Sri Mulyani realistis melontarkan pernyataan itu tentang 2045 banyak orang tua miskin. Coba dibayangkan sulitnya beli rumah untuk milenial, bukankah itu tanda kemiskinan disaat muda?

"Masa tua sendiri adalah kepastian. Dan apapun kepastian itu, kebergantungan dengan sesuatu yang ada diluar diri sifatnya hanya membantu. Tetapi solusi untuk dapat keluar dari segala macamnya berbagai kemungkinan hidup seperti kemiskinan. Negara hanya mendorong tetapi yang dapat menjadi kunci untuk keluar bahkan selamat dari kemiskinan yaitu diri sendiri mengatur dan mengelola pendapatan".

Saat ini dimana semua penghasilan dari kerja serba pas-pasan. Kebutuhan hidup yang nilainya makin meningkat. Memang dibutuhkan kejelian dan keprihatinan yang penuh mensiasati bentuk hidup kita para anak muda.

Artinya menjadi muda. Mempersiapkan masa tua itu sangat penting untuk kemandirian manusia. Bolehlah mengaharap kebaikan Negara dengan kebijakan-kebijakannya, amal-amal dari orang lain. Tetapi jika Negara tidak mampu, orang lain juga sama-sama kurang, apakah mereka dapat membantu?

Tentu saja manusia bukan diciptakan hanya untuk mengharap saja untuk dibantu. Tetapi bertindak melakukan sesuatu. Mengusahakan hidupnya sendiri sebaik mungkin. Tetapi bagaimana di era paling kapitalis ini di Indonesia saat ini? Lagi-lagi menjadi cukup, bahkan kaya merupakan jalan realistis untuk dapat hidup secara mandiri sebagai manusia.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun