Mohon tunggu...
Toto Priyono
Toto Priyono Mohon Tunggu... Penulis - Penulis
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Kamu bintang besar! Apa yang akan menjadi keberuntungan Anda jika Anda tidak memiliki sesuatu yang membuat Anda bersinar? -Friedrich Nietzsche-

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Harusnya Pola Pikir Pekerja Kini

16 November 2022   20:43 Diperbarui: 16 November 2022   21:01 113
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dunia kapitalis, kamu harus jadi kapitalis juga supaya bisa survive. Sebaliknya jadi buruh/pekerja dibawah kapitalisme. Harus mampu menjadi penyedia jasa (provider) yang baik. Artinya kapanpun dan bagiamanapun harus siap dan mampu bekerja dengan tepat dan cepat.

Bukan eranya pekerja atau buruh minim produktivitas tanpa dosa leha-leha ngulur waktu tanpa berpikir anggaran pekerjaan di abad ke-21 ini. Kerja bebannya tambah dikit ngeluh bayarannya minta naik. Dan lain sebagainya.

Memang benar manusia bukan robot yang tak punya rasa capek, tapi kedepan buruh/pekerja harus bersaing dengan robot dan sistem internet.

Di indonesia yang mana sebagain buruh atau pekerjanya kontra pada produktivitas seperti manajemen waktu kerja yang kurang optimal. Sudah harus menjadi peringatan bahwa mereka akan kalah bersaing itu menjadi sebuah kepastian.

Terbukti, mengapa proyek-proyek investasi Tiongkok lebih memilih memakai buruh atau pekerja mereka sendiri di indonesia? Bukan masalah rasis atau lainnya. Entitas bisnis tak mengenal sara. Tentu pekerja  buruh/pekerja tiongkok mereka lebih disiplin waktu.

Seperti contoh proyek kereta cepat Jakarta-Bandung dengan rincinan awal anggaran pembangunannya sekitar Rp. 86,5 T  bengkak jadi sekitar Rp. 114 T.

Kenapa itu semua dapat terjadi? Jawabanya adalah produktivitas pekerja di indonesia yang kurang dalam menejemen waktu kerja menyelsaikan pekerjaan mengakibatkan adanya pembengkakan anggaran untuk pekerjaan tertentu.

Banyak hal dari masalah pembebasan lahan hingga ketersediaan listrik, dan juga produktivitas pekerja yajg tak efisien jika bicara dalam konteks proyek kereta cepat.

Sekali lagi menjadi buruh yang pro pada produktivitas waktu merupakan kunci dapat survive menjadi buruh/pekerja di abad ke-21.

Tanpa itu, sudah dapat dipastikan akan kalah bersaing bahkan tidak hanya sesama buruh namun pengangguran tanpa skil. Sebab kedepan dengan kecanggihan teknologi. Memungkinan buruh dipakai tenaganya hanya dalam pekerjaan kasar saja.

Ditambah jika menjadi buruh/pekerja saat ini tidak paham akan perubahan kebijakan publik dan politik seperti UU Cipta Kerja, No Work No Pay yang sedang di godog di DPR usulan dari pengusaha.

Melihat arah kedepan buruh/pekerja untuk dapat survive saja akan sulit. Disamping harus kompetitif sesama buruh, juga harus mampu mengimbangi atau beradaptasi dengan kebijakan publik dan politik.

Pertanyaannya; emang cari duit jadi buruh/pekerjabdoang? Begini ya kalau kamu kelas menengah ke bawah, gak mau jadi buruh/pekerja dulu, modalnya dari mana?

Hari dan besok masih kapitalis boy, yang semua harus dengan modal. Tiba-tiba gitu uang hutang sana-sini untuk usaha dan sukses? nyicilnya juga pakai bunga boy...kelas bawah langsung sukses usaha itu halu boy, Mimpi!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun