Mohon tunggu...
Toto Priyono
Toto Priyono Mohon Tunggu... Penulis - Penulis
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Kamu bintang besar! Apa yang akan menjadi keberuntungan Anda jika Anda tidak memiliki sesuatu yang membuat Anda bersinar? -Friedrich Nietzsche-

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Uang dan Gambaran Kemanusiaan Kita

2 September 2022   21:01 Diperbarui: 2 September 2022   21:04 403
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Tentang hal tersebut pasti ada norma kepatutan dalam nalar kita bahwa; sesuatu yang mengeluarkan waktu dan tenaga baik bantuan dan sebagainya. Harus ada nilai tukur secara patut yakni sesuatu yang bernilai seperti uang sebagai ganti kepatutan tersebut di era kapitalistik ini.

Entah realistis atau tidak. Seperti itulah yang ada kini di dalam masyarakat kita. Mereka dan kita juga enggan membuang-buang waktu tanpa produktivias akan hasil yang efektif. Sebab hidup segalanya butuh uang termasuk biaya dasar kehidupan kita antara sandang, pangan, dan papan.

Tidak hanya hal tersebut. Bagaimana wujud dari kemanusiaan akan kesembat sendiri yang bergeser dengan ikatan saling menerima manfaat satu sama lainnya. Saat ini tradisi kesambat dalam membangun rumah atau membongkar rumah di desa cenderung hilang.

Apakah ada hal yang lain dari kesambat itu juga banyak berubah? Bagaimana hal yang berubah itu juga merupakan dasar-dasar dari kemanusiaan di era sebelumnya yang kini mulai bertrasformasi ukurannya adalah uang?

Di desa sendiri kini budaya kemanusiaan seperti gotong royong yang mulai di komersialiasi tanpa ada bekas kesambat, yang artinya semua murni professional itu sudah dilakukan dalam membangun atau membongkar rumah di desa.

Selain itu budaya sumbang-menyumbang kalau seseorang punya hajat saat ini. Tidak seperti dulu yang artinya tanpa di undang jika mereka kenal. Akan datang menyumbang tanpa komando atau undangan berdaasar kerelaan.

Tetapi saat ini, tanpa ada undangan. Dan undangan itu harus berbentuk pangan seperti mie Instan, roti atau nasi misalnya. Ada keengganan datang ke hajatan berbeda seperti dulu itu terjadi di desa.

Memang di dalam masyarakat kapitalistik ini. Disamping nyumbang juga harus dengan uang. Sedangkan mencari uang sendiri tidak lah mudah. Berdasar kerelaan sendiri jika ada hajatan di desa mesti datang.

Kenyataannya memang akan bangkrut sendiri tanpa adanya imbal balik yang didapatkan. Bayangkan di desa hajatan, kematian, lahiran bayi, membangun rumah, sudah pasti unsur kemanusiaan masih ada. Artinya budaya sumbang menyumbang itu dilakukan.

Namun ketika diri tidak mengukur dengan uang yang ada sudah pasti. Kemanusiaan yang harus didasari dengan uang itu jelas akan memberatkan. Sebab di era kapitalistik, setiap bentuk kemanusiaan yang sudah mentradisi di desa sekalipun berdasar pada kekuatan uang.

"Inilah menjadi akhir dari catatan di era kapitalistik ini. Ketika kita ingin menjadi dermawan, ingin menjadi bijak, dan ingin keberadaaanya berarti untuk kemanusiaan bagi masyarakat sekitar. Tidak lebih gambaran awalannya adalah dengan uang sebagai modal kepedulian itu".

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun