Mohon tunggu...
Toto Priyono
Toto Priyono Mohon Tunggu... Penulis - Penulis
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Kamu bintang besar! Apa yang akan menjadi keberuntungan Anda jika Anda tidak memiliki sesuatu yang membuat Anda bersinar? -Friedrich Nietzsche-

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Merasa Miskin dan Aktif Merokok Itu

2 Agustus 2022   18:50 Diperbarui: 10 Agustus 2022   06:09 554
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Menyinggung masalah rokok dan kemiskinan itu dua hal yang sama, saling terkait sama sama lain; artinya dalam ekonomi itu berpengaruh.

Selam ini, entah mengapa saya tidak setuju ungkapan orang-orang bahwa merokok atau tidak itu tidak akan mempengaruhi kekayaan.

Ya memang yang dapat memperngaruhi kekayaan itu kerja keras, kerja efektif, dan rajin menabung, serta kuat-kuat menahan untuk membeli apa yang di butuhkan saja tidak di inginkan.

Tetapi dengan pengeluaran uang yang terus menerus untuk rokok. Saya percaya bahwa merokok akan menambah kemiskinan itu pasti dan saya iya kan. Sebab rokok sendiri masuk dalam konsumsi sehari-hari yang merogoh kocek uang.  

Soal 'kaya' memang itu masalah kesempatan dari bagaimana kita mencari uang, sedangkan tidak merokok itu upaya kita mengontrol uang, akan tetapi yang merokok itu sama membuang uang.

Harga rokok yang terus melonjak tinggi. Pendapatan yang cenderung stagnan. Jika memang kita orang yang rasional merasa bahwa kita sebenarnya miskin dengan pendapatan kita sehari-hari.

Maka bagaimanakah memaknai rokok supaya tidak terlalu besar dalam menyumbang kontribusi pada kemiskinan kita?

Rokok dan Kemiskinan

Pembahasannya tentang rokok dan kemiskinan ini. Tentu bukan saya tidak merokok. Sesekali saya merokok tetapi kadang kala, tak selalu dan melihat kondisi.

Bagi saya rokok itu kebutuhan yang tak prioritas dan kebutuhan hiburan semata. Sebab saya  bukan perokok aktif yang setiap hari harus merokok. Tidak seperti itu menimbang bagaimana saya juga harus terus berhemat tanpa beli rokok.

Alasannya karena saya masih merasa miskin dan pasif merokok dapat mengurangi kemiskinan saya tidak terlalu jauh, itu setidaknya alasan dan sejauh ini masih saya percaya tentang rokok.

Bagi saya konspirasi-konspirasi antara yang pro dan kontra terhadap rokok itu urusan mereka-mereaka yang setuju dan tidak setuju. Pada intinya saya tak mau konsumsi terhadap rokok berlebihan menyumbang kontribusi pada kemiskinan.

Bukan apa rokok hari ini sangat tidak murah dengan ketebalan isi kantong, ya kelas medioker pekerja seperti saya, gaji hanya UMR jateng yang 2-jutaan membeli rokok 20 ribu sudah harus pikir-pikir seratus kali.

Sangat sayang ketika per hari upah 70 ribu, 20 ribu harus untuk kebutuhan rokok. Bayangkan belum ketika kerja butuh makan, minum, bahkan bayar pak ogah dijalan dengan uang receh-receh itu dan segala bentuk parkir dan sebagainya.

Jelas merokok dengan konsumsi per-harinya katakan 20 ribu pasti akan memberatkan kantong dan jika duit itu dapat utuh berarti per-bulan saya dapat 600 ribu dari hemat tak konsumsi Rokok.

Untuk itu dengan banyak manfaat masalah finansial bagi yang tidak merokok dengan harga rokok yang terus melonjak tinggi, pandangan saya akan rokok tentu berbeda. Yang memilih moderat saja tentang rokok.

Sebab hidup dilingkungan orang-orang merokok tentu bagi sama-sama perokok itu akan menjadi hal yang biasa. Meski ada diksi bahwa rokok berbahaya bagi yang tidak merokok, saya ingin cuek saja akan itu.

Sebaliknya rokok itu, sedikit dapat membantu bergantian ketika salah satu dari seorang perokok yang sedang tidak punya rokok bisa meminjam satu sama lain asalkan masih bisa merokok itu sisi baik rokok.

Menyikapi Rokok

Kenyataannya sebagai bentuk saling menghormati satu sama lain tentang rokok. Saya yang bukan perokok aktif, pun harus merasa demikian. Biasa dan menghormati saja di dihadapan perokok dan rokok itu sendiri; "gak anti gak phobia, bahkan tak terbesit sekalipun dipikiran saya untuk mengharamkan meski itu secara pribadi".

Akan tetapi ada-ada saja orang yang anti rokok sekaligus anti perokok tentu ada saja. Tetapi saya bukan bagian dari keduanya dan tak ingin berpikir menjadi keduanya.

Tidak peduli malah dengan keduanya itu mungkin yang akan menjadi sikap saya. Mau merokok atau tidak itu urusan masing-masing. Begitu juga dengan kelakuan yang lain-lain.

Disini saya menganut liberalisme pribadi, yang mengedepankan cuek saja tentang apapun tingkah manusia lain, yang penting yang dirugikan diri mereka sendiri. Sebab mengapa demikian saya mempunyai sudut pandang pada rokok itu?

Rokok dan Kebudayaan

Seperti diketahui bersama dan itu bukan lagi dihadapkan pada rahasia umum. Rokok di Indonesia sudah menjadi bagian dari budaya itu harus sama-sama kita sadari dan akui eksistensinya.

Alasan rokok telah membudaya sendiri di dalam masyarakat kita. Rokok terkadang menjadi tolak ukur pertemanan, menutup rasa pekiwuh dari pada ngasih uang mending ngasih rokok jika ada teman yang ikut membantu pekerjaan kita.

Oleh karena itu sebagi orang yang moderat dalam gaya hidup, saya pun memakluminya. Karena itu kadang kala saya juga masih merokok sesekali untuk melebur dengan kebudayaan.

"Ya bagaimana gak saya merokok sesekali jika memang dikasih jatah misalnya dikasih teman. Rokok juga rezeki, ya saya terima saja. Namun kadangkala saya jual kembali juga rokok itu bila dijatah tergantung mood atau enggak saya mau merokok"

Tetapi biasannya saya merokok, tetapi tidak secara buta saya aktif merokok. Sebab saya sendiri merasa miskin, yang masih butuh uang untuk kebutuhan prioritas lain dalam hidup.

Saya yang masih lajang butuh biaya menikah jika nanti ada yang mau saya ajak nikah, buat rumah untuk anak-anak kelak, yang pasti uang tetap ada gunanya juga kok meski kita tak punya kebutuuhan itu.

Bayangkan jika kita berpikir pensiun dan umur kita panjang, sudah pasti kan menjadi tua sendiri kita tidak akan bisa tolak. Bukankah akan sangat berarti uang rokok kita untuk uang pensiun nanti ketika kita sudah tidak bisa bekerja produktif mengahsilkan uang?

Rasional akan Rokok   

Pada intinya saya merokok dengan sadar, tanpa candu dan masih berpikir dua kali ketika akan membeli rokok ayng harganya mahal itu. Maaf orang yang merasa miskin seperti saya dan akif sekali merokok mungkin itu dapat dikatakan maaf! "pe'*ok" atau orang yang berpikir keliru, sungguh keterlaluan.

Saya sendiri sering terheran-heran, "ya ini sih bukan saya mengkritik atau menyindir mereka-mereka yang secara gila aktif merokok sehari sampai bungkusan".

Tetapi rasionalah kita dengan kondisi ekonomi kita sendiri. Bukankah akan lebih baik mengurangi konsumsi rokok untuk hal yang penting, untuk kita tidak terjerat dalam kemiskinan lagi dan lagi yang terus menerus konsumsi rokok yang tak ada gunannya itu jika kita miskin?

Kita lihat berdasarkan hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) yang dilakukan Badan Pusat Statistik (BPS) pada Maret 2021, konsumsi rokok merupakan pengeluaran kedua tertinggi masyarakat miskin di perkotaan dan perdesaan setelah beras.

Dilihat dari total pengeluaran, konsumsi rokok mencapai 11,9 persen di perkotaan dan 11,24 persen di perdesaan. Mentri Keuangan Indoensia Sri Mulyani menilai konsumsi rokok yang tinggi di kalangan masyarakat bawah merupakan salah satu faktor yang membuat masyarakat Indonesia menjadi miskin.

Maka dari itu, menyadari akan potensi kemiskinan yang disebabkan oleh rokok, mamang harus disadari sejak sedini mungkin. Kedepan harga-harga kebutuhan bukan akan turun tetapi terus melonjak tinggi seperti pangan, hunian, pendidikan, dan lain sebagainya. 

Jika konsumsi rokok dapat membantu mengurangi beban akses kebutuhan hidup karena miskin. Kurangilah konsumsi rokok dan mulai meringankan beban itu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun