Mohon tunggu...
Toto Priyono
Toto Priyono Mohon Tunggu... Penulis - Penulis
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Kamu bintang besar! Apa yang akan menjadi keberuntungan Anda jika Anda tidak memiliki sesuatu yang membuat Anda bersinar? -Friedrich Nietzsche-

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Ancaman Krisis Dunia dan Resesi, Kita Harus Apa?

16 Juli 2022   11:05 Diperbarui: 16 Juli 2022   11:07 260
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrrasi: pixabay.com

Kabar dari Bill Gates di surat kabar online mengatakan bahwa krisis ekonomi global sudah dekat. Bill Gates berkaca pada ekonomi Amerika Serikat, tingginya inflasi disana dampak pandemic dan di perparah konflik Rusia-Ukraina yang akan mendekatkan pada krisis itu.

Bill Gates mengungkapkan harga produk konsumen hingga gas dan listrik akan melonjak tinggi. Menurutnya situasi ekonomi kini, dimana rantai pasokan terganggu, pandemic belum usai, akan memiliki dampak besar bagi ekonomi Amerika Serikat dan Global.

"Anda tahu bahwa kemungkinan besar ini akan mempercepat masalah inflasi Negara kaya dan memaksa kenaikan suku bunga yang pada akhirnya akan mengakibatkan perlambatan ekonomi" kata Bill Gates

Disamping Bill Gates memperkirakan dunia yang akan krisis. Sedang ramai perbincangan di dalam negri di Indonesia mengenai resesi seperti dikatakan Menteri Keuangan Sri Mulyani yang menyampaikan bahwa kondisi ekonomi Indonesia hingga saat ini masih berpotensi mengalami resesi.

Potensi ini berdasarkan laporan yang dikeluarkan oleh Bloomberg. Selain Indonesia terdapat sejumlah negara lain yang berpotensi mengalami resesi. Sri Lanka menempati posisi pertama negara berpotensi resesi dengan persentase 85%. Selanjutnya ada New Zealand 33 persen, Korea Selatan dan Jepang 25%.

Kemudian diikuti China, Hong Kong, Australia, Taiwan, dan Pakistan 20%. Malaysia 13%, Vietnam dan Thailand 10%, Filipina 8%, Indonesia 3%, dan India 0%.

Jadi apa sebenarnya beda krisis dan resesi itu? 

Resesi merupakan situasi yang terjadi ketika produk domestik bruto (PDB) atau pertumbuhan ekonomi suatu negara negatif selama dua kuartal berturut-turut.

Jika dalam kuartal berikutnya ekonomi tetap negatif, maka resesi berlanjut. Sebuah negara berhasil keluar dari resesi ketika ekonominya sudah bisa tumbuh positif lagi.

Sedangkan krisis ekonomi merupakan keadaan yang mengacu pada penurunan kondisi ekonomi drastis yang terjadi di sebuah negara. Penyebab krisis ekonomi itu fundamental ekonomi yang rapuh tercermin dari laju inflasi tinggi dan pertumbuhan ekonomi yang macet.

Penyebab krisis lain biasanya dikarenakan beban utang luar negeri yang melimpah dan melebihi kemampuan membayar, investasi tak efisien, defisit neraca pembayaran besar dan tak terkontrol.

Gejala krisis ekonomi biasanya didahului oleh penurunan kemampuan belanja pemerintah, jumlah pengangguran melebihi 50% dari jumlah tenaga kerja, penurunan konsumsi atau daya beli rendah, kenaikan harga bahan pokok yang tidak terbendung, penurunan pertumbuhan ekonomi yang berlangsung drastis dan tajam, dan penurunan nilai tukar yang tajam dan tidak terkontrol.

Selai itu krisis ekonomi biasanya mengakibatkan pemutusan hubungan kerja (PHK) besar-besaran, angka pengangguran naik, pemerintah kesulitan membiayai belanja, dan harga kebutuhan naik tajam.

Apa yang harus dilakukan saat inflasi tinggi berpotensi resesi dan krisis ekonomi?

Dengan tanda-tanda krisis serta resesi yang juga diprediksi bisa terjadi di Indonesia dengan tanda-tanda inflasi, dimana harga kebutuhan di Indonesia juga merangkak naik sejalan dengan ancaman krisis dan resesi ekonomi. Apa yang kita harus lakukan? Dikutip CNN Indonesia tentang Eduksasi Keuangan, inflasi terbang tinggi harus apa pada Sabtu, 16 Jul 2022.

Pertama, evaluasi pengeluaran dengan menentukan skala priorotas dan disiplin mengunakan uang supaya anggaran belanja dapat ditekan.

Kedua, menyiapakan skenario terburuk sebab bank dunia (world bank) telah mengingatkan sejumlah negara rentan resesi. Indonesia masuk daftar negara yang berpotensi tumbang.

Ketiga, siap dana darurat dimana kita harus mengecek kesehatan keuangan dengan melihat dana darurat. Sebab, hanya dana darurat yang bisa menopang seseorang melanjutkan hidup jika hal terburuk terjadi.

Keempat, sadar manajeman hutang, dimana masyarakat harus menghitung ulang kembali berapa total cicilan yang masih berjalan dalam jangka panjang, khususnya Kredit Pemilikan Rumah (KPR). Sebab, jika BI menaikkan suku bunga acuan, otomatis bunga kredit juga semakin tinggi. Bagi nasabah KPR yang sudah memasuki masa floating tentu akan ketar-ketir.

Kelima, kurangi jajan dan jalan-jalan itu mengurangi pengeluaran konsumtif lebih baik untuk menambah alokasi dana darurat sebagai jaga-jaga kondisi paling buruk terjadi.
 
Keenam, investasi. Sebab ekonomi global dan domestik yang sedang 'batuk pilek', bukan berarti tak boleh berinvestasi dan hanya bisa menaruh uang di bawah bantal. Masyarakat bisa memanfaatkan tren pelemahan sejumlah investasi, seperti saham. Ketika harga saham turun, masyarakat justru punya kesempatan untuk membeli dengan harga murah.

Ketujuh, menambah pemasukan. Jadi, ketika pengeluaran sudah tak bisa ditekan atau hanya dapat dikurangi sedikit, mau tak mau harus mencari tambahan penghasilan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun