Mohon tunggu...
Toto Priyono
Toto Priyono Mohon Tunggu... Penulis - Penulis
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Kamu bintang besar! Apa yang akan menjadi keberuntungan Anda jika Anda tidak memiliki sesuatu yang membuat Anda bersinar? -Friedrich Nietzsche-

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Imaji Hidup, Tentang Kaya, dan "The Real" Sengsara

15 Juli 2022   09:12 Diperbarui: 15 Juli 2022   09:14 576
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi:Pixabay.com

Sesuatu yang tidak pernah terlihat. Hanya akan menjadi gambaran imajinasi yang indah. Tentang harapan yang seperti ingin dijemput, ia bak kilauan permata yang indah bercampur dengan daki-daki manusia yang menghitam dicampur bau selokan yang tidak dapat dibayangkan warna dan baunya yang menyengat di tengah kota dibalik pemukiman yang kumuh.

Dalam khayal ini, pekatnya malam yang penuh dengan bintang. Udara panas yang mendera dunia saat ini. Seperti apa yang akan terjadi tidak pernah bertepi. Bahkan kini diantara musim kemarau, masih ada hujan yang terus turun dari langit. Membuat kepastian dari iklim juga tidak pasti seperti ekonomi yang terbayang-bayang akan resesi dan krisis.

Ungkapan-ungkapan yang indah dipikiran akan imaji hidup, kaya yang lebih baik keberadaaanya dan "the realnya" senggsara atau yang sesungguhnya sengsara. Dapatkah engkau sejenak bisa mengobati rasa dalam nestapa yang dialami manusia dalam setiap obsesi-obsesinya untuk mencapai keunggulan hidup dirinya sendiri?

Gambaran, tergambarnya hidup bukan saja untuk dirasakan dengan realitas keberadaan manusia. Kenyataannya itu semua dapat menjadi semu. Dan menjadi semu itu untuk kegelapan eksistensi mereka sendiri, yang tidak pernah hidup dalam kepastian selain dia memastikan sendiri mampu beradaptasi pada perubahan hidup.

Sebab kembali pada lamunan akan kehidupan. Apa yang bisa aku pandang kini, tak lagi seperti apa yang mungkin mereka akan pandang dalam hidup mereka sendiri, yang penuh dengan teka-teki, setidaknya itu yang saat ini aku percaya sebagai sebuah jejak, bahwa mencari selamat dalam hidup yang berkecukupan, kaya, kasusnya akan lebih baik dari itu.

Orang kaya dalam berbagai penelitian dapat memperpanjang umur mereka. Ya tentu pikiran yang tenang atas kehidupan. Beda dengan si miskin yang terus sengsara stress berpikir memenuhi kebutuhan ini itu, membuat ia tidak bisa mengontrol pemenuhan kebutuhannya sendiri, beda dengan orang-orang kaya.

Alangkah lebih baiknya orang kaya, dapat menerapkan hidup sehat, situasi sosio-ekonominya memungkinkan mengelola setres secara baik, yang itu menjadi dasar umur mereka dapat panjang.

Tetapi tentang teka-teki tentang hidup itu sebenarnya sudah ada clue, menjawab akhir dari permaianan hidup ini. Yang mana harapan akan hidup itu sendiri adalah impian-impian ilusif, akan membawa mereka dalam perjuangankan sebagai daya tarik ide-ide mereka untuk terus hidup.

Lelah, pilu, bahkan terbaring pada lamunan yang mensengsarakan itulah realitas yang harus dihadapi manusia jika terjungkal pada kesalahan-kesalahan hidup yang seharusnya dipahami dengan konsekwesi akan hidup itu sendiri.

Mengapa tidak bercita-cita menjadi kaya, hidup hemat, priatin, bahkan merasakan sengsara untuk kaya, itu tidak akan menjadi masalah kedepannya. Terpenting hidup ayem, semua kebutuhan dapat terkases dengan kekayaannya itu.

Pertanyan itu memang muncul; sekian lama aku telah mengalami berbegai jungkir baliknya hidup yang mana kemiskinan hal yang memperburuk kualitas hidup manusia itu tidak dapat ditampik, maka menjadi kaya adalah cara meningkatkan kualitas hidup yang lebih baik.

Mengapa aku serius sekali dalam hidup menjalani hidup ini dengan ide-ide akan kualitas hidup yang harus berubah? Masa bodo dengan mereka yang ingin hidup bersenang-senang saja tanpa melatih dirinya sendiri untuk berani sengsara menyelamtakan diri dan generasinya?

Setidaknya, aku tak mau sedikit pun hidup ini digantungan pada yang ada tetapi akau harus mewujudkan apa yang belum ada dalam kehidupanku. Sebab mengandalkan yang ada untuk hidup, jika tidak dibarengi dengan mengadakan hal yang belum ada akan fatal kedepannya.

Bagaimana orang yang ditimang-timang akan keberlimpahan kekayaan. Jika mereka hanya menikamti kekayaannya. Tinggal tunggu waktu, mereka akan miskin dengan sendirinya dibalik tidak maunya mengadakan yang belum ada, bersusah payah "kerja" mencari pundi-pundi kekayaanya lagi untuk meneruskan hidup kedepan.

Sebenarnya, jika dipikir dalam permukan wacana orang biasa-biasa; kenapa aku tak mengikuti mereka saja yang hidupnya selow, yang penting hidup ini senang. Tanpa berpikir besok mau jadi apa dan akan hidup bagaimana kedepannya. Ini memang tragis sekaligus memilukan.

Akan tetapi, apakah hidup ini kita tidak perlu merasakan tragisnya hidup? Bahkan mereka yang hidupnya senang-senang, kaya, berkeberlimpahan perlu belajar bagaimana sengsara itu. Keluar dari kemalangan hidup; dasar dari mereka bisa cerdas dalam kehidupan dan pentingnya kekayaan itu dapat tersadarkan?

Hidup seperti itu memang praktis, tanpa visi, tanpa misi dan tanpa apa-apa yang ingin diwujudkan sebagai bentuk apa itu eksistensi hidup. Apa yang dapat disumbangan dari kontribusi hidup. Dan apa yang mungkin dapat dilakukan sebagai kebaikan-kebaikan hidup.

Tetapi hidup manusia ini bukan suatu lelucon. Bukan pula sesuatu yang harus monoton begitu-begitu saja seperti hewan yang makan, minum, tidaur dan sex yang menunggu punah tanpa bisa melakukan apa-apa.

Setiap apa yang diperbuat selalu mengundang konsekwensi yang berimbang; itulah makna menjadi manusia yang berbeda dari hewan, yang hidupnya tak sempurna dalam mengontorl kehidupannya sendiri akan bagaimana nasibnya kedepan.

Dalam hati terdalam, aku memang ingin seperti itu. Merokok sebagai pelepas penat bak kataris diri. Nongkrong berwisata tanpa peduli besok mau jadi dan makan apa menghambur-hamburkan uang hasil bekerja. Dan hidup asal senang tanpa terbebani suatu apapun. Terlihat itu memang membahagiaakan.

Ya, tidak ada yang salah dari situ, tidak ada pula yang akan peduli bagaimana engkau akan hidup. Akan tetapi aku tidak mau seperti itu, tidak mau. Aku ingin hidupku cukup dengan kehidupanku sendiri, yang tetap mempunyai pandangan sendiri tentang hidup yang efektif dibalik kekayaan yang harus diwujudkan, dilakukan, dan di upayakan sebagai peningkatan kualitas hidup untuk aku, keluargaku, dan generasi setelahku.

Aku tidak mau hidup hanya membuang waktu, tidak mau membuang sumber daya uang dengan terlalu banyak merokok, mengahambur-hamburkan uang dengan wisata, atau yang tidak penting seperti pemenuhan hidup yang mengikuti trend.

Sebab aku ingin hidup minimalis dengan gaya, kesadaran dan motif yang tumbuh dalam diriku sendiri untuk itu; kaya sebagai penyeimbang hidup itu penting jika tau mau sengsara yang sebenarnya. Mereka yang sengsara sebenarnya tidak akan pernah merasa cukup, dan terus dikejar rasa kurang dalam hidup yang mereka mencari kehidupan bukan punya kehidupan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun