Pertanyan itu memang muncul; sekian lama aku telah mengalami berbegai jungkir baliknya hidup yang mana kemiskinan hal yang memperburuk kualitas hidup manusia itu tidak dapat ditampik, maka menjadi kaya adalah cara meningkatkan kualitas hidup yang lebih baik.
Mengapa aku serius sekali dalam hidup menjalani hidup ini dengan ide-ide akan kualitas hidup yang harus berubah? Masa bodo dengan mereka yang ingin hidup bersenang-senang saja tanpa melatih dirinya sendiri untuk berani sengsara menyelamtakan diri dan generasinya?
Setidaknya, aku tak mau sedikit pun hidup ini digantungan pada yang ada tetapi akau harus mewujudkan apa yang belum ada dalam kehidupanku. Sebab mengandalkan yang ada untuk hidup, jika tidak dibarengi dengan mengadakan hal yang belum ada akan fatal kedepannya.
Bagaimana orang yang ditimang-timang akan keberlimpahan kekayaan. Jika mereka hanya menikamti kekayaannya. Tinggal tunggu waktu, mereka akan miskin dengan sendirinya dibalik tidak maunya mengadakan yang belum ada, bersusah payah "kerja" mencari pundi-pundi kekayaanya lagi untuk meneruskan hidup kedepan.
Sebenarnya, jika dipikir dalam permukan wacana orang biasa-biasa; kenapa aku tak mengikuti mereka saja yang hidupnya selow, yang penting hidup ini senang. Tanpa berpikir besok mau jadi apa dan akan hidup bagaimana kedepannya. Ini memang tragis sekaligus memilukan.
Akan tetapi, apakah hidup ini kita tidak perlu merasakan tragisnya hidup? Bahkan mereka yang hidupnya senang-senang, kaya, berkeberlimpahan perlu belajar bagaimana sengsara itu. Keluar dari kemalangan hidup; dasar dari mereka bisa cerdas dalam kehidupan dan pentingnya kekayaan itu dapat tersadarkan?
Hidup seperti itu memang praktis, tanpa visi, tanpa misi dan tanpa apa-apa yang ingin diwujudkan sebagai bentuk apa itu eksistensi hidup. Apa yang dapat disumbangan dari kontribusi hidup. Dan apa yang mungkin dapat dilakukan sebagai kebaikan-kebaikan hidup.
Tetapi hidup manusia ini bukan suatu lelucon. Bukan pula sesuatu yang harus monoton begitu-begitu saja seperti hewan yang makan, minum, tidaur dan sex yang menunggu punah tanpa bisa melakukan apa-apa.
Setiap apa yang diperbuat selalu mengundang konsekwensi yang berimbang; itulah makna menjadi manusia yang berbeda dari hewan, yang hidupnya tak sempurna dalam mengontorl kehidupannya sendiri akan bagaimana nasibnya kedepan.
Dalam hati terdalam, aku memang ingin seperti itu. Merokok sebagai pelepas penat bak kataris diri. Nongkrong berwisata tanpa peduli besok mau jadi dan makan apa menghambur-hamburkan uang hasil bekerja. Dan hidup asal senang tanpa terbebani suatu apapun. Terlihat itu memang membahagiaakan.
Ya, tidak ada yang salah dari situ, tidak ada pula yang akan peduli bagaimana engkau akan hidup. Akan tetapi aku tidak mau seperti itu, tidak mau. Aku ingin hidupku cukup dengan kehidupanku sendiri, yang tetap mempunyai pandangan sendiri tentang hidup yang efektif dibalik kekayaan yang harus diwujudkan, dilakukan, dan di upayakan sebagai peningkatan kualitas hidup untuk aku, keluargaku, dan generasi setelahku.