Mohon tunggu...
Toto Priyono
Toto Priyono Mohon Tunggu... Penulis - Penulis
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Kamu bintang besar! Apa yang akan menjadi keberuntungan Anda jika Anda tidak memiliki sesuatu yang membuat Anda bersinar? -Friedrich Nietzsche-

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Pengalaman Krisis: Khawatir yang Menyelamatkan

13 Juli 2022   00:21 Diperbarui: 13 Juli 2022   00:33 162
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi: kompas.com

Entah mengapa akhir-akhir ini, Saya melihat berbagai fenomena dunia membuat rasa kwatir yang mendalam. Perang Ukranina-Rusia yang belum berkesudahan membuat ancaman resesi ekonomi di belahan dunia pasti akan terjadi.

Bila mana pihak yang berperang tidak mau mengalah satu sama lain. Potensi perang yang lebih besar, bahkan dengan senjata nuklir itu sangat terbuka terjadi dilakukan disana yang akan lebih keras mengancam kesetabilan dunia.

Saya kira saat ini pun. Dunia memang sedang tidak baik-baik saja termasuk di Indonesia. Harga-harga kebutuhan pokok mulai naik mulai dari telur yang saat ini harganya mencapai tiga puluh ribu. Daging ayam yang empat puluh ribu, serta cabe rawit yang sedang mengalami kenaikan drastic, membuat masyarakat Indonesia pun terasa dampak ekonominya belum rencana kenaikan harga BBM.

Kedepan nilai uang tidak akan ada "aji" lagi atau kekuatan, yang mana inflasi sudah mulai fan terus akan mengrogoti nilai uang itu sendiri sebagai sebuah konsekwensi ekonomi di tengah masyarakat.

Inflasi secara praktis membuat harga tinggi. Semakin harga tinggi, semakin uang yang banyak itu tidak akan ada lagi nilainya membeli kebuthan. Kedepan uang satu juta mungkin nilinya akan sama dengan lima ratus ribu tiga tahun belakangan ini bukan sesuatu yang tidak mungkin.

Beralih ke mancanegara. Kita tahu bahwa Negara Srilangka sana di Asia Selatan kini sedang mengalami krisis ekonomi yang dibarengi dengan krisis politik. Alasan itu terjadi kerana pemerintahan disana salah urus Negara, utang terlalu tinggi sehingga Srilangka mengalami krisis yang hebat dan situasi chaos.

Rumah bahkan istana presiden, di obrak-abrik masa yang tidak puas dengan pemerintahan disana oleh masyarakatnya sendiri sebagai bentuk protes, yang menginginkan presiden Srilangka saat ini untuk mundur dari jabatannya.

Dengan berbagi banyak fenomena dunia. Pikiran kita dibalik, saya dan anda juga harus berpikir bagaimana survive menyelamatakan hidup masing-masing ditengah ancaman krisis ekonomi dunia.

Merangkak sedikit-sedikit, menghitung-hitung pendapatan dan pengeluaran supaya bisa selamat sampai nanti tidak kekurangan suatu ekonomi apapun untuk diri merupakan hal yang harus disiasati dilakukan praktiknya.

Akan tetapi yang ada. Pikiran kita yang kini juga terbelah dengan berbagai isu yang terjadi di belahan dunia, membuat detak kekhawatiran tetap akan dirasakan dalam hidup kita seperti bayang-bayang sebuah fakta yang pasti.

Sejujurnya bila direnungi. Ya memang tidak seharusnya saya kuwatir, masih lajang dan ada pekerjaan walau gaju sedikit tetapi tetap jika dibandingankan dengan seorang ibu yang pendapatan suaminya tidak pasti.

Kerja serabutan tanpa gaji tetap bulanan, yang terkadang bekerja jika ada pekerjaan saja. Biaya sekolah yang semakin tinggi. Anak sekolah dasar seperti dikutip berbagai sumber biaya pertahun mencapai 3-4 juta rupiah.

Sedangkan Sekolah Mengah Atas (SMA) dengan SPP 350 ribu di SMK swasta ditotal dalam satu tahun untuk biaya sekolah mencapai 4 juta lebih setahun belum uang gedung, saku anak, buku dan lain sebagainya. Itu belum dengan biaya asuransi kesehatan yang harus dipikirkan pula.

Tentu jika berpikir kesana. Dibarengi dengan harga kebutuhan pokok yang melambung tinggi, rasanya dengan pendapatan yang tidak pasti, perjungan hidup terasa berat dan memang dipikir sangat berat.

Untungnya di Indonesia, seperti apa yang dinyanyikan oleh grup band legendaris Koesplus menyebut Indonesia tanah surga. Harus diakui dan disyukuri. Keberlimpahan dari alam masih cukup menopang krisis di Indonesia pengalaman dari tahun ke tahun. Entah mengapa saya masih yakin akan hal tersebut.

Saya ingat sewaktu pandemic tahun 2020 kemarin. Inisiatif dari orang-orang desa. Saya mengamati karena saya tinggal di desa. Dibeberapa kota seperti Jakarta dan lain sebagainya menerapkan lockdown. Orang-orang desa mengirim bahan makanan seperti beras untuk sanak saudara di kota yang terdampak lockdown.

Itu menjadi kearifan yang sudah menjadi tradisi masyarakat kita; bahwa krisis bukan menjadi penghalang empati sanak saudara untuk saling menyelamatkan satu sama lain. Saya kira budaya-budaya tersebut akan terus ada di Indonesia.

Di lain sisi, orang-orang desa seperti tetangga, keluarga bahkan kebanyakan masyarakat jika harga kebutuhan sedang tinggi. Untuk bertahan hidup orang desa, mengandalkan tanaman-tanaman yang ditanam dikebun, yang bisa didapatkan secara gratis dan murah seperti daun singkong, jantung pisang, dan genjer di sawah untuk bertahan hidup makan sehari-hari.

Secara jujur saya akui dan saya terapkan akhir-akhir ini mensiasati kebutuhan pokok yang tinggi. Nalar survive sebagai manusia juga saya lakukan mengamankan antara pendapatan dan pengeluaran yang harus seimbang ditengah ancaman krisis ekonomi.

Beberapa bulan ini semanjak harga telor naik satu-dua bulan lalu. Saya jarang bahkan belum pernah beli telor sampai saat ini, yang sebelumnya dua-tiga bulan lalu masih dua puluh ribu dapat kini menjadi tiga puluh ribu.

Sebelum naik, stok telor sebagai lauk pasti ada di dapur rumah saya dan saat ini nyaris tidak ada dan memang sengaja tidak saya beli.

Untuk bertahan hidup sehari-hari, yang mana bumbu dapur harganya kini naik seperti bawang, brambang dan lain sebagainya. Minyak goreng  juga naik, semua naik. Kami; saya dan keluarga paling banter lauk untuk makan sehari-hari tahu dan tempe. Sisanya sayur yang kami petik sendiri dari kebun dan pekarangan rumah.

Mau tidak mau memang tetapi itulah cara hidup bentuk survive kami, saya dan keluarga mensiasati tanda-tanda krisis ekonomi.

Saya yang kini getol meminimalisir pengeluaran dan sisa uang ditabung untuk masa depan. Begitu pun bertanya-tanya; akan sampai mana kekuatan nilai uang yang saya tabung saat ini dimasa depan? Apakah akan cukup untuk ini dan itu ketika saya nanti berkeluarga, biaya bangun rumah, sekolah anak dan kesehatan keluarga?

Yang jelas krisis ini juga merupakan tantangan, yang menabung saja nilai tukar akses eknominya untuk membeli sesutu tidak pasti dimasa yang akan datang. Apa lagi yang memang tidak menabung. Pasti yang menabung akan lebih baik dari pada yang tidak untuk situasi apapun.

Maka mensiasati tanda-tanda krisis ini, yang mana sebenarnya ini adalah tantangan untuk kelas ekonomi mana pun dari bawah sampai ke atas.

Dan krisis ini memang pengahlang bagi yang tadinya mau naik kelas, harga tinggi, akhirnya dengan daya beli yang merosot orang-orang kelas menengah juga berpotensi menjadi kelas bawah apalagi yang sudah dibawah, atas pun demikian bisa menjadi menengah.

Oleh sebab itu "krisis" ekonomi ini adalah tantangan. Benar-benar tantangan bagaimana kecerdasan dalam mengatur hidup diri dan keluarga akan diuji.

Kekehawatiran sebagai bentuk dasar dari pengetahuan akan situasi, menjadi hal yang akan menyelamatkan kita dari krisis ekonomi yang pasti berpotensi akan terjadi ini.

Setidaknya dengan khawatir, kita dapat mensiasati langkah apa yang harus ditempuh untuk mengamankan dan menyelamatkan hidup kita di tengah krisis ekonomi untuk hari ini, besok dan dimasa yang akan datang.    

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun