Mohon tunggu...
Toto Priyono
Toto Priyono Mohon Tunggu... Penulis - Penulis
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Kamu bintang besar! Apa yang akan menjadi keberuntungan Anda jika Anda tidak memiliki sesuatu yang membuat Anda bersinar? -Friedrich Nietzsche-

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Kini, Tentang Bayang-Bayang Kekehawatiran yang Menjadi-jadi

21 Juni 2022   07:58 Diperbarui: 21 Juni 2022   08:16 199
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi: Kompas.com

Suara yang bergeming pagi ini rasanya seperti suara sapu ijuk yang setiap pagi bergema di jalan raya, ya aku memang tidak pernah menjumpai itu pasukan pembersih jalan raya yang selalu sibuk setiap pagi dengan segudang kecerahan yang mereka bawa setiap harinya.

Bahkan waktu subuh pun aku masih terlelap menjemput semua nasibku malam itu yang ingin aku kutuk menjadi sebuah abu. Ya tentu menjadi abu dimana aku bisa terbang ke pegunungan Swis, Eropa yang indah itu, Laut Raja Ampat yang menawan di Papua sana.

Ya hanya itu yang aku bisa, berilusi, berimajinasi, membayangkan, dan mengandaikan bahwa semua itu dapat terjadi. Tetapi mungkin baying-bayang kenyataan ini sepertinya telah tandus. Realitaku tak akan pernah kemana-mana selain imaji-imajiku.

Bagaimana mau kemana-mana, kebutuhan yang mendasar seperti telah menunggu untuk di akses dan dibeli kedepannya,rumah, lahan pertanian sebagai sumber daya hidup. Disini akan lebih menarik membangun itu sebagai sebuah instrument hidup dari pada jauh-jauh berkeliling tetapi dimasa hidup yang pajang terkatung-katung oleh gaya yang mentereng tetapi untuk makan tidak mampu.

Mamang menjadi manusia adalah pilihan bagi siapapun yang sadar akan pilihannya itu. Ada orang yang pecaya akan keyakinanannya, ideologinya dan ada yang percaya gaya hidup yang utama. Namun dibalik semua itu, apakah semua secara bebas benar harus dijalankan sesuai dengan hal-hal yang ideal itu?

Menjadi manusia kini, nyatanya antara kutukan dan doa merupakan bagian yang tidak pernah lepas dari bayang-bayang pikiran akan hidupnya yang kadang merasakan kebahagiaan sedetik derita tiga sampai empat jam berikutnya.

Rasanya menjadi keduannya berarti memagang erat sebuah kekhawatiran, bagaimana unutk menjadi tunggal di dalam kehidupan ini, yang tak peduli pada kendali apa yang di kendalikan orang lain itu lebih baik dari pada ingin diri terlibat dalam hidup manusia lain yang penuh dengan drama yang mengotori batin dan kalbu kita sendiri.

Memang benar, hidup itu sebuah kesusahan dan sebuah kepayahan yang inginnya kita lupakan, ya tentu hanya teruntuk masalah kita sendiri, bukan kita membawa masalah orang lain terhadap kita.

Namun dibalik itu antara senyum dan tawa, kita memang bisa berekspresi, sesuai apa yang kita mau, tetapi apakah tidak akan ada sesorang yang akan mengusik kedamaian hidup kita pada akhirnya dalam menjalaninya?

Harapan sedikit agak mengecewakan. Inilah, menjadi manusia soliter, hidup diruang-ruang pribadi, tanpa peduli sekitar. Dibutuhkan untuk menangkis bagaimana bersentuhan dengan banyak orang nyatanya banyak mengusik kedamaian diri.

Kita tahu bagaimana pikiran itu tidak berhenti berpikir ketika membahas sesuatu, mencoba merangkai masalah dengan orang lain, dan memecahkan itu hanya menjadi sebuah kata-kata kosong yang tidak ada pangkalnya. Obrolan semacam itu rasanya hanya akan menjadi sampah-sampah pikiran yang menjijihkan.

Lantas, apa yang seharusnya dipikir saat ini sebagai manusia yang kompleksitas masalahnya itu yang sangat tak berujung? Hidup tak ramah dengan buih-buih masalah yang dibuat oleh diri kita sendiri? Nyatanya kekhawatiran akan hidup itu, disadari atau tidak keberadaanya memanglah nyata adanya dibalik senyum simpul mereka-mereka yang kau anggap itu sebagai sebuah cinta.

Tentang bayang-bayang kekhawatiran, aku seperti telah menjadi batu yang mengeras ditengah pegunungan kapur. Bagaimana persoalan hidup itu tidak mudah di selami lagi dengan kaca mata menjadi biasa-biasa saja sebagai manusia muktahir.

Yang mana entah mengapa akhir-akhir ini pengetahuan akan filsafat, sains, dan agama-agama sudah tidak mempunyai pengaruh pemikiran apa-apa pada hidup manusia lagi, mereka hanya tampak di pemukaan tetapi tidak di dalam implementasi ide-ide, ketahanan dan pertahanan hidup, dan rasa aman yang harus menjadi pengaman bagi hidup manusia.

Sama sekali di pikiranku tidak ada kekhawatiran akan surga, akan kebijaksanaan dari filsafat sebagai pegangan hidup, dan kemajuan sains yang dipandang sebagai sebuah kecerdasan artifisial manusia yang tidak ingin lagi aku pandang sebagai sesuatu yang mengagumkan.

Kini bagiku semua adalah omong kosong dibalik isu ekonomi yang benar-benar nyata menjadi kekehawatiran baru bagi manusia dunia, Inflasi dan masalah serius akan pangan dan ekonomi membuat dominasi dunia harus terus di ubah.

Dimana, kekuasaan itu seperti tidak menginginkan semua baik-baik saja. Masyarakat sipil yang terkekang. Perang yang menjadi sebuah ambisi dari kekuasaan dan kekhawatiran. Tetapi tidak perang pun kekhawatiran pada diri manusia itu tetap akan muncul, dibalik sumber daya manusia yang di akses semakin mahal dengan kepemilikan akan sumber daya itu yang tidak berimbang bagi para penduduknya, yang saling menguasai satu sama lain.

Perang Ukraina dan Rusia di tahun 2022 ini seperti menjadi puncak kekhawatiran itu, bagaimana jalan akan kuasa dan dominasi sumber daya menjadi sangat renyah. Dan ketaklukan menjadi pemuas pada gejala-gejala kekehawatiran akan nilai mata uang masa depan.

Pemimpin ingin dominasi, status quo yang terus dipertahankan, dan orang-orang kaya itu yang mampu menyetak uang atas nama Negara. Apakah semua bentuk kekacauan ini bukan by design yang sebelumnya sudah di bentuk membuat dunia keos dengan berbagai permasalahan yang menimpanya?

Entah bagaimana semua ini terjadi karena konspirasi, bisnis-bisnis senjata yang diuntungankan dalam perang. Kehendak akan kuasa Negara-negara besar. Ini adalah realita, dimana masyarakat menjadi korban, bagaimana kejahatan akan kemanusiaan itu lebih nyata dalam perang atas ilusi pengusaan dan sumber daya itu.

Tetapi, apakah kita seharusnya mendukung perang? Yang mana perang sebagai sebuah kebenaran di gaungkan berbagai pihak dalam hal ini perang ditahun 2022 antara Ukraina yang di dukung Negara NATO dan Rusia yang sama-sama berada dan berjuang atas nama kebenaran atas kekhawatiran mereka masing-masing?

Dalam kisah Mahabarata, perang menjadi solusi untuk menyelsaikan sesuatu yang bermasalah. Pasca perang tatanan dunia itu berubah seperti halnya Kerajaan Hastina Pura dalam kisah mahabarata, yang semakin kuat dan membawa kemakmuran pada masyarakatnya, apakah ini yang akan terjadi kedepan pasca perang Ukraina dan Rusia yang mana kebenaran akan selalu menang di dalamnya?

Yang jelas, harga-harga yang melonjak naik, inflasi dan lain sebagainya telah membuat bayang-bayang baru kekhawatiran itu. Aku pun dibuat kuwatir yang semakin hebat vibrasinya.

Bagaimana tidak, bila dipikir antara pengahasilan dan belanja, kebutuhannya hanya mencukupi itu, ya "hidup" kedepan hanya diharapkan untuk bertahan hidup saja dibalik kekuasaan modal yang semakin berkuasa, tenaga yang semakin dipandang rendah dengan upah yang minim, entah mau menjadi apa para manusia, terdistori jadi pepesan kosong yang tak disadari dan kekehawatiran yang menjadi-jadi tak pula disadari.

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun