Mohon tunggu...
Toto Priyono
Toto Priyono Mohon Tunggu... Penulis - Penulis
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Kamu bintang besar! Apa yang akan menjadi keberuntungan Anda jika Anda tidak memiliki sesuatu yang membuat Anda bersinar? -Friedrich Nietzsche-

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Alasan Indonesia Akan Panen Orang Lajang dan Telat Menikah

21 Juli 2021   18:42 Diperbarui: 21 Juli 2021   18:57 279
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sudah pasti siapapun orangnya saat ini, banyak dari mereka merasakan adanya budaya yang bergeser dalam setiap aspek kehidupan manusia dewasa ini.

Ditambah dan tidak dapat mengelak untuk dipungkiri lagi dengan adanya pandemi covid-19, budaya masyarakat baik dalam dunia pendidikan maupun keagaamaan karena keadaan pandemi juga mengalami banyak pergeseran system yang sebelumnya berlaku menjadi system yang baru untuk dijalankan.

Bukan apa, dengan adanya covid-19, belajar secara online atau daring melalui internet sudah biasa dilakukan pada masa pandemic oleh para siswa. Juga dengan peribadatan keagamaan yang biasanya dilakukan ditempat ibadah kini banyak dari ummat beragama beribadah dirumah untuk meminimalisir adanya penularan covid-19.

Selain itu pesta atau acara-acara yang berkerumun juga sangat dibatasi seperti hajatan dan event-event lainnya yang menimbulkan banyak krumunan. Tidak lepas dari pantauan dan pembatasan dimasa pandemic covid-19 ini, orang-orang yang berdagang juga diberlakukan jam malam saat PPKM, baik pasar ataupun Mall, ada pergeseran waktu oprasional tersendiri saat pandemic covid-19.

Untuk itu dengan budaya masyarakat yang bergeser dengan adanya pandemic covid-19, mungkinkah budaya romansa anak muda abad ke-21 atau sering disebut dengan milenial juga akan bergeser, dimana Indonesia sendiri akan panen orang-orang lajang dan telat menikah dimasa yang akan datang?

Kata-kata lajang dan telat menikah diabad ke-21 ini memang bukanlah hal yang baru. Lajang sendiri artinya hidup tanpa pasangan, ataupun seseorang yang tidak terikat pada pernikahan. Sedangkan untuk seorang yang menikah sendiri itu adalah bersatunya seseorang dalam pasangan yang mempunyai visi bersama dalam membangun sebuah keluarga.

Maka dari itu dengan problema social yang semakin kompleks, dimana Indonesia semakin hari kedepan akan semakin maju dalam pendidikan, serta gaya hidup popular yang semakin melekat dengan anak muda milenial yang semakin menunjukan kemajuan dengan ramahnya teknologi.

Mungkinkah Indonesia akan benar-benar panen orang lajang dan telat menikah karena sudah berbedanya gaya hidup dan pandangan hidup saat ini khususunya bagi mereka anak muda?

Tentu ini adalah pertanyaan yang penting, dimana budaya pernikahan usia dini yang dipandang sebagai sebuah kerugian dan lajang yang disebut sebagai orang-orang yang tak laku bila sudah mencapai usia matang, sepertinya orang-orang diabad ke-21 sudah tidak terlalu berpikiran akan itu.

"Sebab Indonesia saat ini, saya kira sedang berada dalam sebuah kemajuan zaman secara cepat, yang mungkin akan terus berkembang kedepan. Perkembangan itu terkait pasti dengan meningkatnya ekonomi dan aktivitas-aktivitas social serta pendidiakan yang semakin maju"

Bukankah pendidikan tinggi sendiri adalah hal dari penyumbang terbesar orang-orang untuk tidak menikah secara dini? Majunya pendidikan berarti juga akan menjadi pioneer majunya pemikiran anak muda. Indonesia, dimana pendidikan tinggi saat ini, menjadikan tantangan anak muda untuk lebih baik mengejar sebuah karir terlebih dahulu diusia produktif mereka tidak peduli dengan gendernya. Apalagi bila itu terjadi diperkotaan, budaya anak muda sangat terasa adanya pergeseran dengan lebih mengutamakan karir.

Katakanlah usia seseorang dalam menuntaskan pendidikan sampai sarjana rata-rata umur 22 tahun, bukankah itu secara usia sendiri bila mereka mengejar sebuah karir? Menikah tentu akan menjadi sandungan yang nyata bagi mereka dan lebih memilih untuk menjadi lajang terlebih dahulu.

Menikah saat ini juga bukan perkara yang gampang diabad-21, dibutuhkan mapan secara ekonomi, mental dan factor-faktor lain yang mendukung sebuah pernikahan.

Maka kita lihat data yang ada. Pada 2020, mungkin juga karena pandemi, jumlah perceraian meningkat di seluruh dunia. Indonesia pun juga terkena dampak. Di beberapa tempat, jumlah perceraian melonjak tajam.

Pada Juni 2020, Pengadilan Agama Bandung mengalami krisis. Lebih dari 1000 pasangan mengajukan perceraian. Jumlah ini melonjak tajam. Biasanya, mereka hanya menerima sekitar 700 pengajuan cerai. (Jakarta Post, 25 Agustus 2020)

Banyak dari pasangan yang mengajukan cerai menggunakan alasan ekonomi sebagai dasar perpisahan.  Karena banyaknya pengajuan cerai, para pekerja di Pengadilan Agama Bandung harus menutup kantor selama dua minggu. Hal serupa terjadi di Banten. Sekitar 2000 orang sudah mengajukan perceraian. Jumlah ini jauh lebih tinggi dari biasanya.

Aceh dan Semarang juga mengalami lonjakan perceraian. Pada paruh tahun 2020, Pengadilan Agama Semarang sudah menerima 1586 pengajuan cerai. Lhokseumawe, Aceh, sudah menerima 315 pengajuan Cerai pada Juli 2020. Alasan yang diajukan serupa, yakni alasan ekonomi.

Selain ekonomi dan juga karir yang harus benar-benar mapan, kematangan mental seseorang dalam memandang pernikahan juga sangat ditentukan dengan beban untuk mengasuh anak dan probema social yang semakin berat dilalui termasuk semakin tingginya biaya membesarkan anak ditahun 2021 ini kedepan.

Menurut Riset yang pernah dilakukan Tirto.co. id. Setidaknya jika anda memiliki satu anak pada 2009 maka estimasi yang perlu dikeluarkan adalah Rp25.588.000 selama setahun, atau setara Rp2,13 juta per bulan. Angka itu diasumsikan bahwa anda tidak mengeluarkan uang untuk susu formula atau pendamping bayi.

Sementara untuk kelahiran 2016 angka yang harus anda keluarkan selama setahun sebesar Rp31.596.000 dengan asumsi yang sama. Lalu jika anda memiliki anak pada 2016, berapakah biaya yang harus dikeluarkan hingga anak itu bisa mandiri pada usia 21 tahun? Tim riset tirto.id memberikan estimasi biaya sebesar Rp2.945.102,750.

Angka itu didapat dari asumsi makanan merupakan makanan kebutuhan pokok tiga kali sehari, lantas biaya pendidikan yang disesuaikan dengan jenjang pendidikan utama, kebutuhan tempat tinggal, transportasi, dan biaya kesehatan. Penyesuaian harga menggunakan rumus present/future value dengan interest rate: 2010-2015 menggunakan inflasi sementara 2015-2020 menggunakan inflasi forecast 2020: 3,81% (rata-rata 2015-2020).

"Semakin beratnya tantangan menikah bagi generasi saat ini, belum juga dengan pertimbangan ekonomi dalam karir yang benar-benar harus tertata sebelumnya. Tentu pertimbangan yang kritis sangat diperlukan untuk seseorang mempertimbangan pernikahannya".

Untuk itu, keritisan pada pernikahan sendiri, berpikir dalam pengembangan karir dulu yang lebih mapan dan juga besarnya biaya membesarkan anak, yang tentu dipatok pada nilai yang mungkin masih jauh dari pendapatan akan gaji yang kebanyakan saat ini penggajian pekerja mayoritas di patok UMR atau Upah Minimun Regional yang hanya cukup untuk biaya sendiri.

Disitulah mengapa Indonesia sendiri secara jelas akan terlihat akan panen orang lajang dan telat menikah dimasa yang akan datang. Bukankah semakin maju suatu Negara baik dalam kebudayaan maupun ekonomi juga akan mempengaruhi presentase umur sendiri dalam pernikaahan?

Seperti orang Korea Selatan maupun Jepang, rata-rata usia pernikahan disana jika dipukul rata yaitu kisaran 30 tahun keatas, sedangkan di indoneisa saat ini, usia 30 masih banyak orang berpandangan itu terlalu tua untuk menikah.

  

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun