Mohon tunggu...
Toto Priyono
Toto Priyono Mohon Tunggu... Penulis - Penulis
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Kamu bintang besar! Apa yang akan menjadi keberuntungan Anda jika Anda tidak memiliki sesuatu yang membuat Anda bersinar? -Friedrich Nietzsche-

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Saku Lebaran untuk Anak-anak, Budaya yang Mentradisi

13 Mei 2021   23:26 Diperbarui: 30 Mei 2021   23:18 369
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Saya tidak akan menyalahkan bagaimana budaya itu dibangun. Semua budaya yang masih dilakukan adalah buah dari suatu kepatutan yang dilestarikan termasuk budaya memberi saku (uang) pada anak-anak saudara dan tetangga ketika lebaran tiba".

Memang tidak saya pungkiri, mungkin anda juga merasa bahwa lebaran 2 tahun belakangan ini, yang bersamaan dengan adanya pandemi corona telah mengubah cara pandang kita dalam menginterpretasi sebuah hari raya khususnya untuk umat beragama.

Tidak menapik sebagai orang yang memeluk agama islam, lebaran saat ini, apalagi saya hidup di Desa. Terus terang dengan adanya larangan mudik. Sanak-saudara yang tidak boleh mudik dari kota membuat suasana leberan dua tahun belakangan berbeda sekali dan didesa serasa bukan lebaran itu memang bukan bualan semata.

"Lebaran atau Idul Fitri adalah masa dimana sanak-saudara berkumpul, saling bercengkrama dan melepas rindu sesama sanak-sudara di desa atau kampung"

Meski suara takbir bergema, solat Id juga diperbolehkan dengan standart protocol kesehatan baik di desa maupun kota di masjid-masjid. Namun tetap tanpa adanya sanak-saudara mudik , lebaran kali ini tidak sesemarak seperti sebelum pandemi.

Namun bagimana pun keadaannya, semua memang harus dilakukan dengan standart peraturan pemerintah demi mematahkan penyebaran virus corona. Sebab berkaca di negara india sendiri. Tradisi keagaamaan yang dilakukan secara berkerumun justru menjadi mala petaka di negara tersebut akan serangan virus corona yang terlampau masih dalam jangka waktu pendek.

Karena banyaknya krumunan orang mandi di sungai gangga, Negara india kewalahan menangani masyarakatnya yang terpapar virus corona. Saat itu, pasca ritual keagamaan tersebut selsai dilakukan, ditaksir per hari ada ratusan ribu orang terpapar covid-19 di negara india.

Untuk itu, mungkin bisa dijadikan rujukan mengapa pemerintah Indonesia masih melarang mudik dilakukan. Sebab virus corona sendiri masih banyak tersebar diruang-ruang hidup masyarakat.

Dengan plus minus keadaan lebaran saat pendemi corona, keprihatinan memang harus benar-benar disadari masyarakat bawasanya kedepan, virus corona pasti akan berakhir. Dan lebaran dapat seperti sedia kala, tentu untuk dapat berkumpul dengan keluarga.

Namun ditengah pandemi ini yang juga ekonomi lesu, mungkinkah budaya lebaran masa pandemi dengan tetap berbagai-bagi uang saku masih relevan dilakukan?

Saya kira jelas akan tetap relevan mengingat pembagian uang saku tersebut ketika lebaran tiba merupakan moment yang dilakukan setahun sekali dan pasti sudah ditunggu-tunggu oleh sanak-sudara khususnya anak-anak kecil.

Bagaimanapun budaya bagi-bagi uang saku adalah budaya yang sudah sejak lama dilakukan dan itu seakan sebuah kewajiban. Saya kira tidak ada yang salah dengan pembagian uang saku itu ketika lebaran tiba.

"Karena yang ada hanyalah saling berbagi kebahagiaan dengan uang sebagai daya peniti ketika lebaran tiba yang selalu akan ditunggu oleh anak-anak".

Namun dimasa pandemi ini, saya kira sebuah tradisi tidak mesti diikuti termasuk membagi uang saku lebaran jika memang ekonomi pribadi sekarat, baik saat menjadi pengangguran atau memang THR dipotong jumlahnya akibat pandemi corona bagi kaum pekerja seperti saya.

Cerita tentang diri saya sendiri. Lebaran kemarin tahun 2020 saya sama sekali tidak memberi saku pada anak-anak sanak saudara. Begitu juga anak-anak kecil tetangga. 

Kebetulan saudara juga tidak pulang kampung. Tetapi ponakan-ponakan inti tetaplah diberi saku meski saat itu saya penganguran, tetapi saya masih punya tabungan karena di PHK awal adanya covid-19 sekitar mei 2020 dan jarak dari lebaran 2020 sendiri tidak jauh hanya terpaut beberapa glintir bulan.

ilustrasi: blog.roomme.id
ilustrasi: blog.roomme.id
Maka lebaran kali ini tahun 2021, dimana saya baru satu bulan yang mendapat pekerjaan baru setelah hanmpir satu tahun menganggur. Tentu saya tidak dapat THR dari perusahaan karena masa kerja yang minim. Maka saya kasih saku hanya anak-anak sanak-saudara yang dekat, yang jauh tidak.

Terus terang, yang biasanya saya bagi-bagi rezeki ketika dapat THR untuk sanak saudara ketika tidak ada pandemi dan saat ini harus selektif demi menghemat pengeluaran ketika lebaran tiba. Ada kecangungan bahkan rasa pekiwuh tidak bagi-bagi saku pada anak-anak sanak sudara dan anak-anak tetangga.

Mau bagaimana lagi, memang keadaanya seperti ini meski saya menyadari anak-anak sangatlah menanti momen lebaran ini dengan bayangan uang saku yang mereka akan terima. Terus terang yang biasanya membagi uang saku lebaran kemudian saat ini tidak membagi itu, berat rasanya menerima keadaan.

"Bagaimanapaun bagi-bagi uang saku ketika lebaran adalah prodak budaya yang sudah mentradisi, bahkan sudah kewajiban karena memang ditunggu oleh anak-anak".

Untuk itu semoga pandemi ini cepat berlalu dan keadaan ekonomi semakin membaik. Supaya keceriaan anak-anak dengan moment lebaran yang  sekali satu tahun dapat semakin membahagiakan anak-anak. Dengan harapan anak-anak tersebut akan dapat banyak uang jajan. Sebab tidak ada hal lain yang ditunggu anak-anak saat lebaran terkecuali uang saku diwaktu lebaran tiba.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun