Bukankah semua akan tenang dan bahagia jika saling menerima apa adanya, tidak mengharap ini itu yang memberatkan satu sama lain?
Bagaimanapun saling menerima dengan apa adanya adalah obat kebahagiaan suatu hubungan yang nyata bagi manusia.
Adanya penderitaan hidup manusia sendiri salah satunya tidak menerima hidupnya dan hidup orang-orang yang ada disekitarnya secara apa adanya.
Hidup manusia dipenuhi harapan dan keinginan yang mungkin tidak sesuai dengan kemampuannya itulah realitanya konflik dengan dirinya sendiri, yang dapat menyeret orang lain.
Menjadi pertanyaan kita bersama, dimana saat ini konflik berakar dari hubungan cinta begitu banyak dijumpai.
Mungkinkah saat ini "harapan" dalam berhubungan cinta menjadi acuannya? Maka dari itu tidak sedikit konflik yang berakar dari hubungan cinta itu sendiri menuntut saling memgharap satu sama lain?
Terkadang dalam berhubungan cinta manusia sendiri adakalanya tidak dapat lepas dari adanya saling mengharap. Tetapi bukankah harapan sendiri juga dapat di rasionalisasi sebagai sebuah kontrol?
Dunia abad ke-21 yang memang dipenuhi dengan mode-mode hidup yang lebih bervariatif dan kepribadian yang ditampilkan dalam sejumlah drama yang jauh dari realitas yang dapat mempengaruhi harapan manusia pada dirinya sendiri dan orang lain.
Kenyataannya hidup manusia memang belum bisa lepas dari harapannya yang justru itu adalah konflik dalam hidupnya itu tidak dapat ditampik. Sebab relita sosial sejak manusia dilahirkan memang lahir dengan harapan.
Ketika anak lahir bukankah harapan sebagai anak sholeh, berbakti pada orang tua dan sebagainya juga adalah harapan dan jika tidak memenuhi harapan itu orang tua akan kencewa dan menimbulkan sebuah konflik ketidak puasan?
Maka penting dalam hubungan apapun termasuk cinta, saling menerima kekurangan dan kelebihan satu sama lain menjadi krusial untuk menentukan nasib hidup dalam berhubungan.