Mohon tunggu...
Toto Priyono
Toto Priyono Mohon Tunggu... Penulis - Penulis
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Kamu bintang besar! Apa yang akan menjadi keberuntungan Anda jika Anda tidak memiliki sesuatu yang membuat Anda bersinar? -Friedrich Nietzsche-

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Megawati Memang Pahlawan, kok!

22 Oktober 2020   09:37 Diperbarui: 22 Oktober 2020   09:55 654
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Apapun bentuk perjuangan memang tidak akan lepas dari penghargaan. Untuk itu penghargaan dalam perjuangan pada dasarnya adalah bentuk apresiasi yang sepadan dari orang lain.

Maka dengan perjuangan demokrasi pada masa pemerintahan orde baru yang dilakukan oleh Megawati Soekarno Putri, benarkah layak Megawati dijadikan pahlawan?

Seperti diketahui Presiden ke-5 RI Megawati Soekarnoputri diusulkan menjadi pahlawan demokrasi. Usulan itu datang dari organisasi masyarakat Jam'iyah Batak Muslim Indonesia (JBMI).

"Kami mengajukan Ibu Megawati Soekarnoputri menjadi pahlawan demokrasi," kata Ketua Umum DPP JBMI Albiner Sitompul dikutip detik.com, Rabu (21/10/2020).

Dalam keterangannya sendiri JMBI mengusulkan Megawati menjadi pahlawan demokrasi, tentu dengan akan datangnya momentum hari pahlawan nasional 10 November nanti.

Usul agar Megawati menjadi pahlawan demokrasi disebutnya berbeda dengan definisi pahlawan dalam UU Nomor 20 Tahun 2009, di mana gelar pahlawan diberikan kepada seseorang yang telah gugur atau meninggal dunia.

Maka layakah Megawati mendapat gelar pahlawan demokrasi seperti apa yang disampikan oleh ketua umum DPP JMBI?

Seperti di ketahui usulan tersebut sudah disampaikan ke Menteri Sosial. JMBI sudah berkirim surat ke Kementerian Sosial, dan tembusi Ibu Megawati.

"Iya, (pahlawan demokrasi), bukan pahlawan nasional seperti di UU Nomor 20 Tahun 2009, (karena Megawati) masih hidup," jelasnya kata Ketua Umum DPP JBMI Albiner Sitompul dikutip detik.com

Megawati Layak Pahlawan Demokrasi

ilustrasi: donisetyawan.com
ilustrasi: donisetyawan.com

Pahlawan memang tidak harus mendapat pengakuan, seperti yang secara mensejarah disematkan oleh Guru itu sendiri bawasannya; "Guru adalah pahlawan tanpa tanda jasa".

Tetapi jika mau mengakui orang lain menjadi pahlawan, tentu juga tidak akan salah dan sah-sah saja. Untuk itu jika ada orang atau kelompok yang akan menjadikan seseorang untuk diakui sebagai pahlawan itu adalah hak mereka.

Namun dengan Megawati Soekarno Putri yang diusulkan pahlawan Demokrasi oleh organisasi masyarakat Jam'iyah Batak Muslim Indonesia (JBMI), bagi saya memang layak-layak saja.

Sebab megawati sendiri ikut berkecimpung menjadikan Indonesia demokratis melalui peran berpolitiknya di PDI-P.

Bagimapun Megawati dengan partainya PDI-Perjuangan, tetap punya peran dalam melakukan demokratisasi di Indonesia pra dan pasca orde baru.

Oleh sebab itu mengacu pada fakta sejarah Megawati memang pahlawan dan pejuang demokrasi sama seperti Amien Rais yang dijuluki bapak reformasi oleh loyalisnya.

Disebut pahlawan tidak harus menunggu disahkan oleh Negara seperti yang diusulkan JMBI untuk Megawati sebagai pahlawan demokrasi.

Saya sendiri berpendapat, pahlawan demokrasi memang sebaiknya dilakukan secara anggapan saja oleh masyarakat yang menghendakinya Megawati dianggap pahlawan demokrasi.

Tidak harus disahkan Negara untuk peringatan hari pahlawan 10 sepetember nanti yang diproyeksikan oleh JBMI untuk mengenang jasa-jasa Megawati pada demokrasi.

Jika memang Megawati dapat disahkan oleh Negara menjadi pahlawan demokrasi ataupun ibu demokrasi. Seharusnya Amien Rais sebagai bapak reformasi, dan Gus Dur serta tokoh-tokoh lain mewujudkan demokrasi Indonesia juga mendapat gelar pahlawan demokrasi oleh Negara.

Sudahlah Mengawati memang pahlawan kok, pahlawan apapun termasuk demokrasi jika memang ada orang atau kelompok yang menganggapnya seperti itu. Sebab menganggap orang lain seperti apa adalah hak masing-masing individu.  

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun