Gus Ulil menyangka bahwa presiden Jokowi cenderung tak mendengarkan suara berbagai unsur masyarakat seperti ormas islam  Nahdlatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah terkait kritik soal isu keadilan sosial termasuk Pilkada dan Omnibus Law UU Cipta Kerja.
"Tentu saja saya bicara soal tendensi, jadi kecenderungan pemerintah ini sepertinya terutama dalam periode Jokowi kedua ini, menjadikan NU dan Muhammadiyah sebatas sebagai pembenar sejauh menyangkut masalah pluralisme dan kebhinnekaan," kata Ulil Abshar.
Lembaga survei Indikator Politik juga mencatat kepuasan dan kepercayaan publik kepada Jokowi, khususnya di tengah pandemi covid-19. Pada Mei 2020 tercatat kepuasan publik mencapai 66,5 persen. Sedangkan pada Juli angkanya menjadi 60 persen.
Mungkinkah apa yang dimaksud memimpin diperiode kedua tanpa beban oleh Jokowi memang sudah tidak peduli dengan kebijakannya yang tidak popular dikalangan masyarakat, karena Jokowi tidak berpikir akan dipilih lagi oleh masyarakat?
Pengamat Politik Universitas Andalas, Asrinaldi menduga yang dimaksud Jokowi, dirinya tak lagi memiliki beban di periode kedua bukan hanya perkara politik, tapi tekanan dari pendukungnya secara keseluruhan termasuk dari masyarakat.
Apakah dengan kebijakan Jokowi yang saat ini seperti tidak ada pertentangan dan beban dimana kebijakannya secara otomastis disetujui oleh DPR, mayoritas partai diparleman pendukung Jokowi hanya menyisakan Demokrat dan PKS, menjadi semakin tanpa bebannya kepemimpinan Jokowi di Periode kedua ini dalam membuat kebijakan?
Politikus PKS Mardani Ali Sera menyatakan kondisi oposisi dan koalisi yang tak berimbang membuat demokrasi di Indonesia jadi tak sehat. Mardani menyebut seharusnya kekuatan partai pada oposisi dan koalisi berimbang untuk menciptakan check and balances di pemerintahan periode kedua Jokowi.
Tentu merapatnya koalisi Prabowo Subianto ke pemernitah hanya menyisakan dua partai PKS dan Demokrat memang menjadi masalah tersendiri, dimana saat ini Strategi yang bisa dilakukan oleh oposisi untuk memupuk kekuatan melawan kebijakan pemerintah Jokowi, mengandalkan kekuatan sipil, media, organisasi masyarakat, dan mahasiswa.
Bukankah itu yang dilakukan dalam menetang kebijakan pemerintahan Jokowi saat ini diperiode kedua, berkaca omnibus law UU Cipta Kerja?
Kembali lagi semua unsur politik adalah kepentingan. Mungkin saat ini Jokowi memang benar tanpa beban. Suara rakyat memang sudah tidak dipedulikan. Tentu disebabkan tidak akan ikut lagi dalam pemilihan umum khusunya pilpres berikutnya.
Andai saja saat ini adalah periode pertama Jokowi, bisa saja omnibus law UU Cipta Kerja yang mengundang banyak demostrasi tidak akan dilakukan pengesahannya jika Jokowi membidik menjadi presiden kembali ikut dalam pemilihan umum.