Mohon tunggu...
Toto Priyono
Toto Priyono Mohon Tunggu... Penulis - Penulis
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Kamu bintang besar! Apa yang akan menjadi keberuntungan Anda jika Anda tidak memiliki sesuatu yang membuat Anda bersinar? -Friedrich Nietzsche-

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Puisi | Penderitaan

12 Oktober 2020   22:02 Diperbarui: 13 Oktober 2020   08:31 758
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Aku seperti sedang bermain bola panas bercampur dadu warna-warni.
Rasanya langkah diri bagaikan jurang tinta hitam yang sama-sama membuat sakit hati.

Ada apa dengan langkah, aku seperti terikat pada hati yang tidak kunjung pasti.
Menebak rasa sungguh membunuh, meminta kepastian juga menyiksa, andai saja aku seorang patung disana.

Rasanya bayang salib selalu terbayang, bawasanya hidup manusia, harus ia digantungkan pada korban rasa yang tidak akan pernah berujung dalam titik jemu.

Si dungu yang hinggap di dalam diriku lagi, selalu saja lirih memandang diri sendiri yang terendah. Tanpa daya, hidup serasa tak punya apa-apa, bahakan rasa diterima sebagai insan manusia.

Tidak ada lain, meminta belas kasih serasa hanya memberatkan orang lain. Tetapi hidup, rasanya harus kuat-kuat menerima segala kenyataan, yang selalu pahit dan getir memandang rasa dalam diri.

Terbaringlah jiwaku dalam sepi memandang rasa. Kau hanya sebutir debu yang tidak tahu bagaimana menjadi menarik dalam balutan kenyamanan hati seorang wanita.

Kau seperti keras yang bercampur noda-noda ilham dalam balutan manusia. Menerjang badai di tengah hiruk pikuknya hidup sebagai pengelana.

Tanpa khayal lagi dalam membayangkan. Hari-hari yang tak mutlak untuk dirasakan. Adakalanya aku bisa lupa, teringat, dan membekas bagai sampah plastik yang tidak pernah hancur di lautan.

Jiwaku yang kuat. Jika kau akan terus sendiri, bayangkanlah kau memang dilahirkan sebagai seorang pertapa yang harus hidup di dunia. Mengais-ngais diri dengan kesepian, terbunuh sampai ajal menjemput nanti.

Seorang penyair, hidup mungkin akan terus melantunkan syair. Begitupula dengan sebuah derita manusia, rasanya tidak akan pernah ada akhirnya.

Sang Budha dalam pencerahan batinnya berkata. Hidupmu, hidupku, dan hidup mereka, menyimpan duka lara dalam memilih hidup untuk terus menderita. Sebab hidup sendiri bagi manusia adalah sebait Penderitan tanpa akhir.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun