"Pro kontra omnibus law RUU cipta kerja yang menuai banyak kritik dari buruh telah disahkan oleh DPR sebagai undang-undang melalui rapat paripurna, Senin (5/10)".
Suka tidak suka bila undang-undang ini telah disahkan, saya kira buruh mau pun elmen masyarakat tidak dapat berbuat apa-apa.
Wacana Buruh dan beragam organisasi bakal menggelar mogok nasional dan aksi unjuk rasa saya kira juga tidak akan merubah keadaan. Sebab UU cipta kerja yang menjadi polemik telah disahkan sebagai undang-undang.
Dalam tuntuannya, poin-poin yang sebelumnya ditolak oleh buruh antara lain pesangon, sekema kontrak (PKWT) kerja yang dihapus batas waktunya dan penghilangan ketentuan upah minimun.
Kenyataannya itulah yang memberatkan dunia usaha dan sudah diketok palu dan tuntas dibahas sebagai undang-undang cipta kerja yang tujuannya untuk menyehatkan dunia usaha dan efektivitas birokrasi.
Meski UU cipta kerja sebagai lompatan nasib yang berat dirasakan oleh buruh, namun sebagai bagian dari transformasi sehatnya dunia usaha mau tidak mau memang sangat diperlukan untuk efisiensi pengusaha mengingat kompetitifnya dunia usaha saat ini.
Bagaimanapun jika memang dunia usaha ingin sehat, memang harus dibayar mahal oleh buruh dengan langkah efiensi termasuk memangkas hak-hak buruh yang ada selama ini.
Bukankah dunia usaha butuh terus sehat dan hidup kembali untuk menghidupi buruh, dimana nantinya investasi usaha dapat terus tumbuh dan sehat?
Saya kira semua harus mau menerima kenyataan ini sebagai langkah untuk memperbaiki dunia usaha dan kelancaran kerja kita.
Walau menjadi pekerja kontrak asal pekerjaan lancar, perusahaan tidak bangkrut, justru akan semakin menjamin hidup buruh dimana keberlangsungan memenuhi kebutuhan hidup akan terjamin dengan geliat usaha yang sehat.
Beda ketika usaha kompetitif dan lesu, dunia usaha di bebani hak-hak buruh yang tinggi, bukankah jalan menuju kebangkrutan usaha kemungkinannya sangat besar terjadi?
Disitulah nantinya ketika usaha bangkrut juga tetap akan menyengsarakan buruh yang terkena PHK atau pemutusan hubungan kerja oleh perusahaan (dunia usaha).
RUU cipta kerja sendiri dapat disahkan oleh DPR karena seluruh badan legeslasi telah menyetujui segala poin-poin yang disepakati bersama dengan steakholder, pemerintah dan serikat buruh.
Poin tersebut tentang masalah pesangon yang akhirnya tetap disetujui ada dengan jumlah 32 kali gaji. Rinciannya adalah sebanyak 23 kali  diberikan oleh pemberi kerja atau pengusaha dan sisanya ditanggung oleh pemerintah.
Sedangkan untuk target UMK atau Upah Minimun Kabupaten menyesuaikan tingkat inflasi dan tidak disesuaikan dan dikelompokan secara sektoral.
Poin-poin lain tentang ketenagakerjaan nantinya disubsidi oleh pemerintah melalui data BPJS dan realisasinya diatur melalui iuran BPJS Ketenagakerjaan.
Saya sendiri menyimpulkan bahwa UU Cipta kerja adalah upaya pemerintah "Negara" membantu pengusaha lewat keputusan politik, dimana beban-beban hak terhadap buruh yang menghambat dunia usaha dibantu pemerintah demi kelancaran usaha.
Dalam pemerintah membantu pengusaha ujungnya juga akan membantu buruh, dimana hak-hak buruh tetap disubsidi oleh pemerintah yang penyerapannya anggaranya sendiri dari penyerapan pajak-pajak Negara.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H