Sebab G30S adalah pelajaran kemanusiaan bukan pelajaran politik.Tetapi terkadang ada saja calon-calon dalam berpolitik yang ingin jalan kekuasaan dengan mulus, ada kalanya menggoreng lagi isu-isu G30S.
Khususnya PKI yang sudah mati terus dibangkitakan sebagai isu politik mendulang dukungan politis dari segelintir unsur masyarakat.
Siapapun yang terlibat saya tegaskan semuanya bersalah. Karena dampak dari peristiwa itu sangat membuat luka yang dalam bagi siapapun anak rakyat baik saat itu, saat ini dan di masa depan ketika isu PKI terus dihidupkan.
Maka dari itu jika dari elite politik kita sendiri yang terus menggoreng isu PKI ini terus dihidupkan berarti dari elite politik sendiri yang menggunakan isu ini sebagai jualan politik dan menjadikan PKI sebagai partai "Legend" yang terus dihidupkan walau sudah mati.
Bukankah kini partai yang sudah mati satu angkatan dengan PKI sepeti Masyumi, Murba dan PNI tidak pernah disebut dan dihidupkan lagi oleh elite politik kita?
Dengan survey Riset Bino Media Lab bahwa "generasi Z tidak percaya PKI bangkit lagi" dalam survey tersebut 97 persen dari percakapan tersebut tidak percaya PKI akan bangkit lagi, hanya 3 persen yang percaya.
Bukankah ketika itu dihembuskan sebagai suatu isu, PKI tetap akan terus dipelajari oleh orang-orang yang penasaran dengan PKI oleh orang-orang yang tidak bersinggungan dengan peristiwa itu seperti generasi Z dan Milenial?
Apakah jika seperti itu diharapkan oleh elite politik saat ini, PKI diharapkan ada untuk senjata melawan lawan politik seperti orde baru dulu?
Yang disinyalir dalam setiap pembangunan sengketa tanah dengan petani dulu yang melawan tanahnya digunakan untuk pembangunan dan melawan disebut dengan PKI? Akhirnya petani tidak mampu melakukan perlawanan?
Saya ingat cerita dari seorang lelaki tua di sekitar Waduk Wadas Lintang perbatasan Kebumen dan Wonosobo Jawa Tengah bercerita. Banyak tanah masyarakat yang diambil paksa dan diganti rugi dibwah harga pasar saat pembangunan Waduk Wadas Lintang.
Akhirnya masyarakat yang tidak mampu beli tanah disekitar waduk tersebut terpaksa mengikuti transmigrasi, tidak punya daya melawan keadilan untuk dirinya sendiri dihadapan Negara saat itu pemerintahan orde baru.