Mohon tunggu...
Toto Priyono
Toto Priyono Mohon Tunggu... Penulis - Penulis
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Kamu bintang besar! Apa yang akan menjadi keberuntungan Anda jika Anda tidak memiliki sesuatu yang membuat Anda bersinar? -Friedrich Nietzsche-

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Dedi Mulyadi Politikus Murni, Beda dengan Fahri Hamzah?

19 September 2020   19:28 Diperbarui: 26 September 2020   16:12 902
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi: tribunews.com

Sebagai politikus yang mempunyai jiwa seni tinggi dan sadar kebudayaan, tentu peranan Dedi Mulyadi dalam berpolitik sangat berbeda jauh dengan politikus-politikus lain yang hanya mengincar jabatan.

Saya memang tidak sedang membandingkan Dedi Mulyadi mantan Bupati Purwakarta yang saat ini menjadi anggota DPR RI dengan Fahri Hamzah politikus Partai Gelora yang kini sedang tenar menuai banyak  kritik dari warganet.

Tentu peranan Fahri Hamzah dalam semesta wacana politik indonesia yang gemar mengkritik pemerintah Jokowi, kemudian mendapat simpati masyarakat.

Tetapi ketika dibenturkan dengan kekuasaan politik partai gelora, Fahri Hamzah lari dan tidak konsisten sebagai seorang politikus pengkritik pemerintah Jokowi.

Fahri Hamzah lemah dalam idealisme akhirnya Partai Gelora disinyalir gabung dengan pemerintah Jokowi membuat kekecewaan banyak simpatisannya, yang dulu ketika garang mengkritik berbagai kebijakan pemerintah Jokowi.

Memang jika diruntut dari dasar itu sendiri. Semua politikus mempunyai visi dan misinya dalam berpolitik itu adalah kebenaranya.

Tetapi dengan visi misi tersebut, mungkinkah sebagai politus tidak boleh sadar kebijaksanaan dari cara mereka berpolitik demi untuk kehidupan masyarakat yang lebih baik?

Terus terang karena menjajikannya peranan politik saat ini, hingar bingarnya kekuasaan, ketenaran, bahkan kesejahteraan membuat politik sebagai marwah membela rakyat-rakyat kecil kini menjadi kompetisi mencari jabatan dan kekuasaan saja.

Tidak salah memang jika melihat beban dari demokrasi kini pada saat akan maju sebagai calon pemimpin baik di pilkada, legeslatif, atau pun presiden sekalipun. Semua butuh biaya yang tidak sedikit dan perjuangan yang tidak kenal lelah menaiki tangga politik untuk dipilih rakyat.

Tentu terlahir dari mana seseorang yang terjun dalam politik, semua dapat di rutut genologinya. Bawasannya dalam mereka berpolitik, apa yang menjadi tujuan mereka sebagai seorang politikus memang dapat diruntut oleh tindak-tanduk mereka sendiri saat berpolitik.

Seorang aktivis politik yang dulu sering melalukan demo, tidak jarang mereka menginginkan duduk di kekuasaan seperti halnya Budiman Sujatmiko, Fadli Zon, Adian Napitupulu dan lain sebagainya termasuk Fahri Hamzah.

Bukankah keberadaan mereka dalam dunia politik dan kekuasaan saaat ini tidak dapat ditampik keberadaannya? Karena apa yang mereka kejar sendiri adalah kekuasaan dapat duduk dalam lingkaran kekuasaan politik?

Begitu juga politikus yang terlahir dari dalam pengusaha atau pebisnis. Berpolitik adalah untuk kepentingan usahanya, supaya usahanya tidak dapat direcoki oleh Negara sebisa mungkin didukung oleh Negara lewat undang-undang, yang mereka dapat ciptakan seperti baru-baru ini Omnibus Law UU cipta kerja.

Sudah banyak contohnya, saya kira semua pendiri partai politik di indoesia berlatar belakang tetap ada campur tangan dari seorang pengusaha. Say tidak akan sebut namanya rata-rata mereka adalah ketua umum parati atau pendiri partai politik.

Maka dengan seorang seniman berpolitik, memang ada dua sisi. Seniman murni hidup dengan jiwa yang berprinsip pada kebudayaan sesama manusia atau seniman yang berprinsip dalam kemewahan berorentasi pada kekuasaan.

Tidakkah menjadi solusi publik figure seperti artis yang sudah tidak laku di intertement masuk dalam kontestasi politik? Disitulah letak seniman yang mengincar kemewahan, supaya pendapatannya ekonominya tetap stabil dengan berganti profesi.

Maka dengan Dedi Mulyadi seorang seniman dan politikus yang sadar akan kebudayaan dan manusia, bukankah Dedi Mulyadi dapat dijadikan ciri politikus murni, dimana kepentingan mengayomi masyarakat dalam budaya dan membela rakyat miskin menjadi aktivitasnya saat menjabat sebagai politikus?

Dedi Mulyadi Inspirator Politikus Mutakhir

Memang dalam bayanganya sendiri ketika melihat sosok Dedi Mulyadi sebagai politikus atau saat terpilih sebagai pejabat. Tidak terlihat gaya kemewahan yang dia tampilkan. Terlepas kegemarannya memakai iket sunda di kepala.

Tetapi menurut saya melihat sosok Dedi Mulyadi yang kini menjadi anggota DPR RI mantan Bupati Purwakarta, ada sinyal-sinyal kemurnian saat dirinya berhadapan dengan masyarakat.

Disamping dirinya adalah seorang seniman, Dedi Mulyadi adalah seorang pejabat yang luwes dihadapan semua kalangan termasuk masyarakat kecil.

Saya memang mengikuti akun media sosial kang Dedi Mulyadi, dia sering membuat video-video di akun youtubenya menyambangi rakyat kecil dijalanan seperti pedagang dan pemulung atau orang-orang miskin lainnya.

Herannya saya melihat Dedi Mulyadi di kamera seperti tidak ada rasa di buat-buat dekat dengan orang-orang kecil. Dedi Mulyadi pun tidak canggung makan bareng dengan pedagang kecil satu meja, mobilnya ditumpangi rakyat kecil, dan mau mampir ke rumah masyarakat seperti memuliakan rakyat kecil.

Meskipun bila ada orang yang menyangka Dedi Mulyadi pencitraan tentu boleh saja. Tetapi saya kira Dedi Mulyadi bercitra untuk hal yang baik pada masyarakat dan terasa ketika ia blusukan ke kampung-kampung dan jalan-jalan umum membantu beban masyarakat.

Salah satu buktinya adalah Dedi Mulyadi tidak lupa menyambangi rakyat kecil saat sudah terpilih menjadi Bupati Purwakarta maupun kini anggota DPR RI, bahkan saat mereka rakyat kecil di jalanan lusuh dan tidak terawat tetap disambanginya sebagai wujud kepedulian.

Sering Dedi Mulyadi membelikan makanan, beras, berobat bagi yang sakit, kebutuhan sekolah dan uang kepada rakyat miskin tersebut. Mungkin itu adalah cara supaya Dedi Mulyadi dekat dengan rakyat kecil.

Membuat konten youtube juga menurut saya bukan murni pencitraan di sorot media. Tetapi karena dirinya publik figure, kemungkinan di tonton banyak orang di youtube dapat monetisasi dari karyanya tersebut juga untuk membantu orang kecil.

Tentu mana yang memang pencitraan dan bukan sangat ketara jika membuat konten di youtube. Contoh artis-artis seperti Baim Wong, gimiknya tidak mencerimkan ketulusan, hanya citra dimana ia juga mencari rupiah disana. Tetapi dengan Dedi Mulyadi, biasa aja tanpa ada sekat antara dirinya dan kaum miskin.

"Politikus sejati ia berkarya untuk kemudahan hidup orang lain. Politikus busuk ia berkarya untuk jabatan dan kemakmurannya sendiri"

Oleh sebab itu bukan saya membandingkan siapa-siapa politikus tersebut. Tetapi menjadi politikus seharusnya memang sedikit berbicara banyak kerja dalam membela masyarakat khusunya orang-orang kecil.

Namun dengan Fahri Hamzah yang menjadi buah bibir lantang mengkritik pemerintahan Jokowi dulu. Saat ini berbalik mendukung Jokowi dan pasang badan saat partainya mendukung anak dan mantu Jokowi di pilkada menuai kecaman publik.

Tidak sesuai dengan kritik kerasnya dulu karena tawaran kekuasaan idealisme Fahri Hamzah luntur seketika. Maka dari itu berbondong-bondong masyarakat yang dulu menjadi simpatisannya, kini berbalik mengolok-olok dirinya karena tingkah lakunya tersebut yang dinilai gila kekuasaan.

Masyarakat menilai kritik keras Fahri Hamzah selama ini bisa luntur karena tawaran kekuasan  lebih menarik dari idealism dulu sebagai tukang kritik pemerintah Jokowi.

Oleh sebab itu menjadi politikus seharusnya murni berbuat untuk masyarakat, bukan berbuat hanya untuk kekuasaan yang mementingkan diri sendiri, bagaimana dapat berkuasa supaya terus ada didalam hati masyarakat luas.

Mungkin langkah Dedi Mulyadi terlepas dirinya pencitraan atau apapun, bukankah jadi atau tidak jadi pejabat Dedi Mulyadi tetap dekat dengan masyarakat? Datang ke masyarakat bukan saat pemilu saja?

Dedi Mulyadi sebagai politikus murni tetap sambang ke masyarakat walau sudah menduduki jabatan publik. Beda dengan politikus yang hanya mencari jabatan publik, dimana ketika akan pemilu baru mereka terjun langsung ke masyarakat untuk dipilih memagang kekuasaan.

Dengan bagaimana langkah Fahri Hamzah saat ini yang tidak konsisten dengan gerakan politiknya, biarlah masyarakat yang menilai sendiri. Sebab tindak tanduk berpolitik itu adalah niat bagaimana Fahri Hamzah berpolitik itu sendiri.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun