Mohon tunggu...
Toto Priyono
Toto Priyono Mohon Tunggu... Penulis - Penulis
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Kamu bintang besar! Apa yang akan menjadi keberuntungan Anda jika Anda tidak memiliki sesuatu yang membuat Anda bersinar? -Friedrich Nietzsche-

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Good Looking Stigma Radikal: Bersyukur Tampang Pas-pasan

5 September 2020   12:42 Diperbarui: 6 September 2020   22:24 432
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sebagai contoh, setiap wacana yang ditampilkan dalam maraknya warga Negara Indonesia beberapa tahun lalu mau bergabung dengan ISIS. Salah satu pemicunya adalah pertimbangan kesejahteraan.

Tentu sebagai sebuah organisasi yang ingin menguasai ekonomi kususnya migas di Timur Tengah. ISIS atau Islamic State Irak Suriah tentu punya cara sendiri merekrut personil untuk memompa daya kekuatan mereka.

Tanpa dukungan uang, saya kira ISIS tidak akan dapat menjadi organisasi besar dunia. Bukankah ISIS akan terus kecil jika mereka tidak dapat mengakomodasi simpatisannya?

Semisal simpatisan dari warga Negara Indonesia jika tidak dibiayai perjalanannya, apakah mungkin dapat kesana? Ke tempat dimana saat itu menjadi basis dari organisasi ISIS yang ada di Irak dan Suriah melakukan peperangan?

"Kini orang hidup butuh biaya tidak terkecuali siapa pun itu orangnya. Bahkan "calon teroris" sekalipun juga butuh uang untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Maka dari itu tanpa uang, calon teroris tidak akan pernah bisa menjadi teroris".

Tetapi narasi keyakinan saya juga percaya. Bisa saja personil calon teroris tersebut mau bergabung karena "isme" kuat dalam dirinya benar-benar sudah memuncak. Maka dari itu untuk memunculkan "isme", bukankah harus dilakukan doktrin yang massif dan pembawaan yang semenarik mungkin?

Bisa saja yang dimaksud mentri Agama (Menag) mengungkapkan  bawasannya paham radikal masuk dilingkungan ASN (Aparatur Sipil Negara) dan masyarakat melalui Good looking atau paras yang menarik.

Dimana paras yang menarik merupakan jembatan kemenarikan untuk mendoktrin paham radikalisme di media. Saya membaca arah good looking yang dipersepsikan Menag Fachrul Razi kesana.

Untuk itu perlu diketahui ungkapan cara masuk radikalisme yang di lontarkan Menag Fachrul Razi disampaikan lewat Youtabe Kemenpan RB, Rabu (2/9). Dalam acara betajug 'Strategi Menangkal Radikalisme Pada Aparatur Sipil Negara'.

Saya kira memang menjadi alasan yang ganjil jika good looking dipersepsiakan oleh Menag sebagai strategi dasar paham radikalisme untuk menciptakan teror. Sebab para good looking di Indonesia nyatanya mereka mencari uang di media. Berlomba-lomba menjadi selebram atau jika di youtube berlomba mencari subscribe.

Dalam hal ini tidak peduli yang berlatar belakang hafiz maupun good looking konten Prank dan seru-seruan anak muda. Saya biasa menemukan dakwah-dakwah berlatar "agama" untuk tidak mencintai dunia di youtube. Tetapi di akhir dakwah itu sendiri minta di share, subscribe dan sebagainya. Apa lagi tujuannya jika bukan monetisasi youtube mencari penghasilan?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun