Mohon tunggu...
Toto Priyono
Toto Priyono Mohon Tunggu... Penulis - Penulis
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Kamu bintang besar! Apa yang akan menjadi keberuntungan Anda jika Anda tidak memiliki sesuatu yang membuat Anda bersinar? -Friedrich Nietzsche-

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Pinangki: Koruptor Perempuan dan Skandal Korupsi Tingkat Tinggi

3 September 2020   16:53 Diperbarui: 4 September 2020   11:55 891
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi: okezone.com

Bukan, saya bukan mendeskriditkan perempuan atau mendiskriminasi perempuan. Tetapi pandangan-pandangan terhadap perempuan nyatanya dalam bayang-bayang wacana bersosial mendapat penafsiran yang berbeda oleh masyarakat.

Saya kira, saya sedang bicara senyatanya bahwa perempuan tidak harus di dahulukan, tidak harus mendapat tempat yang istimewa, tidak harus mendapat perlakuan berbeda.

Meskipun dalam romantisme sosial. Jika dilakukan dan dipraktikan wacana asmara sendiri bagi manusia, terkadang nilai-nilai itu selalu saja mengistimewakan perempuan.

Maka dengan berbagai gerakan-gerakan perempuan sendiri menyongsong terhadap stigma dan kesetaraan. Bukankah saat ini nyatanya mereka mampu setaraf? Tidak jarang juga melebihi kaum laki-laki dalam menjadi bersosial itu di kehidupan masyarakat?

Tidak disadari dalam dunia tenaga kerja sendiri pabrik-pabarik atau perkantoran di dominasi kaum perempuan. Belum dengan tenaga pendidikan saat ini karena faktor setaranya menenempuh pendidikan.

Perempuan sangat dominan menjadi pendidik baik SD, SMP juga SMA.Tentu jikalau dalam pendidikan mengingat faktor masih lestarinya perempuan sebagai opsi kedua mencari nafkah untuk keluarga.

Dunia pendidikan indonesai yang masih menggunakan sistem bakti "honorer" terlebih dahulu dalam dunia pendidikannya, saya yakin pos pendidik di isi oleh perempuan. Karena fakta dari bakti yang nominal honornya tidak seberapa tidak cukup memenuhi keluarga.

Saat ini jika bakti pendidikan dilakukan oleh laki-laki yang sudah berkeluarga hasilnya tidak akan cukup. Oleh sebab itu banyak guru bakti laki-laki sendiri yang tidak tertarik menjadi pendidik karena faktor honor guru yang tidak sepadan untuk mencukupi keluarga.

Dengan daya jelajah dan daya gerak yang tinggi saat ini untuk kaum perempuan di Indonesia. Akankah dalam birokrasi sendiri, dimana masalah birokrasi adalah korupsi. Perempuan masih dipandang tidak dapat sepadan atau melebihi laki-laki dalam hal moralitas korupsi?

Kasus Korupsi Jaksa Pinangki 

Dalam setiap kenyataannya perempuan dalam masyarakat memang sudah tidak dapat diragukan kapasitas ke egaliteriannya. Diposisi manapun dalam strata social saat ini peran perempuan tidak dapat direndahkan.

Tentang hal-hal yang berkaitan dengan perempuan saat ini tengah "gambling" baik dalam sisi prestasi maupun sisi-sisi kekurangan yang ditampilkan oleh perempuan. Bukankah dalam kenyataannya sendiri dalam kasus korupsi, perempuan juga tidak kalah sensasionalnya dengan laki-laki?

Dimana jika laki-laki identic dengan korupsi misalnya main perempuan, memperkaya diri dengan harta, serta gaya hidup ala sultan. Kenyataannya bukankah ini juga yang ditampilkan perempuan saat mereka korupsi? Jadi apa perbedaan dari laki-laki dan perempuan saat ini disegala bidangnya?

Untuk itu baru-baru ini "public" dikejutkan dengan  masalah pelik birokrasi yakni korupsi. Jaksa Pinangki Sirna Malasari yang notabanenya seorang perempuan  tersangkut dalam kasus korupsi Bank Bali yang dilakukan oleh Djoko Tjandra.

Kasus ini sangat menyita pandangan publik terhadap perempuan dan kasus korupsi. Sebab publik dikejutkan gaya hidup mewah dari Jaksa "Pinangki" itu sendiri yang secara rasional dengan rasio gaji sebagai pegawai negri sipil, ia tidak akan bisa melakukan gaya hidup glamor tersebut.

Gaya hidup mewahnya ini seperti menunjukan bawasanya dirinya "piangki" adalah orang elite terkaya nasional padahal dia hanya PNS eslon IV yang total gajinya ditaksir hanya 12.140.034 per-bulan. sumber: LHKPN, PP Nomer 30 Tahun 2015.

Dengan total kekayaannya dari jaksa Pinangkai sebesar 6,8 milyar. Asset kekayaan jaksa "Pinangki" sendiri terdiri dari tanah dan bangunan di Bogor dan Jakarta dan tiga unit kendaraan terebut.  Saya kira barang tentu "mungkin" adalah hasil dari kasus suap dalam kasus Djoko Tjandra dan lain sebagainya pada saat dirinya menjabat jaksa.

Tidak hanya itu kini dirinya jaksa "Pinangki" juga mempunyai mobil yang harganya sendiri milyaran jenis BMW tipe SUV X5. Hidup mewah jalan-jalan ke luar negri dengan pesawat kelas satu. 

Lalu Oprasi hidung di Amerika Serikat yakni di Newyork Center For Plastic Surgery. Belum dengan hidup mewah lainnya yang tidak terekspose media, dimana tidak mungkin jika tidak korupsi dapat melakukan gaya hidup mewah tersebut untuk gaya hidup seorang PNS eslon IV.

Pinangki dan geleora korupsi kaum perempuan sendiri memang lebih sensasional. Bukan apa akhir-akhir ini public tersedot dengan gaya hidup mewahnya seperti koruptor-koruptor lain yang sama-sama sensasionalnya tidak memandang gender.

Kini dengan gaya hidup mewah dan kasus korupsi birokrat itu sendiri, bukankah tiada beda antara kaum perempuan dan laki-laki, bahkan dalam hal moralitas?

Dimana tidak ada bedanya kemewahan dan kasak-kusus kasus korupsi yang menjerat antara Gayus Tambunan misalanya di dalam birokrasi pajak dan Pinangkai di kejaksaan?

Maka dari itu tindak moralitas korupsi yang melibatkan manusia apapun gendernya adalah sama. Intensitas dalam kerakusan atau gaya hidup sendiri tergantung dari pribadi masing-masing. 

Tetapi yang perlu diingat bawasanya tidak mungkin kasus korupsi dalam birokrasi, yang dalam wacana praktik dan berjalannya secara structural. Apakah mungkin jaksa Pinangki menikmati sendiri hasil korupsi?

Dimana ketika korupsi hanya oleh satu orang jelas tindak pidana itu tidak akan pernah ditutup-tutupi kasusnya? Dalam kasus korupsi apa lagi birokrasi kemungkinan besar dilakukan berjamaah itu adalah dugaan yang umum. Bukankah begitu dengan lembaga-lembaga lain Negara seperti DPR misalnya?

Kasus yang melibatkan perempuan dalam korupsi anggota DPR "Angelina Sondakh" juga adalah bagian dari kumpulan besar kasus korupsi bersama anggota-anggota koruptor lainnya. 

Belum dengan korupsi bank Century dan sebagainya yang nota banenya sama-sama korupsi perbankan sama seperti Pinangki dan Djoko Tjandra scandal kasus korupsi Bank Bali.

Mungkinkah ada hal sangat penting lain diluar dari kasus tersebut bersama dengan kepentingan-kepentingan politik dan kekuasaan Negara? Seperti kasus Bank Century yang disinyalir kasus korupsinya digunakan untuk dana-dana politik, yang saat itu ada dalam kekuasaan?

Atau dengan kantor kejaksaan agung yang terbakar sendiri, satu gedung terbakar habis adalah pengkaburan-pengkaburan dari kasus korupsi kejaksaan yang melibatkan Bank Bali dan Djoko Tjandra?

Mungkinkah "Pinangki" hanya ilusi public untuk mengerucutkan pada satu nama tersangka suap atau pencucian uang "Korupsi" kasus Bank Bali?

Menko Polhukam Mafud MD mengatakan Presiden Jokowi akan mengeluarkan perpres terkait pelaksanaan supervise tindak pidana korupsi. Perpres tersebut nantinya KPK akan ambil alih kasus korupsi yang ditangani kejagung dan polri.

Menjadi pertanyaan kita bersama setelah kasus demi kasus korupsi menggema di permukaan. Serta pembakaran gedung kejaksaan sendiri, dimana itu dapat menjadi dalih mengaburkan barang-barang bukti.

Bukankah nantinya hambatan dalam supervisi KPK  setelah dilimpahkan akan menemui sejumlah kesulitan?Apakah ini benar bukan suatu rekasaya dari pembodohan public yang cantik?

Seharusnya masyarakat harus menilai dengan seksama dan berimbang. Kasus besar korupsi dan kebohongan public seperti biasa terjadi di republik ini. maka dari itu sebagai rakyat harus kritis.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun