Seringkali terjadi, mengapa suatu aturan itu harus ditabrak demi euforia semata? Terkadang sesuatu harus dipikirkan masak-masak, bahkan sebelum menjadi wacana itu benar adanya.
Supaya apa yang akan dicanangkan tersebut tidaklah membuat suatu perdebatan publik, bahkan malu sendiri ketika suatu kebijakan tersebut menjadi perbincangan "olok-olok".
Patautkah suatu kebijakan itu dilaksanakan jika sesuatunya harus menabrak aturan, belum ketika kebijakan itu membahayakan?
Menanggapi membludaknya animo masyarakat akan tren bersepeda di Jakarta, Gubernur DKI Anies Baswedan membuat suatu wacana trobosan baru mengakomodir pesepeda Jakarta.
Trobosan kebijakan tersebut: pemerintah DKI mengirimkan surat kepada mentri pekerjaan umum dan perumahan rakyat "Basuki" untuk memanfaatkan tol lingkar dalam kota sebagai lintasan sepeda.
"Dalam isi surat itu Anis Gubernur DKI meminta izin kepada mentri PUPR memanfaatkan satu ruas tol jalan tol lingkar dalam (Cawang-Tanjung Priok) supaya digunakan lintasan pesepeda pada hari Minggu pukul 06:00-09:00".
Menjadi pertanyaan bersama mungkinkah jalan tol digunakan untuk jalur sepeda mengingat sepeda dalam aturannya sendiri dilarang masuk tol?
Atau dengan pesepeda yang terkadang tidak taat aturan, apakah tidak membahayakan pengguna sepeda itu sendiri ketika melintasi jalan tol? Â Â
Ketersediaan jalur untuk pesepeda meskipun masyarakat sedang gandrung berepeda, tidak selayaknya sepeda masuk ruas tol.
Karena memang jalan tol merupakan jalan bebas hambatan dan banyak sekali potensi resiko untuk pesepeda itu sendiri mengingat ketertiban dalam bersepeda masyarakat kita masih dipertanyakan.
Jika wacana sepeda meminjam ruas tol di ACC oleh mentri PUPR, apa bedanya pemerintah dengan parade komedi omong? Buat aturan sendiri dilanggar sendiri pada aturan jalan tol tersebut?