Terus terang dalam saya memahami awal film pendek tilik Jogjakarta yang sedang viral di media social, saya seperti terbawa alunan teka-teki sama seperti saya menonton film-film kelas dunia lainnya.
Bukan apa, saya membaca sedari awal bawasanya kelatahan mereka "emak-emak" yang merumpi diatas bak mobil truk. Dimana kabar yang berhembus di internet, yang terkadang hoax mereka konsumsi mentah-mentah tidak melalui verivikasi terlebih dahulu.
Saya akhir cerita: dari kabar mentah di internet tersebut ibu-ibu terkecoh tentang kabar bu lurah yang tidak sakit tetapi diisukan sakit. Akhirnya mereka tertipu kabar hoax "tilik" ke rumah sakit, akan tetapi akhir dari cerita film itu bukan seperti itu.
Belum dengan wacana bermedia social mereka yakni pemeran utama ibu tejo. Sangat jeli melihat orang dari internet. Dimana diera internet saat ini, semua orang dapat dilihat kahanannya hidupnya melalui media sosial termasuk Dian, kembang desa yang sering menjadi perbincangan bapak-bapak suami mereka.
Memang dalam bersosial dalam realitanya. Emak-emak jika ngrumpi tentang sesuatu pada dasarnya--- setiap dari dasar benar-benar dianalisa dimana keglamoran dian dalam film tilik tersebut adalah contohnya.
Saat ini wanita dapat menyandang bagus, baru kerja jika dilihat dari upah sendiri mayoritas UMR, tidak mungkin dapat membeli barang-barang mewah bermerek. Uang dari mana coba ketika memang tidak berbuat salah dalam mencari uang?
Tetapi  lagi-lagi kejelian tetangga khusunya emak-emak. Melihat ibu dian yang tidak punya harta seberapa, ditinggal mati oleh bapaknya. Itulah realita juga bagaimana kejelian mata tetangga dapat mengandung suatu kebenaran yang rasional terkait isu gaya hidup.
Meskipun tetap ada yang menyangkal karena ketidak tahuan seperti tidak mau berprasangka buruk. Karakter sekeptik dan tidak menerima informasi mentah-mentah juga dalam realita social pasti ada saja karater seperti bu yani.
Atau dengan yu sum yang polos kepo-kepo ingin tahu apa yang dibicarakan orang lain. Film tilik adalah realita sosial emak-emak jikalau mereka sedang merumpi, membicarakan tetangga yang menjadi bahan obrolan mereka di perkumpulan.
Dengan mobil truk "getrek" itu sendiri adalah cerita bentuk dari ketidak patuhan masyarakat yang seringkali melanggar  aturan. Masyarakat paham akan keguanaan sesuatunya seperti mobil barang untuk barang, tetapi tetap saja untuk membawa manusia.
Alhasil sebagai solusi dari ketidak taatan pada aturan tersebut masyarakat mengakali jika melitas di pos-pos polisi supir memberikan kode kalkson supaya penumpang jongkok dan tidak diketahui oleh polisi.