Mohon tunggu...
Toto Priyono
Toto Priyono Mohon Tunggu... Penulis - Penulis
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Kamu bintang besar! Apa yang akan menjadi keberuntungan Anda jika Anda tidak memiliki sesuatu yang membuat Anda bersinar? -Friedrich Nietzsche-

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Interpretasi Musik "Athur Scopenhour" dan Degung Sunda yang Menenangkan Batin

18 Agustus 2020   12:13 Diperbarui: 19 Agustus 2020   19:53 189
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi:ragamseni.com

"Kebingungan pada polah hidup, selalu kurang dalam memandang hidup, disanalah mungkin kita semua butuh mendengarkan music sebagai reflesi ketenangan berpikir, keheningan batin, serta melepaskan otot-otot fisik manusia yang tegang" .

Representasi perasaan manusia tidak dapat diketahui secara fisik itu pasti.  Bawasannya tentang "fisik" manusia, apapun dan bagaimanapun sisi dalam keterpandangnya, kesegaran, kebugaran, serta raut wajahnya, keadaannya sendiri tidak dapat disamakan sebagai representasi kenyataannya: "memandang sinkronisasi batin dan pikirannya".

Inilah yang saya sedang alami bahwa; sesuatu berasal dari pikiran manusia dalam memandang hidup akan selalu menjadi sandungan menjalani hidup itu sendiri. Maka dari itu istilah; "jangan "spaneng" memandang hidup" adakalanya juga penting untuk menikmati hidup itu sendiri sebagai manusia tanpa pikiran kalut yang menghampiri hidupnya.

Hidup dengan pikiran "Spaneng" menurut definisi saya adalah cara manusia dalam berpikiran yang teralu banyak digunakan untuk berpikir--- kebanyakan berpikir sesuatu yang tidak pasti dalam kehidupan ini antara yang ada didalam dirinya dan diluar dirinya sendiri.

Seperti manusia yang takut akan nasib, ketidakpastian dirinya akan keterbawaan hidupnya akan kemana, serta tidak tercukupinya kebutuhan "aktivitas" yang dapat menyelimurkan pikirannya sendiri dalam menjalani hidup pada saat ini.

Memang saat ini dimana covid-19 akan menghancurkan segalanya termasuk hidup saya yang sedang mengalami masa krisis sebagai pengangguran akibat resesi ekonomi. Tidak dapat dielakan menjadi penyumbang besar sikap ke "spanengan" pikiran yang sedang saya alami, juga banyak orang yang mengalami nasib serupa dengan saya menangapi hidupnya.

Namun apapun bentuk kehidupan yang sedang berlangsung adalah cobaan hidup yang harus manusia terima keberadaaanya, walaupun dengan cobaan itu diri kita sendiri yang telah membuatnya? Tetapi dalam memilih sesuatu akan hidup kita--- manusia tidak dapat sendiri mengontrol sesuatu yang ada di luar dirinya sebagai pembawa nasib yang dirinya inginkan secara pribadi.

Meskipun dengan segudang usaha manusia lakukan seperti saya yang tidak henti-hentinya melamar kerja kesana kemari. Tetapi dengan senyatanya sesuatu yang belum menjadi nasib serta milik kita "manusia" itu sendiri---  itupun tidak akan merubah apa-apa, yang sampai saat ini saya tetaplah menjadi "pengangguran" dimasa covid-19 ini. Dimana resesi ekonomi Negara Indonesia sedang dan sudah terjadi menyusul resesi ekonomi yang dialami oleh dunia.

Terkadang memang kurangnya aktivitas manusia seperti mereka para pengangguran sangat berpengaruh pada kondisi mentalnya. Sebab lompatan kebiasaan aktivitas menjadi dasar lompatan keadaan kondisi "mental"  yang harus diterima saat keadaan mereka "manusia" terbalik dengan siginifikan aktivitasnya, seperti yang biasa kerja saat ini tidak ada aktivitas apa-apa sebagai pengangguran.

Bukankah "mental" manusia akan mendapat suatu lompatan keadaan, dimana siap tidak siap dengan perubahan hidup harus terus dirasakannya? Seperti saya yang setiap akan tidur terus berpikir bagaimana nasib kedepan, bangun tidur juga demikian, rasanya tiada hari tanpa "spaneng" pikiran ini dalam berpikir.

Untuk itu jika memang keadaan terus seprti ini, kita manusia-manusia "spaneng" saaat ini butuh sesuatu yang mendamaikan pikiran dan batin. Bagimanakah caranya? Dengan diri saya yang setiap hari terdiam di kamar, sembari berselancar ke dunia maya "internet" mencari kerja, itulah yang sulit tanpa aktivitas lainnya.

Tanpa "aktivitas" pikiran semakin membunuh saya dengan berbagai harapan dan imajinasi-imajinasinya sendiri. Maka apa yang saya lakukan untuk menetralisir keadaan saya ketika "spaneng" adalah mendengarkan music instrumental degung sunda. Dimana irama yang santai sekaligus hikmat dapat merefleksikan pikiran-pikiran saya untuk mengikuti alunan music tersebut.

Music "Degung" Menetralkan Beban Pikiran

"Athur Scopenhour mengatakan bahwa : "Music berdiri terpisah dari semua seni lainnya, dimana dalam music tidak mengenali salinan, pengulangan, ide apapun dari sifat batin dunia".

Namun music adalah seni yang luar biasa dan sangat indah, pengaruhnya terhadap sifat terdalam manusia begitu kuat, dan itu begitu sepenuhnya sangat dipahami oleh keberadaan yang melampaui dunia-dunia manusia yang mendengarkannya. Itulah keindahan yang tidak dapat disangkal seperti alunan seruling dan gamelan "Degung" sebagai bagian dari sekumpulan music instrument tradisional.

Degung sendiri adalah sekumpulan alat music yang dimainkan oleh sebagain besar masyarakat sunda meskipun saya bukanlah orang sunda, saya orang jawa; "menikmati sekali music degung sunda tersebut". Sebab music sendiri dengan apa yang disampaikan "Athur Scopenhour" benar adanya: "melampaui batas apapun sekat-sekat identitas manusia".

"Music merupakan pengantar sesuatu dari luar diri kepada dalam diri "batin", yang dapat menyinari serta membuat pembeda dari mood manusia menembus batas dalam keadaan apapun yang sedang dialami oleh manusia".  

Maka didalam keseharian dan "kesepanengan" saya menjalani hari-hari dimana semua keadaan adalah kontradiktif dari hidup. "Semakin kita tidak ada aktivitas seperti kerja secara fisik disanalah alam-alam pikiran kita sebagai "manusia" semakin liar adanya. Tidak dapat disangkal itulah kenyataanya: semakin banyak berdiam semakin banyak berpikir".

Sebab dalam pikiran "mendilemakan" hidup sungguh jauh melampaui angan manusia itu sendiri. Tidak lebih harapan selalu saja dilebih-lebihkan, eksistensi yang tidak diterimai, serta kebutuhan akan dorongan-dorongan "kebutuhan fisik", terus menjadi problematisme dalam memandang hidup.

Bagi saya dengan ruwetnya pikiran seorang yang sedang merasakan ada yang hilang dari hidupnya, "seni" merupakan jawaban dari kehilangan-kehilangan tersebut, termasuk didalamnya music instrumental "degung" yang menjadi penghantar konektivitas antara pikiran dan batin manusia.

Saya rasa pilihan "saya" tepat menjadikan music "degung" sebagai music kontemplasi mengendurkan segala pikiran-pikiran yang sepaneng akibat dari kurangnya relasi batin. Karena pada akhirnya saat konektivitas batin yang tenang dengan sendirinya pikiran-pikiran "spaneng" manusia akan netral dengan sendirinya mengikuti alunan music instrumental degung yang syahdu.   

      

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun