Karena semua tahu, sudah akan menginjak empat bulan sekolah diliburkan. Dan anak-anak sekolah seperti keponakan saya pun yang duduk dibangku sekolah menengah pertama, setiap hari hanya bermain, bangun siang, begadang sama seperti saya "pengangguran".
Dan menjadi hal yang tidak saya duga dengan anak-anak sekolah kini, termasuk keponakan dan anak-anak  tetangga saya, yang setiap hari dari pagi, siang, hingga sore hari memegang layang-layang mereka menjadi aktivitas utama.
Bertempat di kebun, pekarangan rumah, dan jalan umum, mereka menerbangkan layangannya. Seakan sekolah berganti menjadi bermain layangan pada masa pendemi covid-19 ini di desa saya.Â
Hampir setiap pagi anak-anak tetangga serta keponakan saya membawa pisau, batang bambu, tambang, serta plastic bahan untuk merangkai layangan--- tidak ketinggalan "Lem" perekat plastik.
Gagal diterbangkan, coba lagi, modifikasi lagi, tidak dapat terbang, buang, dan membuat lagi. Itulah sehari-hari apa yang dilakukan keponakan saya dan anak-anak tetangga serta kebanyakan anak-anak di desa saya.Â
Bahkan layangan itu ditempeli aksesoris supaya pada saat malam hari layangan tersebut menyala kerlap-kerlip seperti bintang malam.
Saat ini layangan menyala sudah menjadi pemandangan yang biasa di pinggirin Kabupaten Cilacap tepatnya di Kecamatan Maos, Desa Karangrena, desa kelahiran saya.Â
Karena setiap tahun pada saat musim kemarau tiba sudah membudaya bermain layaag-layang di desa saya, yang dibuat menyala seperti kunang-kunang.
Namun musim layangan kali ini berbeda dengan liburnya anak-anak sekolah akibat covid-19.Â
Jumlah layangan yang terbang di udara langit-langit desa saya lebih banyak dari tahun sebelumnya. Serta karena tidak sekolah minat anak-anak bermain layangan semakin tinggi dimusim kemarau saat ini.
Tidak masuk sekolah pun mereka tidak bingung. Seperti cerita anak kelas 3 SD tetangga saya, setiap pagi mengerjakan tugas online dari guru.Â