Namun apakah ketika hanya ada perjuangan tidak kunjung mendapat umpan balik dari usaha-usahanya tersebut tetap apa yang dinamakan gerakan itu akan berjalan meskipun syarat dengan perjuangan?
Saya rasa itu tidak akan terjadi tanpa diikat dengan harapan dijamin dengan keterikatan terlebih dahulu misalnya dengan uang mengganti waktu.Â
Sebab tidak bisa dipungkiri saat ini persepi banyak orang: waktu adalah uang. Sebab jika uang itu tidak digunakan untuk mencari sesuatu untuk mencari makan, apakah tidak hanya kesia-siaan belaka dirinya "manusia" juga butuh makan?
Inilah pilihan yang sulit, meskipun berlabel gotong royong sekalipun itu tidak akan mungkin langgeng jika waktu mencari makan manusia tidak diganti atas nama kegiatan apapun.Â
Dari dulu tidak ada manusia yang benar-benar mau berkorban dikala ia sendiri benar-benar memang orang tidak punya untuk memenuhi kebutuhan makannya sendiri.
Jadi setiap orang tidak harus disama-samakan karena kepentingan akan waktu dan makan, siapakah yang harus mencukupi kalau tidak dirinya sendiri?Â
Sebagai suatu rentang waktu untuk belajar bersama-sama, menggerakan manusia sesekali, dua kali, atas nama bakti sosial mungkin akan banyak manusia menyanggupi. Ketiga kali tanpa umpan balik apapun yang diterima manusia akan mengeluh, empat kali tetap diajak untuk bergerak pasti sudah tidak mau.
Apakah mereka manusia salah? Jika guyub dan kegotongroyongan menjadi alibi dasarnya menyalakan orang yang tidak mau terlibat bergerak?
Kini dan mungkin zaman dulu kala, mengerakan manusia memang tidak gampang, selalu ada transaksi dari umpan balik yang dilakukan.
Apa lagi saat ini apa-apa yang harus dibeli dengan uang, sudah pasti menggerakan manusia bukan perkara yang gampang. Tidak akan mungkin bisa mengerakan orang terkeculi kebutuhan dasarnya seperti makan sudah terpenuhi.Â
Kesimpulannya menggerakan manusia tanpa uang tidak akan mungkin bisa walaupun itu di desa dengan adat dan tradisi gotong-royongnya yang katanya kuat. Â