Mohon tunggu...
Toto Priyono
Toto Priyono Mohon Tunggu... Penulis - Penulis
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Kamu bintang besar! Apa yang akan menjadi keberuntungan Anda jika Anda tidak memiliki sesuatu yang membuat Anda bersinar? -Friedrich Nietzsche-

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Artikel Utama

Tholo Seniman Nyentrik, Bergantung Hidup Hanya pada Kreativitasnya

3 Mei 2020   09:40 Diperbarui: 3 Mei 2020   17:19 213
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Tholo seniman tato serta cukur rambut itu pernah berkata kepada saya: "Jika dirinya masih dapat berpikir melalui kreatifitas yang ada dalam otaknya, dia masih dapat hidup dan tidak akan bergantung pada siapa pun. Ia percaya bahwa sebaik-baiknya tempat bergantung yakni kepada dirinya sendiri, melalui karya yang dapat ia buat sendiri".

Seperti sudah menjadi suratan dari takdir yang digariskan oleh masing-masing orang. Tentang hobi, kehidupan, serta kebebasan yang mereka akan junjung sendiri. 

Pada intinya: "hidup ini hidup kita, punya kita, dan apapun hasrat yang ingin dilakukan, lakukanlah selagi itu bermanfaat untuk mempertahankan diri. Tentu asalkan secara moral tidak jahat pada orang lain dan merugikan orang lain.

"Selagi kita tidak mengusik, kitapun tidak mau diusik orang. Itulah filosofi hidup seorang Tholo, seniman tato, cukur rambut, ukiran gambar kayu  dan mantan atlit tinju yang bermukim di salah satu desa di Maos, Kabupaten Cilacap.

Memang dengan Tholo, saya mengenalnya tidak sengaja, kebetulan saya sedang mengawasi proyek galian pekerjaan umum membuat saluran air di daerahnya. 

Kepentingan saya disana adalah mengawasi kabel optik perusahaan tempat kerja saya dulu, agar tidak putus terkena eskavator (becgo) yang sedang menggali tanah untuk saluran air tersebut.

Jujur saya masih terbayang dengan dirinya: Tholo, yang bertingkah menurut saya "liberal" orang-orang yang menjunjung tinggi nilai kebebasan diri. Sunggguh sayang sekali, beberapa hari ini saya tidak dapat bertemu dengannya.

Pemutusan hubungan kerja (PHK) membuat saya sudah tidak beraktivitas sebagai pengawas galian fiber optik didaerah tersebut. Tetapi ini adalah keputusan perusahaan, meski pahit saya sudah tidak dapat bekerja lagi dan menerima upah setiap bulannya, tetapi saya harus menerimanya.

Jika dalam bekerja yang dirasakan hanyalah gaji, mungkin saya adalah orang yang paling pantas untuk tidak bersyukur. Kerja yang berat, sesekali harus terjun dalam kubangan air galian demi mengamankan kabel dari eskavator (becgo) supaya tidak putus adalah kerjaan hari-hari saya. 

Namun  banyaknya teman-teman se-nasib, sama-sama mengamankan kabel milik perusahaan tempat mereka bekerja, menjadi petualangan dari pengalaman tersendiri bekerja di kabel serat optic, yang kebetulan saya belum genap bekerja satu tahun.

Berkumpul sesama se-nasib tetapi tidak sepenanggungan tetap tidak sama baiknya dengan sepenaggungan. Justru yang sepenanggungan dalam wadah satu pekerjaan dalam perusahaan adakalanya saling memanfaatkan. 

Siapa posisi paling terlemah disana, ia yang harus paling capek dalam beban kerja. Menutupi orang-orang yang kuat tetapi malas untuk bekerja namun paling depan jika akan melakukan pencitraan kerja.

Tetapi berbeda dengan sesama nasib tidak sepenanggungan. Kita saling bahu membahu, contoh dalam hal pengawasan serta pengamanan kabel serat optik milik masing-masing itu. Tidak peduli kamu siapa dan dia siapa dari perusahaan mana. Ketika kita punya kepentingan yang sama, kita saling menyelamatkan satu sama lain, demi keamanan kabel kita masing-masing.

Mungkin ikatan yang terjadi karena adanya sama-sama punya kepentingan lebih mempuni dari pada hanya hubungan structural kerja yang mungkin berbeda kepentingan. Namun menjadi pekerja dengan berbagai macam potensi konflik baik dari structural hirearkinya maupun kebijikan dalam pertemanannya selalu saja.

 "Saat kita terjepit dengan berbagai masalah-masalah tersebut. Semua kembali kepada kesadaran diri bagaimana  kepentingan diri selalu menjadi hal utama untuk diselamatkan. Karena mempriorotaskan diri, sama halnya berjuang untuk kepentingan dirinya. Itulah sejatinya kerja, yang penting dapat hidup membeli makan, tentu untuk mempertahankan hidupnya sendiri".

Maka tidak ada bedanya dengan Tholo seniman nyentrik itu yang hidup bergantung pada kreatifitasnya. Mungkin kreatifitas seorang pekerja adalah dari kerelaan dirinya bekerja dan mencurahkan semua tenaga untuk pekerjaannya. Karena semua bentuk kreatifitas manusia bertujuan untuk mempertahankan hidup diri manusia itu sendiri sebagai mahluk yang butuh hidup dari kehidupannya.

Tholo sang seniman nyentrik
"ingisun tholo sejati, ora gumunan, ora wedi dihina, ora seneng dialem, ora penting dianggep apik"

Dengan kata-kata tersebut saya seperti dapat menggambarkan bagaimana nyentriknya seorang tholo. Kurang lebih dari tulisan-tulisan itu tholo ingin memperkenalkan pada setiap orang. 

Tentang bahasa yang digunakan tersebut merupakan bahasa jawa "Banyumasan" yang artinya: " Saya tholo sejati, tidak terkesima, tidak takut dihina, tidak suka dipuji, tidak penting dianggap baik".

Mungkin sebagai seorang sejatinya seniman memang harus begitu, tidak hingar pada dunia, juga pada pembawaan diri yang formal. Pada dasarnya sebagai manusia, semakin unik dia membawa dirinya akan semakin dapat berbeda dan mudah dikenali. Begitu pula dengan cara saya mengenali tholo, ia benar-benar manusia unik dengan pembawaan dirinya yang orisinil.

Saya memang tidak memotertnya sebagai dokumentasi ilustrasi pada artikel ini, saya khawatir ia tidak berkenan. Sebab ia begitu sangat idelais, tetapi asyik sebagai "manusia", dimana ia terbuka dan mengucapkan selamat datang kepada saya dan teman-teman saya meskipun baru ia kenal.

Waktu saya melihat tholo pertama kali memang saya tidak menapik ia memang benar-benar unik. Dia "tholo" bersepeda ontel dengan telanjang dada dan tubuh penuh dengan tatto. Tubuh penuh dengan tato bagi orang desa seperti saya memang melihatnya aneh dan terkesan orang tersebut sangat sangar untuk diperhitungkan.

Tetapi berdeda sekali ketika saya kenal lebih dalam, ternyata dia memang seniman tatto yang membuka work shop jasa tattoo, cukur rambut, serta kerajinan tangan. 

Saya tahu itu ketika galian saluran air tersebut melewati depan work shopnya dan dengan tangan terbukanya menerima kami untuk beristirahat di depan workshopnya, sesekali membuatkan teh untuk kami ketika kami sedang beristirahat. Dia mengerti kerja seperti kami dilapangan, panas, dan sangat melelahkan.

Disamping ia seniman, ia juga penyuka dengan binatang peliharaan. Tidak tanggung-tanggung memang apa yang dia pelihara berbeda dengan orang kebanyakan. Tholo memelihara Lutung didepan rumahnya. Tentu ini berbeda dengan kebanyakan orang yang rata-rata suka memelihara burung dan sebaginya.

Dengan semua keunikan yang saya lihat dari seorang thollo, satu kata yang terus terkenang dari kata-katanya: "Yang penting hidup masih dapat berpikir kreatif, sampai kapanpun ketika daya kreatif itu terus ada, jangan takut kita tidak bisa hidup".   

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun